Featured Image Fallback

Romo T.A.M. Rochadi Widagdo, Pr: “Semua Misa Adalah Misa Penyembuhan…”

/

Seksi Komsos

Romo Thomas Aquinas Murdjanto Rochadi Widagdo, Pr adalah seorang Imam Praja Keuskupan Agung Jakarta. Saat ini Beliau berkarya sebagai Pastor Paroki Pejompongan, tetapi Beliau juga sangat berminat melayani orang-orang sakit dan menderita. Pastoral ruang tamu, pelayanan Misa penyembuhan, dan kelompok doa meditasi Kitab Suci dijadikannya sarana pelayanan bagi mereka yang menderita sakit, stres, atau mengalami kebimbangan iman kepercayaan.   Beliau selalu berkata: “Tuhan sangat mencintai mereka yang menderita dan lemah.  Mereka dipakai untuk menyampaikan kasih-Nya. Biarlah cinta Tuhan semakin dialami oleh banyak orang, karena justru pada saat menderita itulah manusia sangat terbuka dan berharap pada kasih-Nya.”

Meski setiap hari waktunya sungguh padat terisi kegiatan pastoral maupun pelayanan penyembuhan, Romo Rochadi – sapaan akrabnya –  masih menyempatkan diri menulis maupun menterjemahkan sejumlah buku.  Romo Rochadi lahir di Ganjuran, Bantul, Yogyakarta, 15 Mei 1958. Menyelesaikan SLTA di Seminari Menengah Mertoyudan, Filsafat di STF Driyarkara, dan Teologi di Institut Teologi Wedhabhakti, Kentungan, Yogyakarta.  Beliau ditahbiskan sebagai Imam pada 15 Agustus 1986 di Jakarta.

Pada penyelenggaraan Kebangunan Rohani Katolik (KRK) ulang tahun PKK Trinitas ke-30, Romo Rochadi didaulat untuk memimpin Misa Pemulihan.  Sambil menunggu waktu dimulainya Misa Pemulihan, Sabitah sempat berbincang-bincang dan bertanya-jawab dengan Romo Rochadi seputar kurnia khusus yang dimilikinya itu.

Mengapa umat selalu ramai menghadiri Misa Penyembuhan/Pemulihan?

“Sebetulnya, semua Misa itu sama saja, membawa kita kepada penyembuhan.  Di dalam setiap Misa, saat sebelum kita menerima Komuni, kita akan bersama-sama berkata: ‘… bersabdalah saja maka saya akan sembuh.’  Jadi, di setiap Misa, kita mengharapkan suatu kesembuhan, entah itu kesembuhan fisik, jiwa, maupun rohani.  Saat kita menerima Tubuh Kristus, maka tubuh kita yang fana ini disempurnakan oleh Tubuh Kristus sendiri. Bagi saya, semua Misa itu adalah Misa Penyembuhan.  Kalau ingin sembuh pada setiap kali Misa, kita harus lebih memperjelas intensi kita, lebih mau membuka diri untuk menerima rahmat berlimpah yang senantiasa Tuhan curahkan terus-menerus.  Maka, semuanya terpulang pada diri kita masing-masing.  Bagaimana kita menerima rahmat berlimpah dari Tuhan itu, sehingga kita pun senantiasa mendapat kesembuhan dari setiap Misa Kudus.”

“Penyembuhan itu sendiri harus dilihat secara menyeluruh.  Penyembuhan bukan hanya fisik semata, tetapi dapat berarti lebih dari itu. Menurut saya, penyembuhan batin/rohani itu jauh lebih penting dari penyembuhan fisik.  Seseorang yang mengalami kesembuhan rohani, sudah pasti akan sembuh pula fisiknya.  Seperti Ibu Teresa dari Kalkuta katakan bahwa obat-obat moderen banyak ditemukan untuk menyembuhkan berbagai penyakit, tetapi jika tanpa cinta kasih, maka obat-obat itu menjadi tidak manjur lagi.  Biasanya, penyakit fisik itu timbul karena seseorang kekurangan cinta kasih, atau merasa tidak dikasihi,  Ekaristi adalah ungkapan syukur yang terbesar, karena kasih Tuhan nyata di dalamnya.  Biasanya, pada saat kita diberi, kita merasa begitu bersatu dengan yang memberi.  Maka, kalau kita merasa Tuhan dan kita itu tidak terpisah, maka akan ada kesembuhan di situ, ada mukjizat di situ, karena kita bersama Tuhan dan Tuhan bisa buat apa saja untuk kita.  Tetapi yang sering terjadi adalah, meski Tuhan bersama kita, menyertai kita, tetapi kita selalu merasa berdosa, merasa jauh.  Kita selalu diliputi perasaan berdosa, padahal dosa-dosa kita sudah diampuni Tuhan.  Kita sering tidak memandang cinta kasih Tuhan, tetapi terus memandang dosa-dosa kita.  Kita sering sakit karena menuruti pendapat kita sendiri.  Ini cukup berbahaya, karena ini berarti kita sendiri yang tidak mau sembuh.”

