Pengantar
“Tak kenal maka tak sayang”, sebuah pepatah lama yang kita kenal bersama. Maka berdasar pada pepatah ini, saya juga ingin memperkenalkan diri saya kepada para Pembaca Sabitah supaya saya disayang. Nama saya Romo Agustinus Sattu, OMI. Saya lahir dan besar di Balikpapan, Kalimantan Timur. Saya menyelesaikan pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA di Balikpapan, dan kemudian melanjutkan ke Seminari Menengah Stella Maris, Bogor. Setelah menyelesaikan pendidikan di Bogor, saya melanjutkan ke Seminari Tinggi OMI di Condong Catur, Yogyakarta. Saya ditahbiskan menjadi Imam pada 07 Desember 2003 di kampung halaman saya, Balikpapan, bersama Romo Henricus Asodo, OMI dan Romo Antonius Widiatmoko, OMI. Setelah menerima tahbisan, saya ditugaskan menjadi Pastor Pembantu di Paroki St. Petrus dan Paulus, Balikpapan sampai tahun 2007. Pada 17 Mei 2007, Provinsial OMI Indonesia menugaskan saya menjadi Pastor Paroki St. Stefanus, Malinau, Kalimantan Timur bagian utara sampai sekarang.
Sekilas Paroki Malinau
Paroki Malinau adalah Paroki yang berada di Kabupaten Malinau, sebuah kabupaten di bagian utara Kalimantan Timur. Perjalanan ke Malinau dapat ditempuh dengan speedboat dari Tarakan selama 3 jam perjalanan. Pada awalnya, Paroki Malinau adalah sebuah tanah misi yang dibuka oleh Misionaris OMI dari Italia pada tahun 1976. Sebagai tanah misi yang baru dan luas, Malinau menjadi lahan pelayanan yang memerlukan keberanian, pengorbanan, dan kesetiaan. Mendengar langsung dari para Pastor OMI yang pernah berkarya di pedalaman Kalimantan Timur sampai saat ini, terbayang betapa sulit dan membahayakannya pelayanan ini. Tetapi dengan semangat untuk mewartakan Injil kepada orang miskin, para Misionaris OMI pertama ini bertekun dalam melayani umat sampai akhirnya tanah misi ini menjadi sebuah Paroki. Paroki Malinau menjadi sebuah “Harta Terpendam” OMI di tengah hutan Kalimantan, karena memendam berbagai “kekayaan” Gereja: Alam yang indah, anak-anak masa depan Gereja, berbagai budaya suku Dayak tempat berkembangnya Kerajaan Allah, dan keterbukaan umat menerima Kabar Gembira Keselamatan Allah.
Paroki Santo Stefanus, Malinau
Paroki Malinau memakai nama Pelindung St. Stefanus. Paroki St. Stefanus, Malinau ini memiliki 14 Stasi yang tersebar di 3 Kecamatan. Mayoritas umat Paroki St. Stefanus adalah orang-orang Dayak yang masih dibagi lagi dalam suku-suku Dayak yang satu sama lain berbeda budaya dan bahasa. Selain orang Dayak, ada juga pendatang dari berbagai daerah di Indonesia. Sebagian besar umat bekerja sebagai petani ladang yang berpindah-pindah. Mereka hanya panen 1 x dalam setahun. Umat bersama masyarakat bekerja bersama untuk mengolah dan memanen hasil ladang mereka. Hari-hari hidup mereka digunakan untuk membuka lahan di hutan, menanam padi, mencari kayu di hutan, dan berburu. Pola hidup ini berulang-ulang terus sampai ke anak cucu, sehingga tampak monoton dan tidak berkembang. Inilah hidup mereka. Ada juga yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) – pekerjaan yang sangat diimpikan oleh masyarakat karena sangat menjanjikan masa depan yang cerah, dan dengan gaji yang sangat besar pula. Tetapi pekerjaan ini sangat sulit karena menuntut pendidikan yang tinggi bagi mereka yang ingin mendaftar, sehingga hanya sedikit orang saja yang dapat mencapai pekerjaan impian ini.
