Featured Image Fallback

Belarasa: Jatidiri Orang Kristiani

/

Seksi Komsos

Belarasa – kiranya adalah suatu kata yang tidak asing lagi di telinga kita, karena sekarang ini hampir di setiap Misa Kudus kita menyanyikan “Mars Berbela Rasa”. Arah Dasar (Ardas) Paroki Trinitas tahun 2013 juga mengambil bagian dari Ardas KAJ: “Makin Beriman, Makin Bersaudara, Makin Berbelarasa”. Suatu pernyataan yang isinya saling terkait dan makin menunjukkan intensitas kedalamannya, bahkan kata yang paling ujung yakni “belarasa”  merupakan ukuran apakah kita benar-benar layak disebut sebagai “Orang Kristiani”.

Dasar Semangat Belarasa: Allah adalah Kasih

Allah yang kita imani adalah Allah yang kita kenal dalam diri pribadi Yesus Kristus Tuhan kita. Demikianlah diungkapkan dalam 1 Yoh 4:7-8.16b, “Allah adalah Kasih. Marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. Barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia”. Dari kesaksian Injil, kita melihat bagaimana Yesus berbelarasa terhadap perempuan yang sakit pendarahan (Markus 5:25-34), terhadap lima ribu orang yang lapar (Markus 6:34), terhadap perempuan Siro-Fenesia yang anaknya sakit (Markus 7:24-30), terhadap janda Nain yang anaknya meninggal (Lukas 7:13) dan masih banyak lagi. Puncak belarasaNya ialah ketika Tuhan Yesus memberikan hidupNya di atas kayu salib demi keselamatan kita semua.

Benar! Allah telah mengasihi kita, dan ketika orang mengalami kasih, semestinya orang tersebut akan bertanggungjawab dan memberikan kesaksian akan kasih Allah itu. Oleh karena itu, kalau kita ingin semakin beriman seperti terungkap dalam Ardas Paroki kita, tentunya kita ingin makin mengasihi dan mengambil sikap belarasa, seperti yang telah Yesus berikan untuk kita.

Belarasa: Memuliakan Martabat Manusia

Apa artinya berbelarasa? Orang berbelarasa berarti orang sedemikian ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh sesamanya yang menderita, sehingga orang itu merasa harus berbuat sesuatu –tidak bisa tinggal diam – untuk mengatasi penderitaan sesamanya itu. Dalam Bahasa Ibrani dan Aram, kata yang biasanya diterjemahkan sebagai belarasa (compassion dalam Bahasa Inggris) adalah bentuk jamak dari satu kata benda “rahum” (Kel 34:6) atau “le rahim” (2 Taw 30:9) yang dalam bentuk tunggalnya berarti “rahim”.  Dalam Perjanjian Lama, kata “rahim” ini sering diterjemahkan sebagai “murah hati”, untuk menggambarkan sifat Allah yang “pengasih dan penyayang”.   Jadi Alkitab sering berbicara tentang Allah yang berbelarasa itu dengan kata murah hati.   Demikianlah kita memahami pernyataan Yesus “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Allah murah hati” menjadi “Hendaklah kamu berbelarasa, sama seperti Allah berbelarasa”.

Begitu juga belarasa dapat dimengerti sebagai “tindakan mengasihi” sebagaimana seorang ibu yang memiliki “rahim” mengasihi anak-anaknya.   Demikianlah Allah mengasihi kita semua anak-anakNya. Mengingat manusia adalah citra Allah, maka kalau kita berbelarasa berarti kita mengasihi sesama kita.  Kalau yang kita kasihi itu adalah sesama kita yang terpuruk keadaannya, berarti dengan berbelarasa kita memuliakan kembali martabatnya sebagai manusia citra Allah. Secara khusus, Gereja mengajak kita semua untuk menyatakan semangat belarasa itu terhadap mereka yang KCLMT yakni Kecil, Cacat, Lemah, Miskin, dan Tersingkir. (untuk mudah mengingatnya saya sering membahasakannya menjadi kata “keclomot”, seperti halnya orang keclomot bara rokok pasti sakit).

Belarasa Jatidiri Orang Kristiani

Dalam dunia kita saat ini, segala sesuatu dinilai dengan sebuah ukuran. Untuk sebuah kepanitiaan, misalnya, keberhasilan kepanitiaan itu diukur dari tercapainya suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Demikian juga bagi seorang pelajar, kesuksesannya diukur ketika dia dapat mencapai suatu target tertentu dalam prestasi studinya. Ukuran-ukuran yang makin lama makin terpatri dalam benak seseorang itu bahkan dirasakan menjadi penentu ada atau tidaknya identitas diri seseorang.

