A. Pembentukan Intelektual dan Spiritual Para Imam
Di masa sekarang ini banyak para novis dan seminaris yang mengabaikan satu atau lebih aspek dari latihan pembentukan mereka untuk menjadi imam. Beberapa dari mereka kurang berusaha dalam studi yang sesungguhnya dapat membantu mereka untuk menjadi seorang imam yang sungguh-sungguh menghayati iman katolik. Mereka mengabaikan hal ini dengan alasan latihan spritualitas lebih penting. Ini merupakan suatu kesalahan yang sering dilakukan oleh para imam, sementara banyak jiwa-jiwa yang membutuhkan pertolongan yang hanya dapat diberikan oleh para imam melalui studi mereka.
Sebaliknya ada novis dan seminaris yang terlalu berkonsentrasi dengan studi mereka sehingga mengabaikan kehidupan spiritualitas mereka. Secara perlahan-lahan mereka akan kehilangan semangat untuk menjadi kudus dan tidak memiliki apa-apa lagi kecuali “kekudusan yang formal” , suatu kekudusan yang harus ada karena fungsi mereka dalam Gereja. Hanya masalah filsafat, teologi, dan sejarah yang selalu menjadi renungan mereka, sehingga mengakibatkan mereka kehilangan kesederhanaan dalam berpikir. Bagi mereka semua masalah akan menjadi kompleks. Dengan kata lain, perkembangan intelektual mereka tidak lagi diinspirasikan oleh iman dan cinta akan Tuhan dan sesama. Mereka lebih memperhatikan segi pelayanan daripada segi kekudusan dan kadang-kadang dimotivasi oleh cinta diri yang tidak teratur, keegoisan bahkan kesombongan dan ambisi. Para novis dan seminaris seperti ini tidak mempersiapkan diri mereka untuk menjadi rasul-rasul yang menghasilkan buah.
Oleh sebab itu apa yang mereka butuhkan? Suatu persatuan yang besar dan mendalam supaya para imam dapat hidup di bawah dorongan kebijaksanaan teologal secara terus-menerus dan di bawah inspirasi Roh Kudus melalui ketujuh karunia-Nya. Selain itu untuk menjadi seorang imam yang baik, para seminaris dan novis memerlukan pertolongan dari seorang ibu spiritual yang suci, murni, berani, murah hati, dan penuh cinta yang akan selalu menjaga dan membimbing mereka dalam perjalanan panggilan mereka di dunia ini. Ini bisa diandaikan seperti seorang anak yang membutuhkan bimbingan dari ibunya. Ketika para seminaris atau novis masih kecil, mereka banyak belajar dari ibunya seperti belajar berdoa, dan lain-lain. Pada waktu itu ia juga akan belajar untuk mempercayai apa pun yang dikatakan oleh ibunya terutama ketika sang ibu berbicara tentang Allah Bapa di surga. Jadi bimbingan dan pengenalan awal diterima mereka dari keluarganya. Kemudian, pada masa mudanya, mereka akan melakukan perbuatan iman, harapan, dan kasih secara spontan kepada Allah dan perbuatan ini telah dilakukan sebelum mereka mempelajarinya dalam katekismus.
Dan waktunya akan tiba ketika para seminaris dan novis mulai meninggalkan keluarganya dan masuk dalam kehidupan rohani yang sesungguhnya. Pada waktu inilah mereka membutuhkan ibu rohani untuk mengawasi pembentukan kehidupan imamat mereka. Sehingga pada akhirnya seluruh kehidupannya merupakan suatu kesaksian yang spontan dan terus–menerus sebagai penerapan dari ketiga kebajikan teologal. Kebajikan ini bersama–sama dengan sifat kemanusiaannya akan berkembang secara konstan sehingga di masa mendatang mereka akan hidup bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi untuk Allah dan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.
