Mendengar permintaan khusus itu, tiba-tiba wajah sang aktor berubah. Ia diam sejenak. Lalu katanya, “Saya setuju dengan permintaan ini, tetapi dengan satu syarat, yaitu setelah saya selesai membaca, pastor juga akan melakukan hal yang sama.”
“Saya?” kata pastor itu terkejut. “Saya bukan pembicara profesional. Tetapi karena Anda menghendakinya, baiklah saya nanti juga akan mencobanya.”
Maka kemudian sang aktor itu dengan segala keahliannya mendeklamasikan Mazmur 23. Seluruh hadirin terpesona mendengarnya.
Akhirnya, tiba giliran sang pastor. Ia mendaraskan mazmur itu dengan suara yang lembut bergelombang. Tetapi ketika ia kembali untuk duduk, ia menjadi heran, karena tak seorang pun hadirin yang tidak meneteskan air mata. Semua terlihat terharu dan mengusap matanya.
Sang aktor kemudian berdiri. Dengan suara gemetar, ia berkata: “Hadirin yang terhormat, saya telah memikat mata dan telinga Anda, tetapi bapak pastor ini telah memikat hati kita. Yang membuat kami berbeda adalah saya mengetahui mazmur itu, tetapi dia mengenal Sang Gembala itu.” (tony castle)
Sumber: Sebuah Apel, Rudi Rahkita Jati, OMI, Penerbit: Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 2006