1. DBD, apakah itu?
Penyakit ini dapat menyerang semua umur, baik anak-anak maupun orang dewasa. Penyebabnya adalah virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus yang masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina.
DBD tidak menular melalui kontak manusia secara langsung, tetapi dapat ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk Aedes Aegypti betine menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya akan menularkan virus ini ke manusia lewat gigitan. Sekali menggigit, nyamuk ini akan berulang menggigit orang lain sehingga dengan mudah darah seseorang yang mengandung virus dengue dapat cepat dipindahkan ke orang lain, yang palingdekat tentulah orang yang tinggal dalam satu rumah.
2. Aedes Aegypti, nyamuk seperti apa?
Nyamuk ini hidup di dataran rendah beriklim tropis sampai sub-tropis. Badan nyamuk relative lebih kecil dibandingkan jenis nyamuk yang lain. Badan dan tungkainya berbintik belang-belang hitam putih.
Nyamuk ini sangat menyukai tempat yang teduh dan lembab, suka bersembunyi di bawah kerindangan pohon, atau pada pakaian yang menggantung dan berwarna gelap.
Nyamuk ini bertelur pada genangan air yang jernih, yang ada dalam wadah, bukan pada air kotor atau air yang langsung bersentuhan dengan tanah. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menularkan virus dengue. Umumnya menggigit pada siang hari (pkl. 09.00-10.00) atau sore hari (pkl. 16.00-17.00). nyamuk ini akan bertelur 3 hari setelah mengisap darah, karena darah merupakan sarana untuk mematangkan telurnya. Dalam waktu kurang dari 8 hari, telur tersebut sudah menetas dan berubah menjadi jentik-jentik larva dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa yang siap menggigit. Kemampuan terbang nyamuk ini mencapai radius 100-200 m.
Tempat yang disukai dan merupakan tempat bertelurnya nyamuk ini adalah:
– tempayan air/ember
– tempat minum burung dalam sangkar
– vas/pot bunga
– bak mandi
– drum air bersih
– kaleng/botol bekas
– potongan bambu
Tanda dan gejala penyakit ini tidak khas, bervariasi pada tiap penderita berdasarkan derajat yang dialaminya. Umumnya penderita akan mengalami tanda dan gejala-gejala seperti:
– Demam
– Perdarahan/bintik-bintik merah pada kulit
– Perdarahan lain seperti mimisan, perdarahan gusi
– Keluhan pada saluran pernafasan: batuk, pilek
– Keluhan pada saluran pencernaan atau sakit waktu menelan
– Keluhan pada bagian tubuh yang lain seperti nyeri/sakit kepala, nyeri pada otot, tulang, sendi, dan ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh.
– Dapat juga dijumpai adanya pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening, yang akan kembali normal pada masa penyembuhan.
– Pada keadaan yang berat, penderita akan jatuh pada keadaan renjatan/shock, yang dikenal dengan DSS (Dengue Shock Syndrome), dengan tanda-tanda: kulit teraba lembab dan dingin; tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah; nyeri perut yang hebat; terjadi perdarahan, baik dari mulut, hidung, maupun anus yang terlihat seperti tinja hitam; lemah, mengantuk, terjadi penurunan tingkat kesadaran; gelisah; tampak kebiru-biruan pada sekitar mulur, hidung, dan ujung-ujung jari; tidak buang air kecil selama 4-6 jam.
4. Bagaimana perjalanan penyakit DBD di dalam tubuh kita?
Perjalanan penyakit ini sering menimbulkan gejala yang mengejutkan atau tidak terduga. Keadaan hilangnya demam bukan berarti penyakit ini sembuh, tetapi masih perlu mendapat perhatian yang intensif, bahkan jika penderita tampak membaik sekalipun. Pada hari ke-3 sampai ke-5 merupakan periode kritis, karena walau secara kasat mata sudah tampak membaik, tetapi kemungkinan memburuk dapat terjadi secara tiba-tiba dan penderita jatuh dalam kondisi shock (DSS).