Asrama “Lahai Bulaan”
Pada waktu mulai berkarya di tengah-tengah orang Dayak di Malinau, para Pastor OMI melihat bahwa masa depan Paroki Malinau tergantung dari anak-anak muda di Paroki ini. Tetapi para Pastor OMI juga melihat adanya keprihatinan besar bahwa orangtua tidak memperhatikan pendidikan anak-anak mereka. Orangtua cenderung membiarkan anak-anak mereka bertumbuh secara alamiah di kampung, di sungai, dan di hutan, sehingga anak-anak tidak memiliki bekal pendidikan yang cukup untuk menghadapi masa depannya. Menanggapi keprihatinan ini, para Pastor OMI mengambil inisiatif untuk mengumpulkan anak-anak Dayak dan menyekolahkan serta mendidik mereka di asrama. Pada awalnya karya asrama ini berjalan sangat sulit, orangtua tidak terlalu mendukung karena mereka merasa kehilangan tenaga yang dapat menghasilkan uang untuk keluarga. Anak-anakpun tidak betah di asrama. Bisa dibayangkan anak-anak yang sebelumnya bebas mau kemana saja dan buat apa saja, sekarang harus ke sekolah untuk belajar, dan mengikuti aturan hidup di asrama yang dibuat oleh Pastor. Awalnya, sangat berat untuk mengumpulkan dan mempertahan supaya anak-anak betah tinggal di asrama. Tetapi lambat laun anak-anak mulai mengerti dan mau tinggal di asrama. Sampai saat ini asrama masih tetap berjalan walaupun dengan tertatih-tatih. Pastor sebagai Pengelola Asrama mengalami kesulitan mencari tenaga pendamping anak-anak dan juga biaya untuk pengelolaan asrama. Hampir semua anak asrama saat ini tidak membayar biaya asrama. Pada awalnya mereka memang tidak diminta untuk membayar biaya asrama, tetapi ketika Pastor juga mengalami kesulitan dana, maka Pastor meminta sumbangan beras atau sayur sukarela dari keluarga mereka. Terkadang Pastor tidak mendapatkan apa-apa, maka Pastor harus mencari dana untuk pengelolaan kehidupan di asrama. Anak-anak mau sekolah saja sudah merupakan hal yang menguntungkan bagi para Pastor – walaupun dengan begitu para Pastor harus bekerja keras mencari dana untuk mereka. Karya asrama telah memberi kebanggaan bagi Gereja dan juga masyarakat, karena anak-anak yang telah lulus dari asrama saat ini ada yang menjadi Pegawai Negeri Sipil, Kepala Desa, Kepala Adat Besar, Polisi, Perawat, Bidan, calon Dokter, dan masih banyak profesi lainnya lagi. Tentunya, pencapaian ini menjadi kebahagiaan tersendiri.
Kebahagiaan, Kegembiraan, dan Penghiburan dalam Pelayanan
Berkarya di pedalaman Kalimantan Timur memberikan banyak pengalaman kebahagiaan kepada saya. Beberapa pengalaman kebahagiaan yang saya dapatkan adalah:
Umat Merindukan Keselamatan Allah
Umat Katolik di Malinau adalah orang-orang sederhana sehingga pengetahuan dan pemahaman mereka tentang iman Katolik juga sederhana. Mereka dibaptis tanpa banyak mengetahui tentang iman Katolik, tetapi dalam hidup sehari-hari mereka menunjukkan bahwa mereka percaya kepada Allah dan merindukan Keselamatan Allah. Hal ini tampak dalam hidup mereka yakni setiap hari Sabtu mereka yang bekerja di ladang jauh dari kampung, pasti pulang ke kampung supaya pada hari Minggu dapat ke Gereja untuk Misa atau Ibadat Sabda. Semua Stasi di Paroki Malinau mengadakan Perayaan Ekaristi atau Ibadat Sabda serentak pada pkl. 09.00 WITA, sehingga semua umat sudah hafal waktu doa mereka di hari Minggu. Di saat-saat sibuk bekerja di ladang, mereka tetap ingat Tuhan, mereka pulang ke kampung untuk berdoa bersama dengan umat yang lain.