Bagaimana dengan “pasien-pasien” Romo?

“Orang-orang moderen sekarang ini biasa berpikir dengan cara pikir seorang dokter.  Cara kerja dokter adalah diagnosis penyakit lalu diberi terapi atau obat-obatan.  Kalau sudah ketahuan penyakitnya apa, lalu diberi obat sesuai dengan sakitnya itu.  Maka banyak yang datang pada saya dan bertanya, ‘Romo, saya sakit apa?’  Mereka mau tahu apakah saya bisa diagnosis.  Begitu juga kalau saya minta mereka berdoa.  Mereka akan bertanya, doanya apa, berapa kali sehari, jam berapa berdoanya…. sama seperti resep dokter!  Dalam beriman, kita tidak mengenal cara diagnosis seperti dokter.  Dari Kitab Suci kita membaca bahwa tidak ada orang yang datang pada Yesus dan bertanya, ‘Yesus, saya sakit apa?’  Yang kita baca adalah orang-orang datang pada Tuhan, memohon untuk disembuhkan.  Ada seseorang datang pada saya, setelah mengeluh sakit ini, itu, macam-macamlah, lalu saya doakan dia.  Setelah selesai berdoa, ia bertanya begini, ‘Romo, tadi Romo berdoa untuk apa?  Apakah untuk batuk saya atau sakit pinggang, atau jodoh?’  Yang mau saya katakan adalah pola pikir kita seringkali tidak sepadan dengan pikiran Tuhan.  Disposisi batin orang seperti itu tidak siap untuk menerima rahmat Tuhan.  Banyak yang selalu berpikiran, kalau sakit tak sembuh-sembuh maka carilah dukun.  Atau, semua penyakit itu karena kuasa gelap, karena santet, karena roh-roh jahat.  Mungkin sebetulnya orang seperti ini perlu penyembuhan luka-luka batinnya, sedangkan ia selalu beranggapan sakitnya karena kuasa gelap.  Banyak yang bertanya pada saya seperti ini: siapa yang menyantet saya? Atau,   rumah saya ada setannya, ya?  Seandainya memang betul ada setan, tetapi kalau Roh Kudus hadir di tempat itu, maka semua roh jahat yang akan pergi.  Saya melihat, betapa orang-orang sekarang ini begitu paranoid dengan macam-macam perkara dan masalah yang sebetulnya tak perlu ada, tapi malahan menjadi suatu keyakinan negatif sehingga menghambat rahmat yang Tuhan berikan.  Kita semua perlu belajar dari Kitab Suci, bagaimana disposisi batin yang benar supaya kita siap menerima berkat.  Pertama, kita punya kerinduan untuk sembuh.  Kalau kita mau sembuh, mintalah kesembuhan kepada Tuhan.  Jangan ikut-ikutan mengatur supaya setannya pergi atau ingin tahu sakitnya apa… itu semua tidak ada dalam Kitab Suci.  Kedua, terjadinya penyembuhan selalu dijawab oleh Yesus dengan suatu perkataan: ‘imanmu yang telah menyelamatkanmu’.  Contoh yang bisa kita baca adalah wanita yang pendarahan atau juga seorang perwira yang memohon kesembuhan bagi hambanya.  Nah, jadi apa itu iman?  Mengapa mereka punya iman?  Iman adalah keyakinan akan suatu perbuatan.  Kalau itu dikerjakan, maka sesuatu akan terjadi.  “Bersabdalah, maka saya akan sembuh…” Asal Tuhan bersabda, maka saya sembuh, asal saya jamah jubahNya saja, maka saya sembuh…  Karena adanya perbuatan/tindakan yang diimani, maka orang menjadi sembuh.”

“Lalu kita juga perlu melihat keberanian orang-orang yang memohon kesembuhan dari Yesus di Kitab Suci.  Mengapa mereka berani?  Karena ada komitmen.  Orang-orang itu punya komitmen untuk sesuatu yang diyakininya.  Maka, persoalannya menjadi bagaimana orang itu terbuka terhadap Roh Kudus yang menggerakkan dia untuk memperoleh penyembuhan, karena penyembuhan bukanlah sesuatu yang teoritis.  Tidak ada suatu teori penyembuhan, tetapi ketika kita terbuka pada Yesus yang hadir dan yang mencintai kita, maka kita sadar bahwa Yesus ada bersama kita, bahwa kita tidak jauh dari Dia, dan kesembuhan pun terjadi.  Maka bagi saya sebagai perantara rahmat Tuhan untuk kesembuhan, saya katakan saya melakukan ini karena kecintaan saya pada Tuhan dan sesama.  Yang menghambat cinta hanya satu, yaitu kebencian yang dapat melahirkan kemarahan dan penolakan pada cinta itu sendiri.  Yang memperlancar kesembuhan adalah rasa syukur, bahwa kita diterima dan dicintai oleh Tuhan dan sesama.  Kalau kita dicintai dan diterima, maka kita bisa memberi apa saja satu sama lainnya.  Kalau kita merasa dicintai dan diterima Tuhan, maka kita pun akan mencintai dan menerima Tuhan, sehingga berkat-berkat Tuhan yang tersedia bagi kita akan dengan mudah kita terima.  Sesuatu yang sangat sederhana, bukan?”
“Maka menjadi penting untuk direnungkan bersama demikian: bahwa saya dicintai Tuhan, jadi bagaimana saya dapat mencintai sesama?  Saya dicintai, diterima, dan diampuni dosa dan kesalahannya, jadi bagaimana saya bisa mengampuni orang lain?  Karena bagian tersulit dalam hidup ini adalah mampu untuk mengampuni orang lain.”

