Featured Image Fallback

Pengolahan Sampah Plastik Bantu Orang Miskin

/

Seksi Komsos

[Jakarta 5/6/2009] 

Banyak orang berpikir bahwa sampah adalah barang yang menjijikkan dan tidak ada gunanya dan harus dibuang dan dilenyapkan dari pandangan mata. Namun ketika dunia memperingati Hari Lingkungan Hidup se-Dunia pada 5 Juni, Suster Anna Wiwik Soepraptiwi, PK mengatakan bahwa cara itu bukanlah budaya untuk mengolah sampah.

Menurut mantan Pemimpin Provinsi Kongregasi Putri Kasih St. Vincentius de Paul (PK), membakar dan mengubur sampah yang tidak bisa hancur merupakan kebiasaan yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan pada manusia.

Ia menceritakan bahwa sejak 2007, Kongregasinya telah menganimasi sistem pengolahan sampah secara mandiri, produktif, dan ramah lingkungan yang berbasis masyarakat.  Kini semua jajaran di unit pelayanan Kongregasi itu, misalnya sekolah, klinik, panti asuhan dan rumah singgah menerapkan sistem pengolahan sampah yang mengubah sampah plastik menjadi berbagai produk seperti tas, dompet, payung, map surat, tas perhiasan, tas seminar, tas belanja dan casing untuk telepon seluler, rosario, computer, dan lain-lain.  “Semua 94 suster, siswa di sekolah-sekolah yang kami jalankan serta staf dalam pelayanan kami sibuk terlibat dalam gerakan mengumpulkan sampah plastik,” kata Suster Soepraptiwi. “Ada yang diolah sendiri, namun mereka juga mengirim yang lainnya kepada empat keluarga miskin korban gempa di Yogyakarta serta dua keluarga miskin di desa Dasun, Kediri (Jawa Timur), serta kepada beberapa orang yang sudah dilatih untuk menjahit sampah plastik yang sudah dicuci dan dibersihkan itu.”

Produk sampah plastik itu tidak hanya membantu lingkungan hidup tetapi juga keluarga-keluarga miskin yang membantu mengumpulkan, mencuci, dan menjahit sampah plastik itu serta para pelatih yang beberapa kali memberi pelatihan menjahit sampah plastik itu. Produk kerajinan itu dipasarkan lewat internet.   Suster Soepraptiwi mengatakan, peminat hasil karya itu kebanyakan orang asing atau para pekerja di perusahaan asing yang tahu menghargai nilai di balik usaha ini.   Sejumlah produk tidak dijual tetapi dibagikan ke mereka yang rajin mengirim sampah plastik pada para suster.

Titik Sitiasiyah Dwi Astuti, seorang ibu dengan dua anak, memproduksi tas kosmetik dan dompet sejak Januari. “Saya berterima kasih kepada para suster yang memberikan saya kesempatan untuk memiliki pendapatan lebih dan untuk melestarikan lingkungan dengan mengurangi sampah plastik,” kata wanita Muslim dari Yogyakarta itu.

Lorentia Lilik Sriwahyuningsih dari Kediri mulai membuat tas, dompet, dan tas untuk rosario serta pensil bulan lalu. Ia mengatakan bahwa ia senang memberi sumbangan untuk pengurangan sampah plastik yang nampak bertumpuk di TPA di Kediri, dan ia menambahkan bahwa ia sangat mencintai lingkungan hidup.

Namun, para suster itu bukan satu-satunya yang membuat sampah menjadi bermanfaat.  Di Surabaya, juga di Jawa Timur, SD St. Theresia I mendaur ulang sampah plastik dan kertas sejak 2006. “Tujuannya untuk mengurangi jumlah sampah di TPA dan membuat sesuatu yang lebih berharga dan bermanfaat,” kata Kristoforus Agus Pujianto, seorang guru, kepada UCA News saat pameran lingkungan hidup yang berlangsung 28-31 Mei di Jakarta.  Sekolah itu termasuk dari 251 lembaga yang berpartisipasi dalam acara tahunan yang diadakan oleh Kementrian Lingkungan Hidup untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup se-Dunia tersebut. Pada pameran itu, sekolah itu memamerkan tas, payung, bunga, tikar, dan dompet, semua terbuat dari bahan plastik dengan menggunakan metode 3R (re-use, reduce dan recycle), demikian Pujianto.

Selain daur ulang sampah plastik dan kertas, sekolah itu juga memasukan isu lingkungan hidup ke dalam kurikulumnya sejak 2007 untuk meningkatkan kesadaran para siswa akan alam sekitar mereka, lanjutnya. Kurikulum ini mengajak para siswa untuk memelihara lingkungan hidup. Misalnya, mereka pergi ke sungai dan menganalisa penyebab air kotor.  Pujianto juga mengatakan bahwa sekolahnya secara aktif mengadakan kampanye menentang produk-produk plastik dan menyatakan bahwa sekolah itu merupakan satu-satunya sekolah di Indonesia yang bebas plastik. “Kami tidak mengijinkan para siswa menggunakan tas plastik dalam berbagai kegiatan sekolah,” katanya, seraya menambahkan bahwa sekolah juga tidak menjual makanan berbungkus plastik sejak 2007.

Sumber:  Situs Mirifica, Komisi Komsos KWI

Artikel Serupa

Featured Image Fallback

Hari Bumi – Earth Day

/

Seksi Komsos

22 APRIL – HARI BUMI (EARTH DAY) Hari Bumi atau Earth Day diperingati pada 22 April setiap tahunnya.  Penggagas Hari Bumi adalah Senator Amerika Serikat ...
SELENGKAPNYA
Featured Image Fallback

Ibadat untuk HARI BUMI

/

Seksi Komsos

22 April 2015 “Gunung-gunung dan sungai-sungai dan segala yang hidup, langit dan matahari dan bulan serta awan, semua membentuk kehadiran yang suci, berdaya menyembuhkan, dan ...
SELENGKAPNYA