Menjelang hari ulang tahun papa tercinta, 4 orang anak berkumpul untuk membicarakan rencana ulang tahun ayah mereka. Ke-4 anak ini sudah menjadi orang sukses di bidangnya. Mereka memutuskan untuk membuat pesta bagi ayahnya di sebuah hotel berbintang 5. Dan untuk memeriahkan pesta tersebut, anak-anaknya mengundang rekan-rekan mereka.
Suasana begitu meriah. Pesta itu sendiri memang mewah sekali. Ketika sang ayah berada di atas panggung, ia melihat para tamu begitu banyak. Hanya saja, ia merasakan kesedihan yang begitu dalam. Ia merasa bahwa ia tidak memiliki pesta itu. Para tamu justru berbincang-bincang sendiri dengan ke-4 anaknya yang sukses itu. Akhirnya ia turun dari panggung dan pulang dengan taksi. Dan herannya, tidak ada yang merasa kejanggalan setelah “pemilik pesta” tersebut hilang dari panggung. Karena fokus pesta justru bukan kepada pemilik pesta itu.
Betapa malangnya bapak itu. Ia merasa sedih di tengah pesta yang diadakan untuk dirinya. Namun, gambaran yang sama juga terjadi dalam banyak Gereja Tuhan hari ini. Natal seharusnya menjadi pestanya Tuhan yang sudah lahir bagi kita. Tetapi faktanya sering kali justru esensi dari Natal itu sendiri mulai ditinggalkan. Sering kali acara Natal justru mengedepankan bagaimana bisa membuat acara istimewa yang malah mengedepankan Gereja dan bukannya Kristus sebagai esensi dari Natal itu sendiri.
Esensi Natal bukanlah sekedar liburan, makan malam bersama, hadiah atau kemeriahan suatu acara, tapi mari kita lihat ke dalam hati kita, apakah Yesus ada dlm hati kita? (Kontribusi: Fransiskus Wisnu)