“Firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu”
(Kej 1:20-2:4a; Mrk 7:1-13)
“Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: “Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?” Jawab-Nya kepada mereka: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.” Yesus berkata pula kepada mereka: “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri. Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. Tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban — yaitu persembahan kepada Allah –, maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan.” (Mrk 7:5-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
- Dalam berbagai suku atau bangsa apa yang disebut ‘adat istiadat’ begitu kuat mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak warganya. Memang ada adat istiadat yang baik alias sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan penghayatan iman, tetapi juga ada yang tidak baik. Tentu saja yang sering menonjol dalam pembicaraan adalah yang kurang baik, yaitu yang mencelakakan jiwa manusia. Memang masalah sering muncul dalam liturgy atau upacara formal, ada hal-hal formal atau liturgis yang mengganggu keselamatan jiwa manusia atau yang tidak penting kemudian diutamakan, sebagaimana dilakukan orang-orang Farisi perihal cuci tangan sebelum makan. Maka baiklah dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda semua untuk tidak memutar-balikkan sarana menjadi tujuan dan tujuan menjadi sarana. Mencuci tangan bertujuan agar tangan bersih, tetapi jika tangan sudah bersih tidak perlu cuci tangan lagi. Ornamen-ornamen atau hiasan-hiasan dalam upacara formal atau liturgy merupakan sarana bukan tujuan, sarana untuk mendukung penghayatan liturgy. Misalnya Perayaan Ekaristi Perkawinan maupun pesta perkawinan : beaya untuk hiasan bunga di kapel atau gereja jutaan rupiah dan pesta perkawinan di gedung atau hotel lebih dari satu milyard, sementara itu hidup keimanan dan kepribadian yang bersangkutan amburadul, sehngga ada kemungkinan mereka yang baru saja menikah dalam waktu singkat bercerai Pesta begitu mewah tetapi beaya berasal dari pinjaman atau hutang, maka setelah pesta sengsara, dst.. Marilah kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah atau sabda-sabda Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci.
- “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kej 1:28), demikian salah perintah Allah kepada manusia. Manusia dipanggil untuk menguasai bumi, ikan-ikan di laut, burung-burung di udara dan segala binatang yang merayap di bumi. Namun apa yang sering terjadi masa kini adalah sebaliknya: manusia dikuasai oleh bumi, ikan, burung dan binatang; demikian juga panggilan untuk beranak-cucu diputar-balikkan hanya menjadi kenikmatan hubungan seksual belaka. Salah-kaprah atau pemutar-balikkan tersebut terjadi karena keserakahan dan kesombongan sementara manusia. Sebagai contoh kalau burung atau binatang dikurung sendirian di kandang atau kurungan berarti tidak mungkin beranak-cucu dan membutuhkan beaya atau dana besar guna merawatnya. Beaya perawatan burung atau binatang dapat lebih besar atau mahal daripada kebutuhan manusia, pemiliknya. Sementara itu jika burung berterbangan bebas dapat mencari makan sendiri dan berkembang biak. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk hidup dan bertindak dijiwai oleh ‘cintakasih dan kebebasan injili’. Cintakasih itu bebas dan kebebasan hanya dapat dibatasi oleh cintakasih. Cintakasih sejati ialah tidak pernah melecehkan dan merendahkan martabat ciptaan Allah di dunia ini, entah itu manusia, binatang atau tanaman. Dengan kata lain anda dapat bertindak bebas seenaknya asal tidak melecehkan atau merendahkan harkat martabat ciptaan Allah, terutama manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah. Hendaknya dijauhkan aneka sikap mental dan hidup materialistis yang merusak hidup pribadi maupun bersama. Secara khusus kepada anda para suami-isteri hendaknya tidak dikuasai oleh seks saja, dan semoga saling mengasihi dalam kebebasan sejati.
“Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya”
(Mzm 8:4-7)