Featured Image Fallback

Anne Avantie: “Pelayanan Mulai Dari Rumah”

/

Seksi Komsos

Melayani bukan pada tanggal berapa, hari apa, jam berapa dan, dengan siapa. Tetapi melayani itu sewaktu-waktu, di mana pun dan pada siapa pun!

Dalam keheningan hati, kita menyadari bahwa dunia membutuhkan cinta dan kasih. Cinta kasih membutuhkan penjelmaan nyata, perwujudan pengabdian anak– anak Allah yang sejati. Allah adalah teman keheningan, kita harus dapat menemukan Allah dalam kehidupan kita.

Banyak hal yang tidak bisa kita pahami dalam misteri Allah. Keinginan untuk melayani-Nya kadang tidak sampai pada tujuan. Mengapa? Karena tidak ada gambaran yang jelas bagaimana memilih jalur dan cara untuk menuju kesucian. Kita harus percaya bahwa rahmat Allah bekerja dalam diri kita. Supaya kita mengikuti jejak-Nya dan menyerupai citra-Nya. Karena itu, kita harus tanggap pada suara hati yang dituntun oleh kehendak Allah untuk mewujudkan pengabdian kita pada sesama dengan segenap jiwa.


Namun, dalam kehidupan rohani, kita sering dihadapkan pada suatu persimpangan jalan dalam menanggapi suara hati. Apakah ini berasal dari Allah atau suara hati yang dikendalikan oleh keinginan sehingga menguasai hati kita. Seolah–olah itu suara Allah. Oleh karena itu, akal budi kita harus diperbaharui.

Janganlah kamu hidup serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm. 12:2).

Untuk mengasah hati dan pikiran kita ke arah positif memang memerlukan pengorbanan yang tidak kecil. Hal duniawi kadang tidak merespon diri kita ketika ingin melayani Dia dengan tulus dan penuh kasih. Kasih merupakan prioritas utama. Karena itu, kita harus teguh dalam kasih dan iman yang memancarkan terang dalam hidup kita. Sekecil apa pun sinarnya, terang itu yang akan menarik orang untuk mencari dan mengenal Tuhan Yesus yang kita teladani.

Fokus pada Pelayanan

Sebagai tugas awam, kadar kerohanian kita memang tidak bisa diukur dari kadar aktivitas kita dalam gereja. Maraknya persekutuan doa yang tumbuh subur bak jamur di musim hujan, menjadi gambaran betapa banyaknya pribadi yang mulai mencari kehendak Allah. Mereka memikirkan bagaimana supaya Kerajaan Allah dapat dihadirkan dalam dunia ini.

Dalam aneka bentuk kehidupan serta tujuan dari pencarian kehendak Allah, muncullah berbagai kegiatan yang bisa disebut pelayanan. Berbicara tentang pelayanan, tentu membawa suatu misi atau tugas yang harusnya digerakkan oleh Roh Allah. Pelayanan merupakan suatu proses yang menuntut kerjasama antara kita dan rahmat panggilan. Dewasa ini banyak orang yang melayani namun tidak berdasarkan rahmat panggilan. Hal ini terjadi karena kurangnya penghayatan akan sapaan Allah dalam pelayanan. Kita harus hidup kontemplatif tidak bertentangan antara satu dengan yang lain supaya apa yang kita lakukan bertumbuh. Sebenarnya kita perlu mengerti dengan jelas apa itu pelayanan dan bagaimana pelayanan itu berdasarkan rahmat Allah.

Beberapa waktu yang lalu, ketika saya mengisi sharing di sebuah persekutuan doa, saya sempat kaget melihat suatu kenyataan bahwa ternyata kebersamaan mereka dalam pelayanan masalahnya begitu kompleks. Kegiatan kerohanian saya sebagai pembicara, entah itu dalam kelompok kecil maupun kelompok besar memberi gambaran nyata mengenai kebersamaan. Kebersamaan artinya seni memberi dan menerima. Kebersamaan adalah inti dari sebuah persekutuan. Namun (tidak semua), suara–suara yang saya tangkap, sungguh bukan suara yang berasal dari rahmat Allah. Dalam kelompok– kelompok doa tertentu, para anggotanya sering membicarakan satu sama lain. Bahkan saling menjatuhkan dan saling menghujat. Saya merasakan keprihatinan mendalam.

Kebersamaan bukan ketika kita bergandengan tangan, bukan pula ketika kita makan bersama, atau pergi berkelompok. Tetapi kebersamaan mempunyai arti yang mendalam di luar jasmani semata. Kebersamaan adalah ketika tubuh kita tidak bersentuhan namun hati kita terjalin dalam persekutuan kasih.

Ketika kita melayani bersama dalam kegiatan kerohanian menjalankan proyek cinta kasih, segala atribut yang menempel di tubuh dan jiwa kita harus ditanggalkan. Kita fokus pada tujuan yang akan kita layani, yang akan kita persembahkan pada Yesus.

Gesekan sebesar apa pun harus kita kendalikan. Ketika iman dan kasih kita melemah dan nyaris runtuh karena perbedaan–perbedaan yang terjadi, dibutuhkan jiwa besar untuk melampaui proses itu. Persekutuan kita dengan Allah sangat berarti ketika kita berada dalam situasi-situasi yang melemahkan semangat pelayanan kita. Persekutuan yang tidak sehat akan menimbulkan krisis iman dan ketidak nyamanan dalam pelayanan. Kita diingatkan oleh pesan Rasul Paulus: “Jangan ada lagi dusta, jangan ada lagi kepura–puraan, katakan yang sebenarnya pada sesamamu. Bagaimana pun di dalam tubuh Kristus kita semua terkait satu dengan lain. Bila kamu berdusta kepada orang lain, itu berarti kamu juga berdusta pada dirimu sendiri, selain Tuhanmu.”

