Suatu pagi yang cerah di Orchard Road, Singapura. Ketika sedang berjalan sepanjang surga pejalan kaki itu, mata saya dikejutkan oleh suatu kalimat indah dari kaos seorang gadis. Saya tidak begitu memperhatikan wajahnya, tetapi apa yang saya lakukan adalah mengagumi kata-kata yang amat kuat tertulis di kaos tersebut: rumah adalah tempat tumbuh kembangnya cinta. Dan seperti biasa, saya mulai merenung…
Berapa banyak kali kita lupa bahwa rumah kita seharusnya adalah tempat cinta itu seharusnya bermukim? Rumah seharusnya adalah tempat cinta dan kasih kita tumbuh semakin dalam setiap hari. Mengingat kembali masa-masa kita bersumpah, mengikat janji untuk saling setia sebagai suami-istri… Kita selalu ingat bahwa seharusnya sebuah rumah adalah tempat kita bisa mendapatkan kekuatan dan cinta untuk mampu melanjutkan hidup dalam kondisi dunia yang keras. Tetapi, setelah sadar bahwa bukanlah hal yang mudah untuk membuatnya jadi nyata, saya kira banyak dari kita mulai melupakan bahwa rumah kita seharusnya adalah sumber cinta dan kedamaian. Berapa banyak dari kita malah membuat rumah itu sebagai sumber kemarahan, kebencian, luka, dan terakhir: perang? Bagaimana kita bisa tetap kuat dalam hidup ini bila elemen terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga: tidaklah kuat?
Tentu saja kita memiliki perjuangan masing-masing dalam keluarga kita. Mungkin kita punya saudara perempuan yang keras kepala, kita mungkin punya seorang ibu yang sering marah-marah dan bawel, mungkin kita punya seorang tante yang tukang gosip sejati. Tetapi, mereka adalah keluarga kita. Bukanlah kebetulan ketika Tuhan meletakkan mereka dalam lingkaran sanak saudara kita. Bukan hanya teman atau seseorang yang kita jumpai secara tak sengaja di jalan ketika kita lewat. Tetapi seseorang yang berbagi ikatan dalam hubungan yang khusus, hubungan darah.
Saya pun sadar akan kenyataan bahwa kita sering lebih suka teman kita daripada saudara kita. Dengan teman, kita pikir kita bisa jadi diri sendiri. Sedangkan bersama keluarga, kadang-kadang kita pikir kita begitu gampang dihakimi. Tetapi marilah kita ingat sekali lagi: adalah anggota keluarga yang selalu ada bersama dengan kita dalam suka dan duka di hidup kita. Saya pribadi harus menghadapi perjuangan untuk mengatasi perbedaan dalam keluarga saya. Saya yakin, setiap dari kita memiliki masalah sendiri-sendiri dalam hal ini. Tetapi, hei! Jika saja kita bisa mengatasi permasalahan tersebut dan membuat keluarga kita sebagai sumber kekuatan, cinta dan perdamaian, mengapa tidak kita lakukan sekarang?
Saya sadar pula akan kenyataan bahwa banyak orang memiliki perang dalam keluarganya. Kebencian antar mereka begitu besar dan mereka pikir mereka takkan bisa memperbaikinya lagi. Tetapi, apakah benar demikian? Atau hanya kesombongan mereka yang tak mau surut?
Banyak kali kita dengar bahwa kita bisa hanya mencintai orang lain ketika kita sudah dipenuhi kasih-Nya. Sadar bahwa kita tak dapat jalan sendiri, kita perlu bimbingan-Nya dan pertolongan-Nya untuk melalui itu semua.
Mari kita mintakan bimbingan-Nya untuk membuat rumah kita sebagai sumber cinta. Membuat rumah kita sebagai tempat kita menaruh hati kita bersama untuk membuat segalanya menjadi lebih baik dan semakin baik lagi. Tetaplah ada di dalam cinta. Bangunlah kasih yang lebih mendalam di keluarga kita. Terkadang kita mencoba begitu keras untuk bahagia tanpa sadar bahwa kita perlu mulai dari dasarnya. Dari rumah kita sendiri.
Ini adalah PR (Pekerjaan Rumah) kita bersama. Untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik dan kita mulai dari diri kita, kita mulai dari rumah kita, kita mulai dari menemukan kembali cinta yang hilang dan semoga kita bisa memupuknya kembali.
** thanks to the girl for the inspirational T-Shirt **
(Fonny Jodikin, Penulis Artikel Lepas, tinggal di Ho Chi Minth City, Vietnam. http://fjodikin.blogspot.com)