Aku berlutut dan berdoa, tetapi tidak lama. Terlalu banyak yang harus aku kerjakan. Aku harus cepat berangkat kerja, karena rekening-rekening tagihan hampir jatuh tempo. Maka aku berlutut dan berdoa cepat-cepat, lalu segera bangkit berdiri.
Kewajibanku sebagai orang beragama beres. Jiwaku dapat tenang sekarang. Sepanjang hari aku tidak punya waktu untuk berbagi sapaan sukacita. Tidak ada waktu untuk berbicara tentang kebaikan Allah kepada teman-teman. Aku takut mereka akan mentertawakanku.
Tidak ada waktu…
Tidak ada waktu….
Terlalu banyak pekerjaan…
Itulah jeritanku setiap saat. Tidak ada waktu untuk memperhatikan jiwa-jiwa yang dahaga. Tetapi akhirnya, waktu ajalku tiba, aku menghadap Tuhan.
Aku datang dengan kepala tertunduk, karena di tangan Tuhan ada sebuah buku, yaitu “Buku Kehidupan”. Tuhan membuka buku itu dan berkata: “Namamu tidak ada dalam buku ini. Aku memang pernah hendak mencatatnya. Tapi sayang…., Aku tidak punya waktu.”
(anonim)
Sumber: Segelas Susu, Rahkito Jati, OMI, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 2005