1. Ada waktu-waktu tertentu saat satu-satunya yang kita perlukan ialah BERDOA.
2. Berdoa dengan seluruh tenaga, lahir dan batin. Kekuatan batin sangat bertambah. Jiwa dan roh kita sempat merekah dan menjadi sangat indah.
3. Ada doa yang muncul spontan bagaikan kenangan-kenangan masa silam. Biasanya itu semua adalah doa-doa kesayangan kita.
4. Doa-doa lama yang datang kembali ini, biasanya berdering manis dan bening. Begitu beningnya hingga mengubah suasana batin yang muram menjadi terang temaram.
5. Kedamaian rohani yang mendalam terkenyam di hati tanpa kita mengerti. Doa-doa yang berdampak demikian adalah berasal dari Roh Kudus.
6. Jika kita memulai doa dengan berat hati, sepertinya terpaksa atau memang dipaksakan, teruskan saja!! Suatu awal yang berat pun merupakan gerak Roh atau Rahmat.
7. Ulang-ulang sajalah kata-kata yang telah “lepas” dari lidah atau dari hati kita. Kelancaran yang lumayan enak akan datang, dan pasti datang!!
8. Kita mengira bahwa doa adalah beban. Kesan sekilas memang begitulah. Jangan takut, jangan enggan berdoa. Jangan enggan memulai.
9. Mulailah sedikit saja, dan tambahkan sedikit lagi. Dan tambahkan….sedikit lagi!! Lalu kalau memang telah lelah atau bosan, berhentilah!!
10. Dalam waktu dekat, sekalipun masih terbebani rasa bosan, cobalah mulai lagi, sedikit. Tambahkan sedikit lagi dan lagi sedikit. Silakan berhenti cepat, bila sudah lelah dan bosan. Begitulah, kita menyatakan/membuktikan kerinduan kita akan doa!
11. Perindu akan doa takkan dikecewakan. Pasti akan segera datang saat dan minat kita untuk mulai menyukai doa-doa.
12. Mengaku hidup dan mengaku beriman, tetapi KOSONG doa, adalah kebohongan besar. Merindukan bisa berdoa lagi, mengusahakan berdoa terus, adalah bukti nyata keaslian dari mutu iman kita. Hidup dan mutu hidup kita pun tertemukan lagi: bercahaya dan memutiara.
13. Bagi cukup banyak orang, berdoa menjadi sangat sulit bila sedang ada masalah berat. Beberapa bahkan menyatakan mustahil. Bagi yang berani memulai/mencoba, cepat sekali konsentrasinya pudar, dan doa yang baru sedikit itu pun jadi buyar.
14. Tetap cobalah dan teruskanlah, biarpun doa hanya sebentar, dan masih juga dengan hati bercabang, Tuhan menerimanya juga. Gelagah yang terkulai pun Tuhan menghargainya, tidak mau mematahkannya. Percayalah: doa-doa “yang terkulai” pun – bahkan yang rusak – dihargai Bapa dan diperhitungkanNya.
15. Usahakanlah diri kira agar tidak “termakan habis” oleh masalah derita yang dihadapi. Kepribadian kita jangan “termakan”. Kemauan baik, selera rohani yang baik, kemuliaan watak, prisip iman yang suci dalam diri kita, jangan semua itu terusakkan oleh kebingungan kita. Kuasa dan kasih Allah tak terhingga, percayalah! BERDOALAH, biarpun sepenggal-sepenggal dan dengan konsentrasi yang minim!
16. Doa yang pahit, yang keluar dari hati yang tersakit-sakit, itupun berkenan. Persembahkan kurban-kurban yang pahit itu, karena punya kita memang hanya itu. Serahkan, Bapa menerimanya. Dan nantikan ganjaran dariNya.
17. Permanislah “kepahitan” rasa dan doa kita dengan urapan penyerahan yang kudus. Sebagaimana tersurat tersirat dalam doa, “Jadilah kehendak-Mu, di atas bumi seperti di dalam Surga.” Ucapkan kalimat doa dari Yesus itu berulang-ulang, dan dengan sikap matang, nada tenang, “Jadilah Kehendak-Mu…”
18. Tanya kita padaNya: “Dan kehendakku……?? Tak terpenuhi….??” Jangan buru-buru menuntut; jangan berontak; jangan mau menambah kekecutan jiwamu! Kehendak kita: serahkan, satukan dengan kehendak-Nya; agar kehendak kita dikuduskan, menjadi mirip dengan kehendak-Nya!! Dengan akibat doa-doa kita pun terangkat menjadi kudus. Jadi indah.
19. Indah…tetapi jika tak terkabulkan?? Ah, jangan kita masih saja dan selalu bermental pengemis. Doa yang tertingkatkan ke tahap keindahan dan kekudusan, jauh lebih berharga/bermutu dan membahagiakan daripada pengabulannya. Sebetulnya, terkabulkan, akan tetapi melampaui segala akal cerdas kita. Sebab adalah pengabulan yang lebih sesuai dengan kehendak kudus-Nya. Bukan gumpalan dunia yang kita peroleh, melainkan tetes-tetes kebahagiaan Surga!!
20. Doa-doa dalam derita, memiliki Daya Tebus. Juga Daya Transformatif; mengubah menjadi Manusia Baru; Eksistensi Baru; Kekuatan dan Kejernihan Rohani.
(Romo Pius Budiwijaya, OCSO, Seorang Rahib di Pertapaan Santa Maria, Rawaseneng, Temanggung, Jawa Tengah)