Penulis:
Scott dan Kimberly Hahn
Penerbit:
Dioma, Malang
Tebal:
299 halaman
Everything happens for a reason. Kira-kira 2 minggu sebelum mendengar tentang seminar ini, temanku dan pasangannya yang juga temanku, sempat berbeda pendapat tentang perbedaan agama mereka (Katolik dan Kristen), yang akhirnya sampai pada topik apa yang harus dilakukan jika mereka menikah nantinya. Aku, dengan kekuranganku dalam iman Katolik, berusaha menjadi penengah di antara mereka. Pada akhirnya, aku hanya berhasil menjadi pendengar yang baik. Banyak sekali pertanyaan dan pernyataan dari temanku yang Kristen yang hanya kutelan mentah-mentah sambil berharap aku akan menemukan jawaban dan penjelasan dalam waktu dekat.
Dalam seminar “Buat Apa Jadi Katolik”, aku merasa menemukan banyak penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan teman Kristen-ku itu. Aku banyak menggarisbawahi ucapan-ucapan Romo Mardiatmadja dan Romo Heru Susanto yang kupikir sangat ingin kujelaskan kepada temanku tadi. Seiring dengan berakhirnya seminar ini, berakhir pula keinginanku untuk menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan temanku, karena aku kembali diingatkan bahwa misteri Katolik adalah misteri iman, yang hanya dapat dipercayai dan diimani oleh iman kita sendiri.
Buku “Rome Sweet Home” menceritakan tentang kehidupan dan pergulatan pasangan suami istri Scott dan Kimberly Hahn yang berpindah dari Gereja Presbytarian ke Katolik Roma. Melalui buku ini kita bisa melihat bagaimana Roh Kudus telah menggunakan Alkitab untuk membersihkan semua salah pengertian mereka berdua tentang Katolik. Kita dapat ikut merasakan perubahan dan pendalaman iman mereka melalui pengalaman mereka masing-masing yang akhirnya menjadi bagian dari Gereja Katolik tanpa adanya paksaan ataupun kewajiban. “Rome Sweet Home” adalah buku kesaksian Scott dan Kimberly Hahn akan Iman, Pengharapan, dan Kasih.
Scott yang sejak muda amat bersemangat melakukan apa pun. Terdorong oleh keyakinan berkobar-kobar untuk mewartakan Sabda Tuhan, Schoot pernah bertekad “mengambil sasaran orang-orang Katolik Roma karena kasihan dan keprihatinan atas kesalahan-kesalahan dan kepercayaan takhayul mereka….” Scott adalah seorang Pendeta Presbytarian, lulus Doktor Teologi dan Filsafat dengan predikat “summa cum laude”.
Si Istri, Kimberly Hahn, memperoleh gelar Master Teologi. Ayah, paman, dan kakaknya adalah Pendeta. Salah satu cita-citanya menjadi seorang istri Pendeta.
Berawal dari pelayanan bersama terhadap Tuhan dan jemaat, mereka saling jatuh cinta dan kemudian menikah. Dalam iman dan cinta yang tulus, Scott-Kimberly berjanji menempatkan Yesus di pusat kehidupan mereka.
Bersamaan dengan pergulatan intelektual Scott tentang ajaran Protestan dan Katolik, badai rumah tangga mulai menimpa mereka. Beberapa doktrin teologis yang penting – Sola Fides, Sola Scriptura, perjanjian Alkitab, Maria, kontrasepsi – benar-benar menghantui Scott. Bahkan, karena keragu-raguan atas “kebenaran dogma Protestan”-nya, Scott menolak jabatan sebagai Dekan Seminari pada usia 26 tahun, sebuah jabatan yang diimpikannya sendiri bila ia telah berusia 50 tahun.
(Kontribusi: Andrea Gisela Karmila)
Sumber: Majalah Sabitah Edisi 37, Mei-Juni 2009