Masa inkubasi dimulai sejak nyamuk menggigit sampai menimbulkan gejala, lebih kurang 13-15 hari. Setelah virus masuk ke dalam tubuh, hal yang pertama terjadi adalah viremia (darah mengandung virus) yang menyebabkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit, serta dapat juga terjadi pembesaran hati dan limpa.
Keadaan viremia ini menyebabkan terjadinya kebocoran plasma (plasma keluar dari pembuluh darah). Komponen darah mengalami pengentalan, dan penurunan pembekuan darah. Hal ini menyebabkan mudahnya terjadi perdarahan dalam tubuh. Kekentalan darah dapat diketahui dari peningkatan hematokrit yang melebihi 20% dari nilai normal. Maka penting dilakukan pemantauan kadar hematokrit dan trombosit dari sample darah penderita.
Ada 3 fase perjalnaan DBD, yaitu fase demam (2-7 hari), fase kritis (berlangsung antara 24-28 jam), dan fase penyembuhan (berlangsung 2-7 hari).
Pada fase demam, diperlukan pengobatan simtomatik atau pengobatan yang dilakukan untuk menghilangkan gejala saja, seperti menurunkan demam atau meningkatkan perbaikan kondisi penderita. Selama fase ini, sulit dibedakan antara demam dengue dengan DBD. Setelah penderita demam dengue bebas dari demam selama 24 jam tanpa obat penurun panas, ia akan memasuki fase penyembuhan. Tapi pada penderita DBD, justru akan memasuki fase kritis, dan pada keadaan yang lebih parah, penderita DBD akan jatuh pada keadaan shock. Tidak semua penderita DBD akan mengalami shock, dengna demikian diperlukan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya keadaan ang lebih parah. Tindakan yang dilakukan pada tahap awal ini penting supaya penderita tidak memasuki kondisi yang lebih buruk.
Pada keadaan ini dokter tidak menyarankan penderita untuk menjalani rawat inap. Penderita memungkinkan untuk dirawat di rumah tetapi memerlukan pengawasan yang ketat. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah suhu tubuh, adanya rasa mual dan ingin muntah, kejang, mimisan, atau terjadinya perdarahan lainnya. Pemberian cairan yang memadai sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan pada tubuh penderita. Pada fase ini juga diperlukan pemeriksaan laboratorium darah, yang meliputi nilai trombosit dan nilai hematokrit, untuk mengontrol keadaan kesehatan penderita. Jika sudah minum obat tetapi suhu tubuh tidak turun ataupun didapatkan tanda perdarahan yang lain, maka perlu segera kontrok ke dokter untuk penanganan lebih lanjut.
Pada fase kritis, penderita tidak memungkinkan untuk dirawat di rumah, tetapi harus dirawat di rumah sakit karena membutuhkan penangana yang intensif. Fase ini umumnya dimulai pada hari ke-3 sampai ke-5 sejak diketahui adanya demam yang pertama kali, berlangsung selama kurang lebih 24-48 jam. Fase kritis merupakan fase yang sangat menentukan; apabila penderita berhasil melewati fase ini, ia akan memasuki prose penyembuhan, tetapi jika kondisi kritis ini tidak dapat teratasi (terlambat ditangani), maka penderita akan mengalami keadaan yang fatal. Pada keadaan ini biasanya penderita mengalami muntah-muntah, tidak nafsu makan, dan sudah mengalami perdarahan, sehingga harus dilakukan pemantauan secara lebih intensif.
