Dahulu kala, hiduplah seorang petani bersama dengan seekor keledai. Setiap pagi, petani itu selalu membawa hasil panennya ke pasar untuk dijual, dengan dengan menggunakan kantong yang besar, yang disampirkan di tubuh si keledai. Supaya tidak terlambat sampai di pasar, petani selalu menyuruh keledainya berjalan cepat-cepat. Kalau sedikit lambat saja, si keledai dimaki-maki dan sesekali dicambuk dengan pecut. Alhasil, tubuh dan tenaga keledai lambat laun mulai melemah. Akhirnya suatu pagi, si keledai tidak sanggup lagi untuk berjalan, karena sudah sangat kesakitan dan kelelahan. Karena sudah kesal, akhirnya petani itu menjual keledainya kepada tukang kayu tetangganya.
Beruntunglah si keledai, karena tukang kayu ini orang yang baik hati. Dirawatnya keledai itu dengan baik, diberinya makan dan minum, hingga tenaganya pulih kembali. Keledi begitu senang dengan tuan barunya ini, karena begitu menyayangi dia. Karena pekerjaannya, praktis tukang kayu tidak banyak menggunakan tenaga si keledai.
Hingga suatu ketika, tukang kayu berkata dengan lembut kepada keledai: “Telah kurawat engkau setiap hari, hingga kau sekarang menjadi kuat dan sehat kembali. Kini saatnya kupakai engkau untuk membawaku dan tunanganku yang sedang hamil ke suatu kota.”
Maka berangkatlah mereka. Tukang kayu menuntun si keledai, sementara tunangannya duduk diatas keledai. Perjalanan yang mereka tempuh sangat jauh dan melelahkan, namun tidak menyurutkan semangat si keledai untuk membawa tuannya ke kota tujuan. “Aku harus kuat,” pikir si keledai dalam hati. “Tuanku telah merawatku dengan baik, aku harus membalas budinya.”
Maka dengan sekuat tenaga, si keledai membawa tunangan tukang kayu di atas tubuhnya. Hingga akhirnya mereka sampai di suatu kota. Berhentilah mereka di suatu penginapan, karena hari mulai malam. Keledai melihat, tuannya sedang berbicara dengan seseorang. Tak lama kemudian si tukang kayu kembali dan berbicara kepada tunangannya: “Sayangku, tidak ada tempat untuk kita. Mari kita coba di tempat lainnya.”
Sekali lagi mereka berjalan mencari penginapan lain. Tapi setiap penginapan yang dituju oleh mereka, tampaknya tidak membuahkan hasil. “Kasihan Tuanku,” kata si keledai. “Tidak ada penginapan yang mau menerima mereka. Biar bagaimanapun, aku harus tetap membawa mereka sampai mereka mendapatkan tempat yang baik.”
Begitulah akhirnya mereka mencari dan mencari, tetapi tidak ada yang mau menerima mereka. Sampai akhirnya, si keledai mendengar wanita itu berbicara, “Sudah saatnya, tampaknya aku akan melahirkan.” Maka tukang kayu bergegas mencari tempat untuk tunangannya melahirkan. Tidak ada tempat lagi, selain sebuah kandang kecil dan kotor yang tidak terpakai. Maka akhirnya, tibalah saatnya wanita itu melahirkan. Tukang kayu segera menyiapkan kain untuk membungkus bayi yang baru lahir itu. Si keledai melihat dengan takjub apa yang terjadi dan bertanya dalam hatinya, “Apa yang terjadi? Mengapa bayi manusia itu tampak bercahaya?“ Seperti tidak percaya, keledai melihat lagi, bayi itu sungguh suci dan murni. “Baru pertama kali aku melihat bayi seperti ini. Begitu elok rupanya dan wajahnya sungguh berseri.”
Tiba-tiba tampaklah cahaya terang dari langit. Lalu keledai itu menengadah ke langit, dan dilihatnya sebuah bintang bersinar lebih terang dari biasanya. “Mengapa terang sekali malam ini?”
Tak berapa lama kemudian, datanglah beberapa orang ke kandang itu. Orang-orang itu membawa serta domba-domba peliharaan mereka. Si keledai heran, “Mengapa orang-orang itu datang kemari? Dan mengapa mereka mengetahui kelahiran bayi ini?” pikirnya.
Lalu bertanyalah keledai itu kepada domba-domba, “Mengapa kamu datang kemari?”
Salah seekor domba itu menjawab, “Kami tidak mengerti. Saat kami sedang merumput, tiba-tiba ada cahaya yang sangat terang sekali, dari langit dan mendekat kepada tuan-tuan kami. Tak lama kemudian, tuan kami tiba-tiba bersorak gembira. Mereka seperti mendapatkan kabar baik yang luar biasa. Lalu mereka pun membawa kami ke sini.”
Lalu sayup-sayup terdengarlah oleh si keledai, percakapan antara orang-orang itu dengan tuannya, serta alasan mengapa mereka mengetahui perihal kelahiran ini.
“Malaikat Tuhan mendatangi kami….”
“Kami melihat bintang yang bersinar terang….”
“Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi…”
Maka takjublah tuannya mendengar hal itu. Terdengar pula orang-orang itu bersorak-sorai memuji dengan sukacita.
Akhirnya si keledai mengerti, siapa gerangan bayi yang baru lahir ini.
“Sungguh, bayi ini kelak akan menjadi Raja yang luar biasa!” seru si Keledai.
(Kontribusi: Paulus Teddy)