Dalam dunia yang konsumeris sekarang ini yang sering mengagung-agungkan kepemilikan suatu barang, bisa jadi orang baru merasa sungguh-sungguh hidup ketika dia dengan uangnya bisa belanja ini dan itu. “Aku belanja, maka aku ada,” seolah-olah begitu, sehingga ketika orang tersebut pada suatu ketika tidak mampu belanja apa-apa lagi, maka ia merasa seluruh harga dirinya runtuh, bukan apa-apa lagi, dan tidak punya jatidiri lagi. Tentu saja kita tahu penilaian orang terhadap dirinya sendiri yang seperti itu adalah“error” tapi senyatanya memang demikianlah yang terjadi dalam diri orang tersebut.

Dengan analogi cara berpikir di atas, dapatlah kita juga bertanya diri: “sebagai orang Kristiani, jatidiri kita diukur dari apa?” Mari kita sejenak mengingat isi Surat Gembala Prapaskah oleh Bapa Uskup kita, Mgr. Ignatius Suharyo, ketika menjelaskan isi Ardas KAJ. Kalau iman makin mendalam, berarti makin mengalami kasih Allah, dengan sendirinya mendorong orang beriman itu untuk membangun komunitas dan makin bersaudara. Ujung-ujungnya, buah dari persaudaraan itu ditandai dengan adanya tindakan belarasa. Lalu Beliau mengatakan: “Hidup bersama yang tidak membuahkan belarasa, tidak bisa disebut persaudaraan, melainkan sekedar kelompok atau bahkan komplotan”.

Belarasa menyangkut jatidiri kita sebagai orang Kristiani. “Hanya kalau saya berbelarasa, maka saya sebagai orang Kristiani itu ada”. Tanpa menghidupi belarasa, saya belum dapat dikatakan sebagai sungguh orang Kristiani seperti salah satu nas Kitab Suci yang memuat Sabda Yesus: “Hendaknya kamu berbelarasa seperti halnya Bapamu di sorga mengasihimu”. Inilah jatidiri orang Kristiani, murid Yesus.

Perhatian Kepada Umat Berkebutuhan Khusus

Menghidupi Ardas Paroki 2013 “Makin Beriman, Makin Bersaudara, Makin Berbelarasa”, Paroki Trinitas mengajak seluruh umat untuk menghayati persaudaraan dengan melaksanakan semangat belarasa.  Semangat belarasa ini tampak dengan jelas ketika beberapa waktu yang lalu Jakarta terkena bencana banjir. Pada saat itu banyak bantuan datang baik berupa tenaga sukarelawan, pendirian dapur-dapur umum, bantuan sembako dan lain-lain dari umat Paroki. Tampaknya dalam banjir ada juga “banjir solidaritas”. Kita bersyukur melihat kenyataan ini, tampaknya pencanangan Tahun Ekaristi 2012 telah berbuah adanya persaudaraan yang memungkinkan orang berbelarasa.

Pada tahun 2013 ini, selain program yang intinya mengangkat martabat manusia seperti “bedah rumah”, Paroki Trinitas melalui Seksi Kerasulan Keluarga juga mengajak seluruh umat untuk memperhatikan saudara-saudari kita yang berkebutuhan khusus, yakni mereka yang menderita autisme, down syndrome, dan kekurang-mampuan lainnya lagi. Paroki Trinitas mencanangkan Misa UBK (Umat Berkebutuhan Khusus) yang perdananya telah dilaksanakan pada 10 Maret 2013 di Gereja Trinitas. Misa UBK ini rencananya akan dilaksanakan secara rutin sebulan sekali, setiap Minggu kedua dalam bulan, pukul 13.00, di Gereja Trinitas. Misa ini dibuka untuk seluruh umat KAJ yang memiliki kebutuhan khusus seperti itu.

Semoga melalui hal yang sederhana seperti Misa UBK ini, banyak umat Katolik – baik secara pribadi maupun berkelompok – mampu berefleksi diri:  Sejauh mana aku sudah menghayati jatidiriku sebagai orang Kristiani – murid Yesus?  Sudahkah aku berbelarasa? Sudahkah aku mengasihi sesamaku manusia? Sudahkah aku bermurah hati? sudahkah aku memuliakan martabat manusia dalam diri sesamaku yang menderita? (ditulis oleh Romo Antonius Widiatmoko, OMI)

Sumber: Majalah Sabitah Edisi 59, Maret-April 2013

Artikel Serupa

Featured Image Fallback

Reboan – Refleksi Iman AREK KAJ

/

Seksi Komsos

Seringkali kita lebih mengandalkan kemampuan diri sendiri dan kehendak manusia, kita dapat  terjebak pada kesombongan dan keangkuhan diri. Melupakan kesatuan dengan sang pokok anggur sejati, ...
SELENGKAPNYA
Featured Image Fallback

Kerangka Acuan Gerakan Tahun Syukur KAJ 2015

/

Seksi Komsos

PENGANTAR Tahun 2015 adalah tahun terakhir preiode implementasi Arah Dasar Pastoral (Ardaspas) KAJ 2011-2015.  Setelah sosialisasi Ardaspas KAJ pada tahun 2011, di tahun-tahun berikutnya umat ...
SELENGKAPNYA