Untuk menjaga keseimbangan antara studi dan kehidupan spiritual, para imam membutuhkan penyangkalan diri, kesucian, iman, kepercayaan, dan cinta kepada Tuhan dan sesama. Untuk itu Kristus telah mengkomunikasikan semangat ini melalui Bunda Maria yang telah dipilih-Nya sebagai perantara yang universal untuk semua rahmat, karena Bunda Maria adalah ibu dan ratu para rasul, martir, perawan, dan semua orang kudus.
Bunda Maria mengajar tanpa kata-kata dan ia memberikan sesuatu yang jauh lebih bernilai daripada mempelajari teologi atau filsafat. Dia memberikan semangat kebijaksanaan untuk dapat hidup dalam iman akan Allah dan rahmat kebajikan untuk mengerti tentang Allah. Akibatnya jiwa para novis dan seminaris tidak lagi terpusat pada dirinya sendiri karena sekarang sudah diinspirasikan oleh iman. Melalui jalan inilah Bunda Maria menjadi pembimbing para imam, bukan hanya melindungi mereka dalam kemurnian, kemanusiaan, dan persaudaraan tetapi juga dalam studi mereka. Ini adalah cara Bunda Maria untuk mempersiapkan putera-puteranya untuk menjadi seorang imam yang baik.
B. Keibuan Yang Ilahi dan Keimaman Bunda Maria
Bunda Maria kadang-kadang disebut juga sebagai “imam yang perawan” meskipun ia bukan imam dalam arti yang sesungguhnya. Bunda Maria tidak pernah menerima tahbisan imamat, ia tidak dapat merayakan Ekaristi atau memberi Sakramen Pengampunan Dosa. Bunda Maria tidak dapat menjalankan fungsi seorang imam. Dan sekarang ini Vatikan memang melarang untuk menggunakan istilah “imam yang perawan” kepada Bunda Maria karena ini dapat menimbulkan kesalahpahaman tentang imam dalam arti yang sesungguhnya dengan imam dalam arti luas.
Akan tetapi lepas dari semuanya itu, Bunda Maria memang telah dianugerahi semangat keimaman dari Kristus sebagai Sang Penebus. Oleh sebab itu Bunda Maria juga disebut Bunda Penebus, Bunda Allah, karena ia turut serta dalam karya keselamatan bersama Kristus. Selain itu, kemuliaan Bunda Maria juga lebih tinggi dari imam mana pun. Hal ini dapat dimengerti karena Bunda Maria adalah Bunda Allah yang telah memberikan “Imam dan Kurban Ekaristi”, karena di dalam kemanusiaan-Nya Kristus adalah imam dan sekaligus kurban. Jadi jauh lebih mulia untuk melahirkan “Sabda yang menjadi manusia” daripada “menghadirkan kembali Tubuh-Nya dalam Ekaristi”. Lagipula Bunda Maria ikut mengambil bagian dalam karya keselamatan bersama Kristus dengan mempersembahkan Kurban berdarah di atas kayu salib. Ini lebih sempurna daripada mempersembahkan kurban tak berdarah dalam Ekaristi.
Bersama Yesus, Bunda Maria juga membangkitkan panggilan untuk menjadi imam. Bunda Maria mengerti dengan jelas bahwa kalau tidak ada imam maka tidak ada pembaptisan, Sakramen Pengakuan Dosa, Sakramen Pernikahan secara Katolik, Sakramen Ekaristi, Sakramen Perminyakan, tidak ada kehidupan Kristiani. Jika tidak ada imam, maka dunia akan kembali kepada pemujaan berhala.
