Salah seorang tua, seorang guru fisika, berkata: “Saya kira kita dapat membuat perbedaan di dalam hidup anak-anak kita jika kita menjadi penyala lampu.”
Ia menjelaskan. “Menjelang peralihan abad, seorang penyala lampu pergi berkeliling ke jalan untuk menyalakan lampu-lampu jalan. Ia membawa sebatang galah yang panjang dengan sebatang lilin kecil di ujungnya yang digunakan untuk menyalakan lampu-lampu sumbu. Namun, dari kejauhan engkau tidak dapat melihat penyala lampu dengan sangat baik. Cahaya dari satu lilin kecil tidak begitu terang di tengah-tengah kegelapan malam.”
“Akan tetapi,” ia melanjutkan, “engkau dapat mengikuti pergerakan penyala lampu ketika ia menyusuri sepanjang jalan. Kehadiran lilinnya hampir tidak kelihatan sampai cahaya lilin itu bergabung dengan cahaya lampu-lampu jalan yang baru saja dinyalakan. Seberkas cahaya menghilangkan sebagaian dari kegelapan malam, dan saat melihat ke belakang, engkau dapat menyaksikan bahwa sinar cahaya lampu-lampu jalan membuat seluruh jalan terang bagaikan siang. Dengan demikian, kegelapan dihalau.”
Lalu para orangtua itu bersorak hampir menyerupai sebuah paduan suara. “Itu dia! Kita akan menjadi penyala lampu bagi anak-anak kita. Kita akan menjadi model peran mereka. Kita akan memberikan nyala kita sendiri untuk menyalakan lampu kebijaksanaan dalam diri setiap anak, dan dengan cinta, kita menyediakan minyak yang diperlukan untuk menghidupkan dan mempertahankan nyalanya. Dengan demikian, kita akan menolong mereka untuk menjadikan diri mereka sendiri cukup terang sehingga mampu mengalahkan kegelapan dan ketidak berdayaan dunia mereka.”
Sumber: Percikan Kebijaksanaan, Brian Cavanaugh, TOR, Obor, 2003