Tiba-tiba semua orang membicarakan tentang krisis moneter (krismon) global yang terjadi sekarang ini. Bagi sebagian orang yang awam akan sebab kenapa krismon kembali melanda dunia, segala gerak kenaikan harga dan aksi borong mata uang asing dirasa sebagai tindakan ‘aneh’ dan ‘menyusahkan rakyat kecil’. Krismon memang tidak pandang bulu, baik yang kaya maupun yang miskin terkena dampaknya. Segalanya bergerak dengan cepat – pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana karena secara tiba-tiba pabrik atau perusahaan yang mempekerjakan begitu banyak karyawan menyatakan diri bangkrut atau tak sanggup lagi untuk menjalankan usahanya.
Di tengah kepanikan yang terjadi, semoga saja kita tidak terbawa arus dan ikut-ikutan menjadi panik. Di tengah kegundahan karena terkena PHK, semoga kita tidak larut dalam kesedihan tetapi segera bangkit untuk bisa melihat titik cerah pengharapan. Dalam suatu kesempatan, Sabitah bertemu dengan Romo Ignatius Swasono, SJ, Ketua Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Direktur Lembaga Daya Dharma KAJ, dan moderator Aksi Puasa Pembangunan (APP) KAJ. Berikut petikan bincang-bincang Sabitah dengan Romo Swasono yang juga menjadi pendamping para Frater Tarekat Serikat Yesus yang sedang studi Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta.
Apa yang perlu dilakukan oleh umat Katolik dalam menghadapi krisis ekonomi global ini?
Ekonomi memang tidak mengenal agama atau iman. Artinya, siapa pun akan terkena krisis ekonomi global semacam ini. Entah mereka yang kaya raya ataupun yang miskin sekalipun akan terkena imbas dari tata ekonomi dunia yang kini sedang mengalami krisis finansial. Apa yang bisa kita lakukan dalam menghadapi krisis semacam ini?
Pertama-tama tentu saja perlu adanya perubahan pola atau gaya hidup kita semua. Seringkali kita begitu boros, seringkali kita begitu tidak peduli, pokoknya yang penting kita masih mampu memenuhi segala yang kita inginkan. Ternyata entah kapan dimulainya, tahu-tahu kita mengalami bersama situasi krisis yang semakin menyulitkan kita semua. Oleh karena itu, kita mesti berhemat dalam hal konsumsi. Bukan berarti jangan makan ini atau itu, melainkan kalau memang tidak sungguh membutuhkan mengapa harus diadakan/dibeli?
Kita harus membangun hidup yang antisipatif. Hidup memang penuh dengan hitung-hitungan dan terkadang memang harus sungguh teliti. Seringkali kita merasa nyaman karena masih punya uang dan masih dapat memenuhi segala kebutuhan, tetapi ternyata tidak selamanya seperti itu.
Saya sarangkan bagi umat kelas menengah dan bawah, mari kita bangun kebersamaan. Krisis ini adalah krisis kita bersama bukan hanya krisis anda sendiri. Namun seringkali kita masih merasa hidup sendiri-sendiri atau bahkan tak mau bersama dengan orang lain. Syukur, bila kita telah masuk Koperasi Kredit atau CU-Credit Union, tetapi tidak semua di antara kita mampu memahami sarana ini untuk membangun kebersamaan, saling membantu, saling tolong menolong, terlebih dalam krisis, karena memang ini krisis kita bersama. Oleh karena itu yang tidak menjadi anggota koperasi kredit sungguh saya sarankan untuk menjadi anggota CU, karena apapun situasi yang kelak akan kita hadapi, kita bisa menyelesaikannya apabila kita masih memiliki simpanan.
Seringkali kita menganggap rendah soal menabung, kebiasaan semacam ini bisajadi tidak kita kenal, oleh karena itu saya mengajak semuanya untuk mulai dengan menabung, bukan sekedar menabung asal-asalan, melainkan harus sedikit dipaksa bahwa kita tidak tahu apa saja yang akan terjadi di kelak kemudian hari.
Saran kepada umat yang terkena PHK sebagai dampak krisis ini?
