Judul Buku : Tanda – Kata, Angka, & Nada
Penulis : Rm. Jost. Kokoh, Pr
Penerbit : Kanisius, 2009
Isi : 304 halaman
Hidup manusia ternyata tidak lepas dari tanda, baik itu yang diberikan oleh alam, kehidupan sehari-hari, juga oleh Sang Pencipta. Setiap bangsa dan suku juga memiliki tanda-tanda itu. Mereka meyakini, membuat komitmen, lalu menganggap tanda tersebut sebagai sesuatu yang sakral.
Apabila binatang sejenis kumbang bernama garengpung sudah berbunyi di mana-mana, sebagian besar masyarakat meyakini bahwa musim hujan hampir rampung. Para petani mempersiapkan benih palawija untuk ditanam. Tetapi memang, perubahan iklim yang ekstrim bisa mengacaukan tanda tersebut. Dengan kenyataan itu cepat atau lambat mereka akan mencari tanda lain untuk mengetahui perubahan musim. Pada dasarnya manusia dicipta untuk menjadi mahluk yang cerdas.
Jika seorang wanita yang telah bersuami tiba-tiba sering mual, tidak punya nafsu makan, inginnya makan buah-buahan, atau menikmati makanan yang ‘aneh’, itu sebagai tanda bahwa di rahimnya telah tumbuh janin. Tanpa diperiksa USG pun orang sudah tahu.
Bagi bangsa Indonesia, angka 17 dan 45 boleh jadi merupakan angka ‘keramat’. 17 adalah tanggal di mana teks proklamasi dibacakan, dan angka 45 adalah tahunnya. Angka 8, bulan peristiwa tersebut, entah kenapa jarang disebut. Bagi masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah, angka 7 juga termasuk ‘keramat’. Mereka menciptakan ritual mitoni (selamatan 7 bulan usia kandungan). ANgka 7 (tujuh) dalam Bahasa Jawa dibaca pitu. Jadi jelas maknanya, mereka memohon pitulungan (pertolongan) kepada Allah agar memberkati calon bayi di dalam kandungan.
Dengan kejelian yang tinggi dan ketelatenan mengumpulkan ratusan referensi berkaitan tanda-tanda tersebut, Rm. Jost. Kokoh, Pr penulis buku ini telah mengingatkan kita sebagai pembaca pentingnya mengingat kembali tanda-tanda kehidupan. Bukan sekedar othak-athik gathuk (menghubung-hubungkan dan mencocok-cocokkan). Lebih dari itu, dalam hidup ini sesungguhnya satu dengan yang lain berhubungan. Jika diangkat ke matra yang lebih tinggi, antara Allah Sang Pencipta, alam kehidupan dan manusia sebagai ciptaanNya, pasti ada benang merahnya. Satu dengan yang lain tak bisa dilepaskan.
Dalam buku ini ada 3 matra yang jadi perhatian penulis. Yakni matra kata, angka, dan nada. Sebagai contoh, pada matra angka, ternyata ada 3S yang dimiliki oleh Yohanes Pembaptis. Sederhana, Sendiri, dan Setia. Dalam Injil Lukas (Luk 19:1-10), diceritakan sosok pemungut cukai bernama Zakeus. Oleh Rm. Kokoh, tokoh yang oleh bangsanya sendiri dikutuk itu, ternyata pernah melaksanakan “Panca Sila” jauh sebelum Pancasila dicetuskan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945.
Sila Pertama yang dilakukan Zakeus adlah “Berusaha”. Untuk melihat Yesus ia harus naik ke atas pohon. Kedua, “Sadar Diri”. Tubuhnya pendek. Ketiga, “Rendah Hati”, merasa sebagai orang berdosa. Keempat, “Bersukacita”, karena Yesus berkenan singgah di rumahnya. Dan kelima, “Peduli” – ia berjanji kepada Yesus untuk mengembalikan harta yang telah ia ambil semena-mena dari bangsa Yahudi.
Jika Anda bosan membaca buku panduan Bulan Kitab Suci, percayalah, membaca buku ini jauh lebih mengasyikkan dan dampaknya kita diajak rajin membuka-buka Kitab Suci. Karena semua tanda-tanda yang oleh Rm. Kokoh di othak-athik-gathuk-kan itu diambil dari Kitab Suci. Begitu tahu, kita akan ngeh. Dan ada keinginan untuk membuka ayat-ayat yang lain. Siapa tahu kita pun juga bisa menemukan tanda-tanda lain yang ada kaitannya dengan hidup kita sendiri. (B. Sardjono)
(Sumber: Rubrik Memilik Buku, Majalah Utusan No. 09, Tahun ke-59, September 2009)