Menjadi Berkat
Kebahagiaan menjadi imam adalah dapat memberikan berkat Allah untuk umatNya. Ada kebiasaan baik di sini bahwa setiap anak yang belum menerima Komuni dalam Perayaan Ekaristi selalu meminta berkat dari Pastor. Mereka belum mau pulang jika belum mendapat berkat Pastor. Orangtua juga mendorong anak-anaknya untuk meminta berkat dari Pastor. Selain itu, setiap kali menempati rumah baru, umat mulai sadar untuk minta berkat dahulu dari Pastor bagi rumah mereka. Juga setiap kali memiliki benda-benda rohani yang baru, mereka minta berkat dari Pastor. Umat juga memohon doa dan berkat untuk anggota keluarga mereka yang sakit, usaha yang akan mereka mulai, persiapan ujian, mencari kerja, dll. Ini semua menjadi kegembiraan karena umat mulai menyadari untuk melibatkan Allah dalam hidup dan karya mereka. Mereka meminta berkat Allah supaya Allah sendiri hadir dalam hidup dan karya mereka.
Berbagi Cerita dan Tawa
Umat Katolik yang sebagian besar adalah orang Dayak sangat mengagungkan tamu. Setiap tamu yang datang pasti mereka sambut dengan penuh keramahan dan kekeluargaan. Mereka juga akan berusaha sedapat mungkin untuk menjamu tamu mereka dengan makanan khas mereka. Setiap kali mengunjungi mereka, saya merasakan kehangatan sambutan mereka. Jika mereka tahu jadwal kunjungan saya, mereka akan datang dan berbagi cerita kehidupan mereka. Banyak hal yang saya dapatkan dari pengalaman mereka. Kami juga saling berbagi cerita lucu yang kami alami sehingga dapat tertawa bersama. Ternyata, kehadiran, kebersamaan dan kesederhanaan juga dapat memunculkan kebahagiaan, tidak harus menunggu sampai banyak harta baru kita dapat tertawa. Pengalaman kebersamaan ini dapat saling meneguhkan iman, kekeluargaan, dan persatuan kami.
Anak-anak Harapan Gereja
Anak-anak di seluruh Paroki sangat banyak. Setiap keluarga rata-rata memiliki banyak anak, sehingga di setiap Stasi ramai dengan anak-anak. Ini menjadi harapan Gereja bahwa anak-anak kelak akan meneruskan kehidupan Gereja. Tetapi juga menjadi suatu tantangan dalam memberikan bekal iman kepada anak-anak. Di setiap Stasi ada kegiatan Sekolah Minggu untuk anak-anak, tetapi kesulitan yang dihadapi adalah bahwa tidak semua Stasi mempunyai Pembina Sekolah Minggu sehingga ada Stasi yang hanya mengisi Sekolah Minggu mereka dengan bernyanyi antar anak-anak saja. Anak-anak yang sudah kelas 5 atau 6 SD dapat mengajak adik-adik mereka bernyanyi bersama. Inilah situasi mereka. Mereka sangat menikmati setiap kali pertemuan Sekolah Minggu ini. Dapat dibayangkan jika mereka mendapatkan pendidikan iman yang cukup untuk bekal mereka menghadapi masa depan, maka mereka bisa menjadi kebanggaan bagi masyarakat, keluarga, dan Gereja.