Saya baru saja bersama dengan teman-teman buruh untuk mendiskusikan pertanyaan ini. Ternyata teman-teman buruh memiliki trik-trik sederhana yang bisa juga kita kerjakan. Saran dari teman-teman buruh yang bisa saya haturkan di sini adalah :
Pertama, “Jangan Takut”. Ini adalah modal awal. Fluktuasi dinamika hidup memang harus kita alami bersama-sama seperti ini. Dalam injil Matius 14:27 tertulis: “Tenanglah Aku ini, jangan takut.” Hidup seperti berada di atas air, dengan gelombang yang begitu mudah terjadi. Tetapi satu hal yang Tuhan sarankan adalah jangan takut, karena kalau kita berada di tengah gelombang dan kita sudah merasa takut apalagi panik dan kalut, kita tidak bisa berkreasi untuk menghadapi kenyataan yang terjadi atau yang kita hadapi. Inilah modal awal. Kita tidak sendirian, melainkan juga bersama yang lain, kesadaran semacam ini juga perlu dipupuk supaya kita tidak kalut, terus-menerus frustasi, dll.
Kedua, kembangkan dalam diri anda semangat “wirausaha”. Apapun bisa kita lakukan untuk berwirausaha, dari modal kecil atau tanpa modal hingga menggunakan modal besar. Kalau kini kita melihat ada begitu banyak pengusaha besar, tentu saja mereka tidak berangkat dari yang besar, melainkan sungguh dari nol. Di sinilah kreativitas kita di uji betul, sikap hati-hati juga diuji.
Ketiga, tentu saja adalah masuk menjadi anggota koperasi. Orang yang terkena PHK biasanya mendapatkan pesangon, atau apapun yang bisa dimiliki. Saya sarankan jangan dihabisi semuanya, melainkan disimpan, ditabung, hingga bisa menjadi modal yang berharga bagi kreasi kita untuk mengisi hidup kelak.
Dari KAJ sendiri, langkah-langkah apa yang telah diambil sebagai antisipasi dampak krisis ekonomi global ini?
Wah siapa yang dimaksud dengan KAJ? Bapa Uskup? Atau Romo Roy (maksudnya Rm. Roy Djakaria,Pr) yang Ekonom? Kalau tujuannya ke Beliau berdua, silahkan anda bertanya sendiri. Tetapi dari Rapat Anggaran KAJ, kelihatan bahwa kami bersama-sama mau sungguh menghemat, misalnya soal biaya rekreasi bersama yang diturunkan, dan masih banyak hal lainnya.
Kalau dari Lembaga Daya Dharma KAJ yang mendampingi para buruh, beberapa langkah yang diambil adalah: (1) Kami membuat pendataan dulu, sebarapa jauh krisis ini sungguh melanda kita bersama – khususnya bagi kaum miskin, buruh, dan lainnya; (2) Dari data itu baru kami putuskan apa saja kegiatan yang akan kami lakukan; (3) Prinsip kami adalah jangan sampai “umat kita” mati karena kelaparan dan krisis. Ini yang mau kami jaga; (4) Kami mau juga bersiap-siap soal “logistik” sejauh diperlukan; (5) Dalam pendampingan buruh, kami menekankan pada sektor pendidikan dan pelatihan wirausaha kecil-kecilan entah itu usaha sablon, pelatihan salon, pelatihan membuat kue, dan sebagainya; (6) Kalau sungguh dibutuhkan modal usaha, kami harus menciptakan sistemnya. Sampai sekarang kami belum memiliki sistemnya, mungkin kami akan bekerjasama dengan koperasi kredit atau lembaga finansial (LKM) yang lain.
Bagaimana perayaan Natal di tengah gelombang krisis ini?
Tetaplah membangun solidaritas dengan mereka yang terkena krisis. Perayaan Natal itu adalah perayaan “Kebahagiaan” – Tuhan ingin mengajak kita semua bersuka cita, karena ternyata bintang itu telah muncul dari timur. Itu berarti harapan baru bagi hidup kita ini dan yang akan datang. Oleh karena itu, marilah kita bagikan pujian dan rasa bahagia kita ini juga dengan mereka yang terkena PHK. Biarlah kebahagiaan yang kita alami atas kasih karunia Allah juga bisa kita rayakan bersama dengan mereka yang kurang beruntung.
Pesan saya, kita bersama-sama mengalami krisis, maka hendaknya kita juga bersama-sama mengatasi krisis ini. Tanpa kebersamaan dan saling tolong menolong, akan sungguh sulit bagi kita untuk mengatasi krisis semacam ini. Maka marilah kita bersama-sama menemukan “Rahmat Tuhan” di balik krisis sekarang ini – Blessisng in disguise. Tuhan pasti memiliki rencana yang jauh lebih hebat dari pada apa yang kita rencanakan sendiri. Kita perlu dengan sungguh memiliki keyakinan/iman bersama-sama dan bukan sendiri-sendiri. Semoga kita makin arif menemukan kehendak Tuhan dalam kebersamaan kita, Amin.