“Aku datang bukan untuk menghakimi dunia melainkan untuk menyelamatkannya.”
(Kis 12:24-13:5a; Yoh 12:44-50)
“Tetapi
Yesus berseru kata-Nya: “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan
percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus Aku; dan
barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku. Aku
telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan. Dan jikalau
seorang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak
menjadi hakimnya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia,
melainkan untuk menyelamatkannya. Barangsiapa menolak Aku, dan tidak
menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah
Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman. Sebab Aku
berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus
Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku
katakan dan Aku sampaikan. Dan Aku tahu, bahwa perintah-Nya itu adalah
hidup yang kekal. Jadi apa yang Aku katakan, Aku menyampaikannya
sebagaimana yang difirmankan oleh Bapa kepada-Ku.” (Yoh 12:44-50), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Yesus adalah Penyelamat Dunia, maka Ia datang ke dunia untuk menyelamatkan dunia seisinya, seluruh ciptaan
yang ada di permukaan bumi atau di alam raya ini. Maka kita semua yang
beriman kepadaNya memiliki panggilan yang sama, yaitu untuk hidup
mendunia atau membumi guna menyelamatkan apa yang ada di permukaan bumi
ini yang tidak selamat. Memang untuk itu pertama-tama dan terutama diri
kita sendiri harus dalam keadaan selamat, agar dapat menyelamatkan yang
lain. Maka marilah jika ada sesuatu yang tidak selamat di
lingkungan hidup kita segera kita selamatkan: tempat yang kotor kita
bersihkan, yang tidak teratur segera kita atur, yang tidak disipilin
kita disiplinkan, dst.. Namun kiranya yang perlu kita utamakan adalah
manusia, misalnya yang bodoh kita ajar dengan tekun dan rendah hati agar
pandai atau cerdas, yang malas kita ingatkan untuk rajin, yang korup
kita tegor dan ingatkan untuk jujur dst.. Yang mendesak pada masa kini
hemat saya adalah para koruptor, dan untuk itu perlu ditertibkan para
peserta didik agar tidak menyontek baik dalam ulangan atau ujian, karena
menyontek hemat saya merupakan pelatihan untuk korupsi. Membiarkan
tindakan para peserta didik untuk menyontek berarti mendidik calon
koruptor. Tindakan korupsi merupakan tindakan pembusukan hidup bersama,
sehingga hidup bersama tidak enak dan tidak nikmat lagi. Marilah kita
berantas tindakan korupsi di bidang kehidupan atau
pelayanan apapun. Kami sungguh prihatin bahwa dua departemen, yaitu
departemen agama dan pendidikan, yang harus mendidik warganegara agar
hidup baik, justru di dalamnya sarat dengan tindakan-tindakan korupsi.
· “Oleh
karena disuruh Roh Kudus, Barnabas dan Saulus berangkat ke Seleukia,
dan dari situ mereka berlayar ke Siprus. Setiba di Salamis mereka
memberitakan firman Allah di dalam rumah-rumah ibadat orang Yahudi.”
(Kis 13:4-5a). Apa yang dilakukan oleh Barnabas dan Saulus kiranya
dapat menjadi teladan atau inspirasi bagi kita semua, yaitu hidup dan
bertindak sesuai dengan dorongan Roh Kudus guna mewartakan atau
memberitakan firman Allah. Kami berharap kita tidak hidup dan bertindak
hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi, melainkan senantiasa
hidup dan bertindak sesuai dengan dorongan/suruhan Roh Kudus, yang
berarti senantiasa hidup baik dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan
firman Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Maka dalam Tahun
Iman ini kami harapkan kita semua giat memperbaharui dan memperdalam
iman kita dengan bantuan firman Allah sebagaimana tertulis di dalam
Kitab Suci. Hendaknya pembacaan dan permenungan firman Allah sebagaimana
tertulis di dalam Kitab Suci digiatkan dan didukung di
lingkungan-lingkungan umat maupun dalam keluarga-keluarga. Tentu saja
para pengkotbah di rumah-rumah atau tempat-tempat ibadat kami harapkan
menyampaikan kotbah bersumber dari Kitab Suci, maka hendaknya apa yang
tertulis didalam Kitab Suci direfleksikan secara mendalam, agar isi
kotbah mengena dan sesuai dengan kebutuhan umat Allah. Dengan kata lain
kebiasaan refleksi atas Kitab Suci kami harapkan menjadi kebiasaan para
pengkotbah maupun pewarta Kabar Baik atau para katekis di lingkungan
Gereja Katolik atau guru agama di masing-masing agamanya. Tanpa refleksi mendalam apa yang tertulis di dalam Kitab Suci akan kurang mengena bagi umat Allah.
“Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, supaya
jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala
bangsa.Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab
Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku
bangsa di atas bumi. “ (Mzm 67:2-3.5)