Doa Rosario di Setiap Stasi
Setiap bulan Mei dan Oktober, seluruh Stasi menjalankan doa Rosario dari rumah ke rumah secara bergiliran. Ketua-ketua Stasi membuat jadual untuk setiap stasi mereka, sehingga setiap rumah mendapat giliran menjadi tuan rumah Doa Rosario. Banyak umat yang hadir dalam doa Rosario ini. Kebiasaan ini telah berlangsung sejak lama dan sangat hidup dalam diri umat. Mereka sangat menantikan bulan Mei dan Oktober ini. Setiap kali memasuki bulan-bulan ini umat langsung menghubungi Ketua Stasi untuk memasukkan rumah mereka dalam jadwal giliran Doa Rosario ini. Mereka juga menyampaikan doa keluarga mereka supaya didoakan bersama dalam Doa Rosario ini. Dengan berdoa Rosario bersama ini, umat dapat saling mendukung, saling menguatkan, saling mendoakan, dan saling meneguhkan dalam iman.
Setia Seumur Hidup
Kekhasan yang tampak dalam setiap Stasi di Paroki Malinau adalah banyaknya pasangan-pasangan suami-istri yang telah hidup bersama sampai usia lanjut perkawinan mereka. Ini menjadi tanda kesetian mereka satu sama lain. Di kampung mereka hidup dengan sangat sederhana. Mereka juga berjuang membesarkan anak-anak mereka bersama. Usia mereka di kampung juga mencapai usia lanjut. Mereka sehat, mungkin karena makan makanan hijau dan juga rajin bekerja. Melihat mereka yang telah mencapai usia lanjut dan hidup setia satu sama lain dalam hidup perkawinan, memunculkan kekaguman dalam hati saya dan juga kebahagiaan bahwa mereka yang hidup sederhana sekalipun mampu menunjukkan kesetiaan dalam perkawinan mereka. Ini juga menjadi teladan bagi pasangan-pasangan muda untuk juga setia satu sama lain dalam hidup perkawinan mereka. Kesetiaan mereka juga meneguhkan saya untuk setia dalam panggilan Yesus yang telah saya jawab menjadi imam-Nya, semoga teladan kesetiaan mereka menjadi kesetiaan kita juga.
Tokoh-tokoh Gereja yang Membanggakan
Dalam melayani umat di Paroki St. Stefanus, Malinau, saya dibantu oleh sedikit umat yang sangat aktif dalam setiap Stasi. Meski demikian, kehadiran mereka sangat membantu perkembangan iman umat di Stasi-Stasi. Dengan keterbatasan kemampuan, mereka telah menjadi pemimpin doa, guru, dan Pengurus Stasi. Di tengah-tengah kesibukan mencari nafkah dan mengurus keluarga, mereka masih menyempatkan waktu untuk mengurus umat di Stasi masing-masing. Mereka menjadi tokoh-tokoh Gereja yang dapat dibanggakan. Pengorbanan, pelayanan, dan keiklasan mereka untuk mengurus Stasi memberikan keteguhan bagi saya untuk juga melayani umat secara total. Mereka saja mau berkurban untuk umat, apalagi saya yang sudah berikrar untuk melayani Yesus dengan total. Kehadiran dan keterlibatan mereka dalam Stasi sangat membantu perkembangan iman umat. Walaupun sedikit, mereka tetap menjadi pejuang iman yang tangguh.
