Featured Image Fallback

Berdoa bagi orang mati dan api penyucian

/

Seksi Komsos

Sering sekali dipertanyakan kepada orang-orang Katolik mengapa mereka berdoa bagi orang mati.

Apakah praktek tersebut mempunyai dasarnya dalam Kitab Suci?

Apakah api penyucian itu?  

Berdoa bagi orang mati:  Dalam 2 Makabe 12:38-45 diceriterakan bagaimana para tentara Yahudi yang tewas dalam perang suci yang dipimpin oleh Yudas Makabe itu kedapatan memiliki jimat-jimat dari berhala kota Yamnia di bawah jubahnya. Hal ini bertentangan dengan hukum Taurat. Menurut kitab Makabe, dosa itulah yang menyebabkan kematian mereka. Maka dari itu rekan-rekan mereka berdoa bagi mereka “semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya.” (ayat 42). Selain berdoa, rekan-rekan mereka mengumpulkan dana yang cukup besar dan mengirimkan uang itu ke Yerusalem agar dipersembahkan kurban penghapus dosa bagi prajurit yang gugur itu. Bantuan rohani bagi orang mati itu dianggap sebagai perbuatan yang saleh dan baik (ayat 43).

 

Ayat-ayat diatas menunjukkan kepercayaan bahwa sesudah mati pun dosa orang dapat diampuni berkat doa-doa dan kurban dari mereka yang masih hidup. Jadi inilah dasar Alkitabiah dari praktek Gereja Katolik untuk mendoakan  orang mati.

Selain itu, ayat lain mungkin bisa menunjuk pada gagasan yang sama. Dalam Sirakh 7:33 dikatakan: “Hendaklah kemurahan hatimu meliputi semua orang yang hidup, tetapi orang mati pun jangan kau kecualikan pula dari kemurahanmu.” Ayat ini mungkin sekedar berarti bahwa kita harus merawat dan memakamkan orang mati dengan baik, atau dapat juga menunjukkan paham yang mirip dengan 2 Mak 12:38-45, yakni bantuan rohani bagi orang yang mati.
Orang-orang Kristen yang bukan Katolik tidak menerima praktek mendoakan orang mati sebab mereka mengatakan bahwa kitab-kitab Makabe adalah Apokrip. Disinilah letak perbedaannya.
 
Paham api penyucian:  Paham bahwa sesudah mati dosa-dosa seseorang masih mungkin diampuni tidak hanya dapat disimpulkan dari 2 Mak12 saja, tetapi juga dari Sabda Yesus ini: “Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menetang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.”(Mat 12:32)
 
Kesimpulan yang bisa kita tarik dari ayat ini adalah: ada dosa tertentu yang tidak dapat diampuni baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang, maka ada pula dosa-dosa yang bisa diampuni baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang. Masalahnya sekarang: di mana dan bagaimana dosa-dosa itu diampuni? Kalau orang itu masuk surga, tentunya itu berarti bahwa dia sudah tidak lagi mempunyai dosa yang membutuhkan pengampunan. Di surga tidak mungkin ada dosa. Sebaliknya, kalau orang masuk neraka, baginya tidak ada lagi kemungkinan untuk masuk surga (bdk Luk 16:31). Jadi bagaimana mungkin ada dosa-dosa yang bisa diampuni sesudah seseorang mati sehingga keadaan neraka akan berubah? Karena keadaan orang yang masuk surga atau neraka sudah definitif (artinya sudah tidak bisa berubah lagi), maka Gereja Katolik berkeyakinan bahwa ada kemungkinan ketiga sesudah orang mati, yakni “api penyucian.”
 
Api penyucian adalah suatu keadaan sementara di mana orang-orang mati tidak masuk neraka, tetapi disisi lain mereka belum siap masuk surga karena dia masih banyak cacat-cela dan akibat-akibat dosanya masih melekat padanya. Untuk memahami hal ini perlu kita ketahui paham Gereja Katolik mengenai dosa. Setiap dosa tidak hanya menjauhkan hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan mengakibatkan juga ketidak-sempunaan dan cacat-cela bagi jiwa si pendosa dan biasanya mendatangkan  hukuman dari Tuhan. Jadi, meskipun dosa-dosa orang sudah diampuni, itu tidak berarti bahwa semuanya sudah beres. Memang dosa-dosanya sendiri sudah diampuni Tuhan dan karenanya si pendosa itu diterima kembali oleh Tuhan, tetapi akibat-akibat dosa dan silih/hukuman bagi dosanya masih perlu ditanggung oleh si pendosa. Di mana orang itu harus menjalani semuanya ini, jika dia mati sebelum sempat menjalankan semuanya itu selama masih hidup di dunia? Tidak mungkin di neraka atau pun di surga yang definitif itu. Maka jawaban dari Gereja Katolik adalah di api penyucian yang sifatnya hanya sementara.  Di sanalah terjadi proses pemurnian; di sanalah hati orang diubah dan disiapkan agar dia pantas bersatu dengan Tuhan, dan di sana pula orang dibebaskan  dari dosa-dosa kecil yang belum diampuni, dan di sana pula orang harus menjalani hukuman akibat dosa-dosanya. Proses semacam itu menyakitkan, dan karenanya dilambangkan dengan api. Di sana orang dimurnikan seperti emas yang dimurnikan dalam api.

 

Sumber: Buku Tanya Jawab Pengetahuan (minimum) Hidup Menggereja, disusun oleh Johanes K. Handoko, Ketua Panitia Perayaan 30 Tahun Gereja Katolik Trinitas, Paroki Cengkareng, 2008

Artikel Serupa

Featured Image Fallback

Stipendium dan Iura Stolae

/

Seksi Komsos

Pada suatu hari seorang remaja, sebut saja Rendy (13 th), sedang asyik berbincang-bincang dengan Romo Rudi : Rendy : “Kayaknya enak ya jadi Pastor di ...
SELENGKAPNYA
Featured Image Fallback

Ke Pangkuan Gereja, Setelah Cerai

/

Seksi Komsos

Pengasuh yang terkasih, saya perempuan, 25 tahun. Empat tahun lalu, saya menikah dengan laki-laki dari Gereja Protestan. Waktu itu, karena sudah terlanjur hamil, saya ikuti ...
SELENGKAPNYA