Pemantauan terhadap keadaan penderita, seperti pemeriksaan suhu, nadi pernapasan, dan tekanan darah, akan dilakukan secara periodic oleh perawat. Selain itu, pemantauan terhadap pemasukan cairan melalui mulut ataupun infuse, dan pengeluaran cairan (buang air besar atau buang air kecil, muntahan penderita) juga akan dicatat oleh perawat. Jika penderita mengalami shock, maka penderita akan segera mendapatkan terapi oksigen serta infuse untuk mengganti kekurangan cairan yang disebabkan oleh kebocoran plasma. Adanya kebocoran pembuluh darah ini sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan gangguan peredaran darah yang berfungsi membawa oksigen dan makanan ke seluruh tubuh. Biasanya pada keadaan ini juga terjadi penurunan kadar trombosit yang memungkinkan penderita mengalami perdarahan baik melalui mulut, hidung, ataupun perdarahan pada saluran cerna. Pada kondisi yang seperti ini, sering kali penderita memerlukan transfuse darah, dengan demikian perlu disiapkan donor drah. Apabila pemantauan nilai trombosit dan nilai hematokrit menunjukkan hasil yang normal atau stabil, maka penderita sudah memasuki fase penyembuhan atau telah melewati fase kritis.
Pada umumnya, penderita DBD yang telah berhasil melewati fase kritis akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu kurang lebih 24-48 jam setelah shock. Fase penyembuhan ditandai dengan kondisi umum penderita yang mulai membaik, nafsu makan meningkat, disertai dengan hasil pemeriksaan tanda vital yang stabil (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah). Pada keadaan ini, biasanya pemberian cairan infus mulai dihentikan dan diganti dengan pemberian nutrisi lewat mulut secara optimal. Makanan yang mengandung nilai gizi tinggi sangat diperlukan untuk memperbaiki daya tahan tubuh. Bila keadaan penderita terus membaik, tidak didapatkan komplikasi, dan disertai hasil pemeriksaan laboratorium yang normal, maka penderita biasanya diperbolehkan pulang. Sebelum pulang, biasanya dokter atau perawat akan menjelaskan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan penderita.
5. Apa yang sebaiknya dilakukan terhadap penderita DBD?
– Beri makanan dan minuman yang bergizi secara cukup, bila mungkin bawakan dari rumah menu kesukaan penderita yang mampu menggugah selera makannya. Berikan makanan secara bertahap dan telaten supaya nutrisi terpenuhi. Hal ini akan mempertahankan daya tahan tubuh penderita.
– Tunggui penderita (terutama anak) selama di rumah sakit, pusatkan perhatian terutama pada periode kritis. Masa kritis DBD adalah hari ke-4 dan ke-5 dihitung dari sejak hari awal sakit.
– Perhatikan pengeluaran kencing penderita. Jika kencing banyak (jumlahnya biasa), berarti penderita dalam kondisi yang ‘baik’. Sebaliknya, bila tidak dapat/sangat jarang kencing (pengeluaran sedikit), ini menunjukkan tanda yang memburuk.
– Persiapkan donor darah. Memang tidak semua kasua DBD memerlukan transfusi darah, tetapi kebutuhan darah kadang-kadang terjadi secara mendadak dalam jumlah banyak, sementara persediaan di PMI belum tentu ada/mencukupi.
6. Bagaimanakah klasifikasi penyakit DBD itu?
a. Derajat 1 – jika terdapat tanda-tanda demam disertai gejala-gejala yang lain, seperti mual, muntah, sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot, dan lainnya, tanpa adanya perdarahan spontan dan bila dilakukan uji tourniquet menunjukkan hasil positif (+) terdapat bintik-bintik merah. Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan tanda-tanda hemokonsentrasi dan trombositopenea.
b. Derajat 2 – jika terdapat tanda-tanda dan gejala seperti yang terdapat pada DBD Derajat 1 disertai adanya perdarahan spontan pada kulit ataupun tempat lain (gusi, mimisan, dll)
c. Derajat 3 – jika telah terdapat tanda-tanda shock, yaitu dari pengukuran nadi didapatkan hasil cepat dan lemah; tekanan darah menurun; penderita gelisah; dan tampak kebiru-biruan pada sekitar mulut, hidung, dan ujung-ujung jari.
d. Derajat 4 – jika penderita telah jatuh pada keadaan shock, penderita kehilangan kesadaran dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak terukur. Kondisi seperti ini disebut DSS – Dengue Shock Syndrome. Penderita berada dalam keadan kritis dan memerlukan perawatan yang intesif di ruang ICU.