Alam yang Indah, Udara yang Segar, dan Air yang Jernih
Keistimewaan daerah pedalaman adalah alamnya yang indah, udaranya yang masih sangat segar, dan airnya yang jernih. Bangun tidur yang terlihat adalah hutan yang hijau, udara yang segar, dan air yang mengalir jernih. Semua ini menjadi kebahagiaan tersendiri dalam mewartakan Injil di tengah hutan Kalimantan. Umat sangat bergantung dari alam. Mereka hidup dari alam, dan alam sangat memanjakan mereka. Setiap hari mereka pergi ke hutan untuk mencari kebutuhan hidup harian, dan setelah mendapatkan keperluan hariannya, mereka pulang ke rumah. Tidak banyak tuntutan dalam hidup, dan mereka bahagia dengan semua yang ada walaupun dalam keterbatasan. Allah menyediakan segala yang mereka perlukan. Allah sangat menyayangi mereka dengan memberikan alam supaya mereka dapat hidup. Alam yang indah menjadi sumber kehidupan mereka, maka umat juga punya tanggung jawab untuk menjaga alam yang telah menghidupi mereka. Saat ini banyak ajakan untuk menjaga alam, dan umat juga tampak terlibat. Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau juga selalu menghimbau untuk menjaga alam, dan juga mulai membuka jalan-jalan baru menuju ke kampung-kampung terdekat sehingga saat ini banyak kampung mempunyai akses jalan ke pusat Kabupaten. Semoga dengan segala kemudahan ini, umat dapat semakin mencintai Allah yang telah lebih dahulu mencintai mereka dengan memberikan alam kepada umat.
Penderitaan, Kesulitan, dan Tantangan
Selain kegembiraan yang saya alami dalam melayani umat, tentu juga ada penderitaan, kesulitan, dan tantangan yang timbul, seperti:
1. Luasnya Wilayah Pelayanan
Paroki Malinau terdiri dari 14 Stasi yang tersebar luas dalam 3 Kecamatan. Seluruh Stasi memulai kegiatan doa pada hari Minggu serentak jam 09.00 WITA. Umat sangat merindukan Ekaristi Kudus pada hari Minggu, tetapi karena keterbatasan Imam, maka hanya di beberapa Stasi saja yang dapat merayakan Perayaan Ekaristi. Stasi lain melaksanakan ibadat. Sedapat mungkin semua Stasi merayakan Ekaristi satu bulan sekali. Itu pun masih dengan beberapa catatan bahwa Imam ada di Paroki. Luasnya wilayah membuat pelayanan tidak dapat dilaksanakan serentak. Umat mengerti situasi Imam yang melayani seluruh Paroki seorang diri sehingga umat tidak banyak mengeluh dan tetap mengikuti Ibadat Sabda yang dipimpin oleh Pemimpin Ibadat setempat. Hal ini menyedihkan tetapi tetap harus dijalani.
2. Sulitnya Tenaga-tenaga dalam Pelayanan
Setiap Stasi idealnya mempunyai Pemimpin Ibadat sendiri, mempunyai guru-guru agama Katolik di sekolah-sekolah, mempunyai guru-guru Sekolah Minggu, mempunyai penggerak OMK, dan juga mempunyai penggerak ibu-ibu. Tetapi fakta di lapangan berbicara lain. Untuk mencari guru-guru agama di sekolah pun sangat sulit, belum lagi tenaga yang lain. Sehingga jika ada satu atau dua orang yang terlibat di Gereja, maka merekalah yang akan menjadi andalan seluruh kegiatan di Stasi-Stasi. Pelayanan seperti ini pasti tidak akan maksimal, tetapi inilah kenyataan yang ada. Sehingga setiap Stasi mencoba mengurus Stasi mereka sendiri dengan tenaga yang ada. Putra-putri asli daerah yang diharapkan mampu memajukan kampung mereka seringkali tidak banyak bergerak sehingga kegiatan berjalan perlahan. Belum lagi mereka yang diharapkan mampu memimpin di kampong ternyata memilih untuk pergi ke tempat lain karena urusan mereka. Kekurangan tenaga ini menjadi kesulitan yang cukup berat untuk diatasi.