C. Maria, Bunda Rohani Para Imam
Oleh karena Bunda Maria mengerti akan pentingnya tugas para imam ini, maka ia sangat peduli terhadap kekudusan dan pelayanan mereka. Dia berdoa secara khusus untuk para imam dan memohon kepada Allah agar mereka diberi rahmat yang lebih besar supaya mereka semakin layak untuk mempersembahkan Misa Kudus dan mampu bekerja segiat-giatnya untuk keselamatan jiwa-jiwa. Dia berdoa agar rahmat tahbisan yang telah mereka terima dapat menghasilkan buah yang melimpah dan mereka dapat semakin hidup dalam semangat Kristus Sang Penyelamat. Akan tetapi, rahmat yang dimintanya secara khusus untuk para imam adalah pengertian yang lebih baik tentang arti pengurbanan Kristus di salib, yang kemudian dilanjutkan secara sakramental dalam Misa Kudus. Bunda Maria juga meminta rahmat agar para imam mampu untuk lebih menghargai nilai dari Darah Kristus, lebih mengerti lagi tentang hal-hal yang penting agar jiwa memperoleh kebahagiaan abadi dan hal-hal yang dapat membuat jiwa mendapat hukuman kekal karena dosa. Bunda Maria menarik hati mereka untuk semakin dekat dengan Yesus sendiri, sehingga suatu hari mereka akan mampu berkata seperti St. Paulus, “Aku hidup, tetapi bukan untuk aku lagi melainkan Kristus yang hidup di dalamku.” Semuanya ini untuk membentuk para imam menjadi semakin serupa dengan Yesus.
Melalui ini semua, para imam yang menyerahkan diri kepada Bunda Maria akan dibakar oleh semangatnya yang luar biasa. Mereka juga menyerahkan kepada Bunda Maria harta surgawi mereka, yaitu jasa yang diperolehnya dari perbuatan-perbuatan baik mereka entah itu melalui doa-doa atau pengorbanan dan penyangkalan diri mereka, agar harta surgawi itu tidak hilang karena serangan musuh jiwa yang menyebabkan mereka jatuh ke dalam dosa. Mereka berharap pada Bunda Maria untuk memperoleh rahmat pertobatan yang sejati sehingga mereka dapat memperoleh kembali harta surgawi ini. St. Thomas mengatakan, “Intensitas penyesalan akan dosa kadang-kadang diimbangi dengan rahmat yang lebih besar daripada rahmat yang ia terima sebelum ia jatuh ke dalam dosa. Dalam kesempatan yang lain, ini akan sama atau lebih kecil dari rahmat sebelumnya. Oleh karena itu, rahmat yang diterima setelah pengakuan kadang-kadang lebih besar daripada sebelumnya (mungkin ini yang terjadi pada Petrus saat ia menyangkal Yesus 3 kali), kadang-kadang sama dan kadang-kadang lebih kecil.”
Lebih lagi, bila para imam menyerahkan perbuatan-perbuatan baik yang mereka lakukan itu kepada Bunda Maria, maka Bunda Maria dapat memberikannya kepada jiwa-jiwa yang membutuhkannya. Ini sangatlah berguna karena dalam relasi dengan sesama ada orang-orang yang tidak dikenal sangat membutuhkan pertolongan dan bantuan. Bunda Maria mengetahui secara pasti siapa orang-orang ini dan ia menjaga dan memberikan pertolongan kepada mereka melalui perbuatan baik yang dilakukan oleh para imam. Jadi Bunda Maria sebagai ibu rohani dari para imam memberikan pertolongan kepada mereka yang mau menjadi kudus melalui pertolongan Bunda Maria baik dalam kehidupan spiritual mereka maupun dalam pelayanan mereka.
Bagaimana caranya Bunda Maria membentuk kehidupan rohani para imam ini? St. Louis Marie De Montfort memberikan penjelasan sebagai berikut, “Maria seperti tempat penjunan di mana Yesus membentuk orang kudus-Nya melalui tempat penjunan ini.“ Maria adalah model dari kekudusan, prototipe sempurna yang dipakai Yesus untuk membentuk para kudus-Nya. St. Montfort mengatakan bahwa ada 2 cara untuk membentuk hidup rohani, yaitu sama seperti ada 2 cara untuk membuat patung. Patung dapat dibuat dengan cara memahat sebuah kayu atau sebongkah marmer, tetapi ini memerlukan proses yang lama dan sulit dan kadang-kadang kalau ada kesalahan sedikit saja ini akan menghancurkan seluruh pekerjaan. Akan tetapi, ada cara lain yang jauh lebih mudah, yaitu dengan meletakkan tanah liat di dalam tempat penjunan ini. Ini juga adalah metode yang dipakai oleh Kristus untuk membentuk hidup rohani jiwa-jiwa yang mempunyai cinta yang besar terhadap Bunda Maria, dan yang karena cinta itu mendorong mereka untuk meneladani kebajikan-kebajikan Bunda Maria.