Tentang kuasa kegelapan?

“Nah, kembali, orang-orang sekarang ini begitu paranoid tentang setan.  Setan ada kalau kita punya rasa takut.  Santo Petrus takut saat melihat Yesus berjalan di atas air.  Ia langsung menyangka Yesus sebagai hantu.  Ketakutan kita menciptakan setan di mana-mana.  Kalau kita mengaku sebagai orang yang beriman, seharusnya kita melihat Tuhan di mana-mana!  Setiap kali saya memberkati rumah, yang ditanyakan pemilik rumah adalah: ‘Di mana penunggunya, Romo?’ Kenapa pertanyaan itu tidak diganti menjadi: ‘Romo, di mana Tuhan atau malaikat atau orang-orang kudus berada di rumah ini? ‘  Pertanyaan yang muncul tadi, dikarenakan perasaan takut kita.  Tiba-tiba kita merasa takut, merasa jangan-jangan ada setannya…., tapi kalau kita percaya dan mengimani bahwa Yesus ada bersama kita, apalagi yang perlu kita takutkan?  Ingat, Yesus tidak pernah mengusir roh jahat yang ada di luar tubuh manusia.  Yesus hanya mengusir roh-roh jahat yang masuk ke dalam tubuh manusia.  Yesus tidak mengurusi roh-roh jahat yang masuk ke sekumpulan babi atau yang ada di pohon.  Tapi kalau roh jahat itu masuk ke tubuh manusia, maka Yesus akan melepaskannya.  Maka menjadi aneh bagi saya melihat praktek-praktek yang ada sekarang ini: orang sibuk mengusir roh jahat dari pohon, vas bunga, rumah, dan lainnya.  Itu praktek-praktek lama yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh Yesus.  Kita sibuk dengan roh-roh jahat yang berkeliaran di luar tubuh kita, sedangkan yang ada di dalam tubuh kita tidak dihiraukan sama sekali.  Kita tetap menjadi seorang pemalas, berjudi, zinah, dan lainnya.  Itulah roh-roh jahat dalam diri kita.  Dalam Kitab Suci tidak pernah kita baca tentang pengusiran roh-roh jahat di luar tubuh manusia.  Maka orang-orang yang mengusir setan sampai berteriak-teriak, exorcise, deliverence, macam-macam begitu… tidak perlulah…..  Yang kita perlukan adalah untuk selalu merindukan kehadiran Tuhan dalam diri kita, Tuhan yang hadir terang bercahaya.  Melihat itu saja, roh-roh jahat akan pergi.  Nah, sekarang tinggal bagaimana kita dapat terus mengarahkan hati kita kepada Tuhan, seperti ajakan dalam setiap Misa Kudus: ‘Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan….’ dan lalu kita jawab serentak: ‘Sudah kami arahkan….’  Kalau kita sudah mengarahkan hati kepada Tuhan, mengapa kita masih memikirkan tentang roh–roh jahat?  Paranoid itu namanya!”

(dari wawancara dengan Romo Rochadi, Pr, pengantar disarikan dari situs www.romorochadi.net /ts)

 
 Sumber: Majalah Sabitah No. 39/September-Oktober 2009/VII

Artikel Serupa

Featured Image Fallback

Reboan – Refleksi Iman AREK KAJ

/

Seksi Komsos

Seringkali kita lebih mengandalkan kemampuan diri sendiri dan kehendak manusia, kita dapat  terjebak pada kesombongan dan keangkuhan diri. Melupakan kesatuan dengan sang pokok anggur sejati, ...
SELENGKAPNYA
Featured Image Fallback

Kerangka Acuan Gerakan Tahun Syukur KAJ 2015

/

Seksi Komsos

PENGANTAR Tahun 2015 adalah tahun terakhir preiode implementasi Arah Dasar Pastoral (Ardaspas) KAJ 2011-2015.  Setelah sosialisasi Ardaspas KAJ pada tahun 2011, di tahun-tahun berikutnya umat ...
SELENGKAPNYA