3. Penikahan Dini
Dalam beberapa Stasi ada kecendrungan bahwa orang tua menikahkan anak mereka di usia muda. Keadaan ini sangat memprihatinkan karena anak-anak mereka belum siap untuk menjadi orangtua. Mereka juga, sebagai ibu atau bapak muda, tidak tahu bagaimana mengasuh anak yang baik, mereka merawat anak mereka secara alamiah, mengalir dari hari ke hari. Ada juga beberapa orangtua yang menikahkan anak mereka demi “Purut” (mas kawin) yang besar, tanpa memikirkan masa depan anak-anak mereka. Situasi ini sangat memprihatinkan. Walaupun telah dijelaskan berkali-kali supaya menyekolahkan anak mereka dahulu supaya mempunyai masa depan anak yang cerah, tetapi tetap saja mereka mengikuti keinginan mereka sendiri apalagi ada iming-iming “mas kawin” yang besar. Saya merasa kasihan dengan anak-anak mereka yang harus menikah dalam usia muda, tetapi saya sendiri tidak tahu harus bagaimana mengatasi masalah ini. Saya tetap berjuang untuk menyadarkan para orangtua supaya tidak menikahkan anak mereka cepat-cepat, dan mendorong orangtua supaya berjuang menyekolahkan anak-anak mereka supaya mempunyai masa depan yang cerah. Beberapa anak yang pintar saya sekolahkan. Saya mencarikan orangtua asuh bagi mereka, sehingga anak-anak dapat memperoleh pendidikan yang cukup untuk bekal mereka ke depan. Ini berarti saya harus kerja ekstra untuk mencari orangtua asuh yang bersedia membiayai pendidikan mereka. Inilah kesulitan dan tantangan saya.
4. Kurangnya Sarana Doa dan Peribadatan
Paroki Malinau memiliki 14 Stasi. Dari 14 Stasi ini, 10 Stasi telah memiliki gedung gereja sederhana, sedangkan 4 Stasi lainnya tidak memiliki gedung gereja. Umat yang belum mempunyai gereja berdoa di rumah umat, dan ada satu Stasi yang harus berdoa di kolong rumah salah satu umat. Situasi ini jelas kurang mendukung suasana doa, tetapi Stasi belum mampu membangun gereja yang pantas untuk mereka. Mereka sering meminta kepada Paroki untuk membangun gedung gereja sebagai Stasi mereka tetapi sampai saat ini Paroki juga belum mampu. Paroki sendiri pun masih kesulitan menghidupi kegiatan-kegiatan Paroki yang ada. Sampai saat ini Paroki Malinau masih meminta subsidi dari Keuskupan untuk kehidupan harian Paroki sehingga sangat sulit untuk membantu Stasi membangun gereja mereka. Gereja Paroki yang dipakai saat ini adalah bangunan gereja dari tahun 1977. Dapat dibayangkan bagaimana tuanya gereja itu. Gereja pernah dicat ulang supaya tampak lebih bersih, tetapi tetap saja perlu perbaikan-perbaikan. Ada rencana untuk membangun gereja Paroki yang baru tetapi sampai sekarang masih hanya menjadi rencana, belum tahu kapan dapat terwujud. Terlalu sulit mencari dana dari umat untuk membangun gereja Paroki yang baru. Inilah situasi gereja-gereja di Stasi-Stasi Paroki Malinau yang serba terbatas.
Harapan ke Depan
Berhadapan dengan kegembiraan-kegembiraan dan kesulitan-kesulitan yang ada dalam Paroki, tetap saja muncul harapan-harapan yang memberi kekuatan baru untuk menjadikan Paroki lebih baik ke depannya. Beberapa harapan yang muncul:
1. Umat Bersatu dan Dewasa dalam Iman
Sebagai murid Yesus, umat diharapkan dapat mewujudkan Kerajaan Allah dan bersama-sama membangun Paroki. Umat juga diharapkan sadar akan tanggung jawab mereka sebagai murid Yesus yang harus melaksanakan perintah-perintah Allah. Mereka sadar untuk berdoa bersama umat yang lain, ke gereja pada hari Minggu, berdoa Rosario bersama, mendorong anak-anak ikut kegiatan Sekolah Minggu, dan masih banyak yang lain yang dapat mereka lakukan. Kebiasaan-kebiasaan baik yang telah hidup dalam diri umat memberi harapan bahwa umat akan semakin maju dan dewasa dalam iman.
