Featured Image Fallback

Anak-Anakku Jangan Hidup Seperti Ini Lagi

/

Seksi Komsos

Sebut saja aku Tere, seorang ibu dengan 3 orang anak berusia sekitar 40 tahunan, umat Paroki Trinitas.  Aku tinggal di kompleks pemulung di bilangan Bambu Larangan, karena suamiku adalah seorang pemulung.  Aku berasal dari pulau seberang, datang ke Jakarta saat usiaku masih muda dengan pikiran ingin mengadu untung di Ibukota.  Masih lekat dalam benakku saat aku ikut temanku naik kapal laut menuju Jakarta.  Sesampai di Kota Metropolitan ini, aku diterima bekerja sebagai perawat orang lanjut usia.  Aku pernah juga bekerja sebagai buruh pabrik dan pembantu rumah tangga lepas waktu.  Pernikahan pertamaku kandas saat aku mengandung anak pertama kami.  Sejak menikah dengan suamiku yang sekarang di tahun 2004, aku mulai menghuni kompleks pemulung ini.

Suamiku memang bukan bekerja sebagai pemulung saja, tetapi juga kerja-kerja apa pun yang dapat ia lakukan.  Semuanya tentu demi mendapatkan nafkah hidup kami sekeluarga.  Ingin rasanya aku ikut membantu mencari penghasilan untuk menopang biaya keluarga kami, tetapi anak-anak kami masih terlalu kecil untuk ditinggalkan.  Aku hanya dapat membantu sekedarnya dengan ikut menjadi pemulung,  mencari paku atau tutup botol air kemasan.  Syukur kalau kami masih bisa makan tiap hari meski sangat sederhana, juga berjuang keras untuk mengumpulkan Rp 200.000,- setiap bulannya guna mengontrak satu kamar di rumah yang kami tempati sekarang.

Bagaimana rasanya menjalani hidup seperti ini?  Ya, bagaimana lagi, aku coba menjalani apa adanya setiap hari.  Keinginan untuk keluar dari hidup susah sudah tentu ada dalam pikiranku, tetapi bagaimana kalau suamiku belum mampu untuk itu?  Haruskah aku memaksanya?  Sedangkan untuk pulang ke kampung halamanku saja aku masih memendam rindu.  Sudah lama sekali aku tidak mudik, Ibuku selalu bertanya kapan Beliau bisa bertemu denganku, melihat menantu dan cucu-cucunya.  Kalau sudah begini, aku hanya bisa menangis menahan kerinduan bertemu Ibu dan saudara-saudaraku.

Sejak menikah dengan suamiku yang sekarang, aku tak berani lagi pergi ke Gereja.  Pertama memang ada keberatan darinya, karena kami memang berbeda keyakinan.  Tetapi sudah sejak 4 tahun lalu  suamiku malah bertanya kenapa aku tidak ke Gereja.  Syukur pada Allah, aku yakini ini sebagai jawaban dari doa-doaku setiap hari.  Tetapi aku sendiri merasa malu dan tak layak ada bersama Gereja.  Biasanya, aku datang, ikuti Misa dengan duduk di samping, lalu cepat-cepat ke Gua Maria.

Dari Gereja aku memang dibantu untuk biaya anak sulungku bersekolah, juga sandang dan pangan.  Aku memang lebih memikirkan keadaan anak-anakku, mereka memang tidak protes dengan keadaan mereka, tidak pernah bertanya atau membandingkan dengan anak-anak lainnya.  Mereka sungguh mengerti, dan ini yang sering membuatku terharu. Aku hanya berharap anak-anakku dapat mengecap pendidikan yang cukup sehingga mereka dapat mengubah keadaan keluargaku ini.  Buatku, hidupku seperti nasi yang sudah menjadi bubur, tetapi aku tak mau hal yang sama berulang pada anak-anakku.  Mereka harus lebih maju daripada kami, orangtuanya.  Mereka harus sekolah dan gigih berjuang untuk dapat mengangkat harkat dan martabat dirinya dan keluarganya.

Harapanku mungkin terlalu muluk kalau kukatakan bahwa aku ingin memiliki rumah buat kami sekeluarga.  Rumah mungil, kecil dan sederhana, supaya kami bisa punya tempat aman berteduh tanpa harus memikirkan menyiapkan uang kontrak setiap bulannya.  Sungguh membuat pusing kalau suamiku sakit dan harus diam beberapa hari di rumah untuk pemulihan kesehatannya.  Ini berarti juga pemasukan dari kerjanya sebagai pemulung berkurang dan tentu membuat uang kontrak kamar tak terkumpul.  Semoga suatu saat nanti aku dapat mengajak suami dan anak-anakku pulang ke kampung halamanku.  Kalau memungkinkan, kami ingin memulai hidup baru di sana, mencoba mencari penghidupan di tanah seberang.  Mungkinkah terjadi?  (Disusun dari hasil wawancara, data lengkap narasumber ada pada Redaksi/smartis)

Sumber: Majalah Sabitah Edisi 59, Maret-April 2013

 

Artikel Serupa

Featured Image Fallback

Menjadi Pelayan Yang Bahagia

/

Seksi Komsos

Rekoleksi Dewan Paroki Pleno Trinitas, 9-10 Januari 2016 diikuti oleh 165 peserta yang terdiri dari para ketua lingkungan, wilayah, seksi dan kategorial. Rekoleksi yang dilaksanakan ...
SELENGKAPNYA
Featured Image Fallback

Family Gathering 2015

/

Seksi Komsos

LINGKUNGAN ST. ROSA VIRGINIA (RV) – WILAYAH 8 Cuaca panas, teriknya matahari dan udara yang lembab tak mengurangi semangat para peserta family gathering lingkungan St. ...
SELENGKAPNYA