D. Maria, Contoh yang Sempurna dalam Devosi Terhadap Ekaristi
Melalui Bunda Maria, para imam diberikan seorang model yang sempurna dalam devosi terhadap Ekaristi. Bagi Bunda Maria, Ekaristi adalah kenangan yang akan selalu hidup dalam ingatannya, sebuah kenangan akan pengurbanan Kristus di atas kayu salib, sebuah kenangan yang menyakitkan hatinya ketika ia melihat Puteranya menderita dan wafat. Dia menemukan kurban yang sama di atas altar ketika Ekaristi diadakan. Dia menemukan Yesus yang sama, suatu kehadiran yang nyata bukan hanya suatu kehadiran imajinasi tetapi benar-benar Tubuh-Nya yang hadir dengan jiwa dan keilahian-Nya. Memang tidak ada pengurbanan yang berdarah tetapi ada pengurbanan secara sakramen yang terjadi melalui pengkonsekrasian roti dan anggur sehingga darah Yesus mengalir di atas altar.
Bunda Maria juga mengajarkan para imam untuk merayakan Ekaristi kudus dengan semangat pengurbanan, semangat untuk memuji dan menyembah. Jika seorang imam gagal memiliki semangat ini atau ragu-ragu akan kehadiran Yesus dalam perayaan Ekaristi maka ia akan menghambat gerakan rahmat dari Kalvari kepada jiwa-jiwa secara pribadi.
Oleh karena itu, para imam dalam persatuannya dengan Kristus dan Maria harus berdoa lebih sungguh-sungguh bagi Gereja dan untuk keselamatan jiwa-jiwa yang hidup di dunia yang dikelilingi oleh kejahatan. Para imam juga meminta kepada Bunda Maria agar ia diberi kehausan dan kelaparan yang rohani akan Ekaristi karena semakin seseorang lapar akan komuni kudus semakin banyak rahmat dan keuntungan yang diperoleh dari itu. Akan tetapi, seseorang tidak dapat merasakan pengalaman akan kelaparan spiritual ini kecuali dia percaya akan nilai dari Ekaristi dan buah-buahnya serta memiliki cinta dan pengharapan. Bunda Maria memiliki semua kebajikan teologal ini dalam tingkat yang sempurna.
Komuni Kudus membawa Bunda Maria setiap hari semakin menuju kepada persatuan dengan Puteranya, semakin bertumbuh dalam kasih dan semakin dipenuhi dengan kebajikan dan rahmat dan ini juga akan mempersiapkan Bunda Maria untuk menerima Komuni Kudus dengan lebih baik. Ini adalah hukum rahmat yang harus diikuti oleh semua imam meskipun tidak bisa terpenuhi secara penuh karena sering jatuh dalam dosa. Dan karena ini pula rahmat yang diterima dari Komuni Kudus kadang-kadang berkurang dari hari sebelumnya.
Jadi dalam Komuni Kudus para imam akan dibawa kepada perkembangan rohani yang lebih tinggi. Melalui ini dia akan sampai pada semangat melakukan segalanya demi kemuliaan kepada Allah dan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa meskipun dia sendiri mungkin belum mencapai kesempurnaan atau dengan semangat di dalam Kristus, dia akan menjadi rasul yang menghasilkan buah.
Ditulis oleh Sr. Maria Rufina, P.Karm
Sumber: www.carmelia.net (12 November 2009/artikel lepas)