6. Uji Tourniquet. Apakah itu?
Pada pasien yang dicurigai mengalami DBD dilakukan Uji Tourniquet untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan pada kulit. Cara sederhana yang dapat dilakukan untuk melaksanakan uji ini adalah dengan melakukan pembebatan dengan karet di bagian lengan atas. Pembebatan dibuat secukupnya (jangan kendur, jangan pula terlalu kencang), biarkan selama kurang lebih 5 menit, lalu lepas. Kemudian, amati kulit di sekitar lengan bawah, terutama di sekitar siku dan pergelangan tangan. Hasil uji dikatakan positif jika muncul bintik-bintik merah mirip bekas gigitan nyamuk, bergerombol, kemungkinan besar menunjukkan terdapatnya perdarahan paa kulit. Tanda ini dapat menambah kecurigaan kemungkinan menderita demam berdarah.
Sebagian orang mungkin menunjukkan hasil positif tergantung pada tekstur, ketipisan, dan suhu kulit, sehingga Uji Tourniquet ini bukan satu-satunya pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis DBD. Untuk memastikannya, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah.
7. Bagaimana menangani penderita DBD?
Penderita DBD memerlukan perhatian dan penanganan yang serius, karena bila terlambat, dapat menyebabkan kematian. Karenanya, sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit.
Adapun penanganan yang dilakukan rumah sakit terhadap penderita DBD meliputi beberapa hal:
– istirahat di tempat tidur.
– Pemberian makanan yang lunak.
– Pemberian minum sebanyak 1 ½ – 2 liter dalam 24 jam, dapat berupa teh manis, sirup, susu, dan berikan oralit karena pemberian cairan merupakan hal yang penting bagi penderita DBD.
– Pemberian cairan biasanya melalui intravena (pemasangan infuse).
– Pemantauan terhadap kadar hematokrit dan trombosit.
– Pemantauan terhadap tanda-tanda dini adanya renjatan/shock.
– Dalam keadaan tertentu, diperlukan transfusi darah.
Tidak ada pantangan atau diet khusus untuk pasien DBD. Pemberian makanan bernilai gizi tinggi sangat dianjurkan agar menguatkan daya tahan tubuh.
Seorang penderita DBD akan dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan laboratorium darahnya menunjukkan hasil yang sudah normal dan stabil. Pada kondisi ini, penderita dapat dipulangkan dan tidak memerlukan infus atau transfuse darah lagi.
8. Bagaimana cara mencegah DBD?
Indonesia termasuk daerah endemis bagi DBD, sehingga kapan saja, penyakit ini dapat berjangkit dan menyerah seluruh penduduk Indonesia. Kondisi ini terjadi karena seluruh komponen pendukung terjangkitnya DBD ada di Indonesia – mulai dari virus dengue, nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor/pembawa penyakit, hingga jumlah penduduk yang besar.
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat membunuh virus demam berdarah. Namun DBD dapat dicegah jika masyarakat bersama-sama mau memahami dan peduli akan bahaya yang dapat ditimbulkan, dengan upaya ‘memutus mata rantai’ DBD.
Pencegahan DBD dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a. Kimia – dengan pengasapan/fogging menggunakan malathion dan fenthion yang berguna mengurangi penularan sampai batas waktu tertentu; abatisasi atau pemberian bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti tempayan, ember, vas bunga, kolam, dll.
Sumber: Buku Seri Kesehatan Masyarakat: Demam Berdarah Dengue – Penyakit dan Cara Pencegahannya, Oktri Hastuti, Penerbit Kanisius, 2008