2. Anak-anak Mendapat Pendidikan yang Layak
Anak-anak adalah harapan Gereja. Jika anak-anak mendapat pendidikan yang layak, maka mereka dapat mengembangkan diri mereka dan juga mengembangkan Gereja. Orangtua boleh tetap menjadi petani, tetapi anak-anak mereka dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan. Orangtua tidak dapat membaca, tetapi anak-anak pandai membaca bahkan dapat berbahasa Inggris walaupun hanya beberapa kata. Anak-anak menjadi harapan Gereja ke depan.
3. Memiliki Tenaga Pastoral yang Handal dan Setia
Umat di Stasi-Stasi sangat memerlukan pelayanan pastoral, maka tenaga pastoral sangat dibutuhkan. Ada harapan bahwa anak-anak muda sekarang dapat membekali diri mereka dengan berbagai kemampuan sehingga dapat menjadi petugas pastoral yang tangguh entah sebagai guru agama Katolik, guru sekolah minggu, pendamping kaum muda, pendamping ibu-ibu Stasi, dan pemimpin ibadat. Sungguh membahagiakan jika setiap Stasi memiliki tenaga-tenaga pastoral seperti ini dan setia melayani umat di Stasi-Stasi. Jika ini terwujud, iman umat terpelihara dan umat akan menjadi saksi-saksi Kristus di tengah masyarakat.
4. Alam yang Terjaga dan Indah
Alam yang telah memberi kehidupan kepada umat harus tetap terjaga dan indah sehingga tetap dapat memberi kehidupan kepada umat. Menyadari pentingnya alam ini, maka umat harus selalu menjaga alam ini. Umat juga harus menumbuhkan dalam diri mereka kesadaran untuk cinta pada alam yang telah memberikan kehidupan kepada mereka. Jika alam terjaga, maka kehidupan umat juga terjaga.
Penutup
Inilah Paroki Malinau, salah satu “Harta Terpendam” OMI yang belum sepenuhnya diolah karena berbagai macam keterbatasan, tetapi sebagai murid-murid Yesus, kita percaya bahwa Allah mengutus kita untuk menghadirkan keselamatan-Nya di bumi Kalimantan ini. Kita juga percaya bahwa Allah yang telah memulai karya yang baik dalam hidup kita, Dia juga yang akan menyelesaikannya. Allah akan mengutus dan melibatkan banyak orang untuk ikut menghadirkan karya Keselamatan-Nya. Maka kita juga percaya Allah melibatkan kita semua, Anda dan saya, untuk ikut menyelamatkan bersama Putera-Nya. Semoga tulisan singkat ini memberi gambaran kepada para Pembaca Sabitah akan karya OMI di Paroki St. Stefanus, Malinau yang masih sangat membutuhkan bantuan kita semua. Semoga Yesus menggerakkan kita semua untuk juga terlibat dalam karya keselamatan-Nya ini di bumi Kalimantan. Tuhan Yesus memberkati, Bunda Maria melindungi.
Tertarik untuk ikut membantu karya-karya OMI di Paroki St. Stefanus, Malinau?
Silahkan hubungi:
Romo Agustinus Sattu, OMI & Romo G. Basir Karimanto, OMI
Pastoran Katolik St. Stefanus
Jln. Raja Pandita, Rt.VII, No.11A
Tanjung Belimbing
Malinau 77154
Kalimantan Timur
Tel: 0553 21232 (Pastoran Malinau)
Rekening Bank BRI Unit Malinau, Tarakan
a/c 361-501-002-003-507
a/n Paroki Santo Stefanus, Malinau
(Kontribusi: Rm. Agustinus Sattu, OMI, Pastor Kepala Paroki St. Stefanus, Malinau – Seperti yang terbit di Majalah Sabitah Edisi 46, 47, 49)