Pelayanan Dimulai dari Rumah

Pertama, kita pelayanan keluar rumah, tetapi dalam rumah anak–anak kesepian tanpa pendampingan orang tua. Kita disibukkan oleh pelayanan ke sana ke mari sampai meninggalkan kewajiban sebagai orangtua.

Kedua, kita mengunjungi panti jompo, tetapi ada orang tua kita yang kesepian di rumah tanpa belaian kasih kita. “Jangan mencari Yesus di negeri yang jauh.“ Dia berada di dekat kita. Kita utamakan melayani orangtua kita dahulu.

Ketiga, pelayanan kunjungan ke orang-orang sakit, tapi kita melupakan pembantu rumah tangga kita yang tergolek tak berdaya. Ia tak terjamah oleh kita. Bahkan ditengok pun tidak, apalagi didoakan. “Berbagilah kepedulian mulai dari orang-orang yang tinggal bersama, sentuhlah dalam cinta dan kasih sayang.”

Keempat, banyak kesulitan ekonomi yang dialami oleh orang– orang terdekat kita tetapi tidak tertangkap oleh kacamata kepedulian kita. Mereka adalah para karyawan, buruh, orang–orang dalam ruang lingkup keseharian kita. “Sebelum mengulurkan tangan pada orang lain, utamakan berbagi kegembiraan dalam mencintai orang terdekat kita.”

Kelima, pendidikan yang semakin mahal membuat anak-anak terancam putus sekolah. Kejahatan merajalela karena himpitan kesulitan dan krisis iman. Program beasiswa, anak asuh atau pendampingan pada karyawan menjadi nyala api pengharapan buat mereka.

Keenam, ketika sekolah tiba, membelikan sepatu sekolah dan alat tulis untuk anak-anak karyawan, mengajak mereka bersukacita dalam liburan sekolah adalah pelayanan dalam wujud karya nyata. “Hendaklah kita tidak cukup hanya memberikan uang saja sebab uang dapat dicari, tetapi kita harus berikan karya dan hati kita untuk melayani orang-orang yang berada dalam ruang lingkup yang terdekat.”

Ketujuh, resep dokter memang hanya selembar kertas, tetapi kertas akan tetap sebagai rangkaian tulisan ketika tidak mampu menebus resepnya. Sebelum kita menyumbang orang sakit dalam pelayanan kita pada kegiatan kerohanian, kita utamakan “apotik di rumah“ menerima resep orang-orang terdekat kita. Mereka yang tidak mampu menebus obat-obatan yang mereka butuhkan. Bahkan, kata Bunda Teresa seorang sekarat sekali pun masih dapat tersenyum.

Kedelapan, menjadi pribadi yang hangat adalah sebuah pelayanan. Harus diingat, yang terpenting bukan seberapa besar peran kita dalam kelompok-kelompok doa, tetapi seberapa besar cinta yang kita sertakan dalam tindakan kita dengan orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Tampil di mimbar bukan jaminan bisa mendirikan Kerajaan Surga dalam rumah. Dalam rumah diperlukan keteladanan.

Akhirnya, waktu dan proses inilah yang menuntun persekutuan kita dengan Allah. Dalam setiap Gereja dan kelompok-kelompok kecil, Allah mengizinkan kita bertumbuh dalam ujian persekutuan.

Mari kita membangun persekutuan yang sejati yang dimulai dari hal yang paling mendasar, mulai dari rumah dengan orang-orang terdekat kita.

Sesungguhnya kita diciptakan untuk menjadi serupa dengan Kristus, melalui keteladanan sederhana.

(Sumber: Majalah Bahana, Juni 2009)

Catatan Administrator:
Anne Avantie adalah disainer kebaya moderen Indonesia yang dikenal bukan saja di dalam negeri, tetapi juga di negara-negara lain di dunia.  Buku biografinya: “Aku, Anugerah, dan Kebaya” menceritakan perjuangan hidupnya hingga menggapai sukses seperti sekarang ini.  Buku itu juga  menjadi suatu refleksi peziarahan iman Katoliknya hingga pendiri Wisma Kasih Bunda yang menampung dan merawat anak-anak cacat ini mampu berkata: “Manakala kita bersahabat dengan emosi, yang muncul adalah pemikiran yang dangkal.  Namun, jika kita bersahabat dengan kepercayaan kepada Tuhan, langkah akan menjadi lebih jernih dan ringan.”

Artikel Serupa

Featured Image Fallback

Mata Fariz R.M. Berkaca-Kaca

/

Seksi Komsos

Pengantar: Pada 25 Desember 2010, Fariz R.M. bernyanyi dalam Ibadah Natal GKI MaulanaYusuf bersama Qasidah Ar-Rahman, yang  dilanjutkan dengan sapaan Natal oleh Ulil Abshar Abdalla. ...
SELENGKAPNYA
Featured Image Fallback

Sandra Dewi: “Menyembuhkan Diri Sendiri”

/

Seksi Komsos

Sahabat-sahabatku, malam hari ini aku mengalami banyak hal. Naik turunnya masalah dalam kehidupan….  Sekarang ini, setiap Senin sampai Jumat aku bangun pkl. 05.00 pagi, kemudian ...
SELENGKAPNYA