Simon Petrus berkata kepada Yesus: “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus: “Ke tempat Aku
pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.” Kata Petrus kepada-Nya: “Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!” Jawab Yesus: “Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” (Yoh 3:36-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
Ketika yang terkasih dalam sakit keras atau menjelang kematian, entah orangtua, kakak/adik, anak atau tokoh atau kenalan penting, pada umumnya dengan spontan orang berjanji kepada yang terkasih seperti kata Petrus kepada Yesus: ”Aku akan memberikan nyawaku bagiMu.” Kata-kata itu muncul mungkin karena
selama ini mereka kurang memperhatikan yang akan segera dipanggil Tuhan. Apakah kata-kata itu akan menjadi kenyataan alias sungguh akan dihayati kiranya menjadi pertanyaan, sebagaimana tanggapan Yesus terhadap Petrus: “Nyawamu akan kauberikan bagiKu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.”
Pada hari-hari Pekan Suci ini, setelah kita mawas diri sejak Rabu Abu, mungkin juga tergerak mewujudkan niat-niat atau cita-cita baru dalam hidup beriman atau beragama, sebagai bentuk pertobatan atau pembaharuan diri. Semoga kita tidak gembar-gembor menyombong diri akan berbuat baik, tetapi hendaknya
tetap dalam kerendahan hati dalam usaha mewujudkan cita-cita pertobatan atau pembaharuan diri. Ingat dan sadari bahwa rayuan-rayuan atau godaan setan ada di mana-mana dan kapan saja, antara lain berupa bentuk aneka macam kenikmatan duniawi, yang memang dapat menjauhkan diri kita dari Yang Ilahi atau Tuhan. Memang agar kita tidak mudah tergoda untuk ingkar diri terhadap niat atau cita-cita ada baiknya kita minta pendampingan dari sesama dan saudara-saudari kita. Maka baiklah niat atau cita-cita tersebut kita ungkapkan atau sampaikan kepada sesama atau saudara-saudari kita yang kita nilai dapat mendampingi perjalanan pertobatan atau pembaharuan diri kita. Tentu saja ketika di dalam perjalanan pertobatan atau pembaharuan diri kita menyeleweng dan diingatkan, hendaknya dengan rendah hati menerima peringatan tersebut.
“Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.” (Yes 49:6), demikian firman Tuhan kepada nabi Yesaya. Firman ini kiranya juga diarahkan kepada kita semua sebagai orang beriman. Sebagaimana nyala lilin kecil dapat menjadi terang bagi
lingkungan hidupnya, kiranya agar kita dapat menjadi terang bagi orang lain juga tidak harus mengerjakan hal-hal atau apa-apa yang besar, melainkan yang kecil dan sederhana. Maka hendaknya jika memiliki niat atau ciita-cita pertobatan atau pembaharuan diri bukan dalam hal-hal besar melainkan sederhana dan kecil-kecil saja. Ingatlah bahwa yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari adalah hal-hal kecil dan sederhana, misalnya kebutuhan untuk makan dan minum, tidur atau istirahat maupun bekerja. “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar” (Mat 25:21).
Marilah kita perbaharui diri kita dalam perkara-perkara kecil seperti disiplin waktu, taat para aturan lalu lintas,
menjaga kebersihan kamar tidur atau ruang kerja dimana kita tinggal dan bekerja sehari-hari, dst.. Sapaan-sapaan kecil seperti ‘selamat pagi, selamat jalan, terima kasih, dst..’ kiranya juga merupakan bentuk cara menjadi terang bagi sesama dan saudara-suadari kita. Kepada mereka yang bertugas merawat atau mengurus kendaraan, atau jika kita sendiri mengelola dan mengurus kendaraan, yang setiap hari kita pakai, hendaknya diperhatikan hal-hal kecil seperti: rutin penggantian oli pada waktunya, air pendingin, bahan baker, dst… Ketidak-cermatan atau kurang perawatan dalam perkara-perkara kecil tersebut kiranya akan menimbulkan malapetaka besar. Yang tidak kalah penting adalah memperhatikan anak-anak kecil, lebih-lebih dalam usia balita. Kurang kasih sayang pada usia balita akan menjadi malapetaka masa depan, sebaliknya kasih sayang yang memadai bagi anak-anak balita kiranya ketika mereka menjadi besar akan menjadi ‘terang’ bagi sesama dan saudara-saudarinya.
“Pada-Mu, ya TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu.Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku! Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku.Ya Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik” (Mzm
71:1-4a)
(ditulis oleh Romo Ignatius Sumarya, SJ)