Featured Image Fallback

“Jangan Takut, Hari Ini Telah Lahir Bagimu Juruselamat”

/

Seksi Komsos

Maranatha

“Tuhan datanglah adalah seruan permohonan agar Tuhan berkenan mendatangi umatNya. Tuhan kini sudah datang dalam rupa seorang bayi seperti yang diwartakan oleh malaikat kepada para gembala dan kawanannya:  “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitahukan kepadamu kesukaan yang besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus Tuhan di kota Daud.” (Luk 2:10)  Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah bala tentara surga memuji Allah: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadaNya.” (Luk 2:14) Ia datang untuk menyelamatkan setiap orang, membawa damai sejahtera dan kebahagiaan sejati kepada setiap orang yang percaya dan berharap kepadaNya. Maka kedatanganNya adalah sebuah Kabar Gembira karena Dia adalah Immanuel – Allah beserta kita. Sejalan dengan kehendak dan rencana ilahi ini, kita pun mengharapkan dan merindukan hal yang sama, yaitu keselamatan, damai sejahtera dan kebahagiaan sejati yang datang dari Tuhan.  Kita ingin hidup bahagia, mengalami damai sejahtera dan keselamatan.

 

Untuk Direnungkan

Apakah kita yang mengharapkan keselamatan, damai sejahtera dan kebahagiaan sejati, kini telah mengalamiNya? Kalau ternyata belum – Apakah ada yang salah? Salahnya di mana? Apa yang mesti kita lakukan untuk menjadi bahagia, damai dan sejahtera, sebagaimana yang dirancangkan dan dikehendaki oleh Allah sendiri? Untuk menemukan jawabannya marilah kita menimba inspirasi rohani dari seorang mistikus, yaitu Anthony de Mello, SJ.

 

 

Keyakinan Palsu

 

Anthony de Mello, SJ menyatakan bahwa penyebab utama ketidakbahagiaan bukan kesepian, pengkianatan, kebencian, perang, kemiskinan, sakit dan kematian. Menurutnya, hanya ada satu sebab ketidakbahagiaan yaitu keyakinan palsu dalam pikiran kita. Keyakinan palsu manakah yang menghalangi hidup bahagia yang telah dirancang dan dikehendaki oleh Allah bagi kita?

1.  Keyakinan palsu bahwa kita tidak dapat bahagia tanpa hal-hal yang kita pandang bernilai dan membuat kita terikat: saya tidak bahagia kalau tidak punya BB, mobil, isteri yang cantik, suami yang sabar, dan lain sebagainya.  Keyakinan ini salah. Mari kita renungkan sejenak.  Kita tidak bahagia karena kita   terlalu memusatkan diri pada segala hal  yang tidak kita miliki saat ini, bukan pada hal-hal yang kita punyai sekarang ini. Akibatnya “rumput di halaman tetangga kelihatan lebih hijau dari rumput di halaman sendiri”!   Ini keliru.  Keyakinan ini membuat kita sulit mensyukuri segala yang telah kita miliki dan kita terima saat ini. Sekalipun yang diluar sana lebih menarik, indah, segar, kelihatan sempurna, tetapi yang terbaik tetap yang kita miliki saat ini, karena yang paling nyata ada pada kita saat ini, sedangkan yang lain hanyalah ilusi.

2.  Keyakinan palsu bahwa kebahagiaan ada di masa depan. Tidak benar! Di sini dan sekarang ini kita bahagia. Hanya saja kita tidak mengetahuinya. Keyakinan palsu bahwa kebahagiaan ada di masa depan membuat kita tidak bisa menikmati kegembiraan saat ini. Keyakinan palsu ini membuat kita cemas, takut, dan tegang. Jika kita mau melihatnya, kita akan menyadari bahwa saat ini ada begitu banyak alasan untuk menjadi bahagia tetapi kita tidak mau melihatnya.

3.  Keyakinan palsu bahwa kebahagiaan akan datang apabila kita berhasil mengubah orang-orang di sekitar kita seperti yang kita inginkan: ingin orang-orang yang kita ingin ubah itu untuk lebih memperhatikan kita, ramah, sabar, baik pada kita, dan lain sebagainya.  Kita hanya akan menyia-nyiakan energi dan waktu bila mencoba mengubah orang-orang di sekitar kita.   Hal ini membuat kita tidak bahagia.  Kebahagiaan dirasakan ketika kita sendiri berusaha berubah dan berbuah. Kata mutiara seorang guru rohani berikut ini pantas kita renungkan bila kita ingin bahagia: “Jangan mencari orang baik supaya Anda bahagia, tetapi jadilah baik, maka orang baik akan mencarimu sehingga Anda menjadi gembira.”

4.  Keyakinan palsu bahwa kita akan bahagia apabila semua keinginan kita terpenuhi. Misalnya keinginan dipuji, diakui, diperhitungkan, dilayani.  Hal ini juga tidak benar. Apakah ketika kita dipuji, diakui, diperhitungkan maka kita benar-benar bahagia? Belum tentu, karena sesungguhnya keinginan dan kelekatan kitalah yang membuat kita cemas, gelisah, takut, lelah dan frustasi. Maka buatlah daftar semua kelekatan dan keinginan Anda dan kepada kelekatan dan keinginan itu katakanlah: “Dalam lubuk hatiku terdalam, meskipun telah mendapatkan kamu, aku tidak mendapatkan kebahagiaan.” Maka segala keinginan dan kelekatan akan kehilangan daya rusaknya. Lalu kita menjadi orang merdeka dan bahagia.

 

Sebuah Titik Balik

Apa yang bisa kita lakukan untuk menjadi bahagia?  Bertobatlah, pahamilah keyakinan-keyakinan palsu itu, dan peluklah keyakinan yang hakiki. Dengan demikian, keyakinan-keyakinan palsu itu akan kehilangan daya ikat dan rusaknya, dan keyakinan yang sejati dan hakiki akan membebaskan Anda dan Anda menjadi bahagia.

Kalau orang sangat ingin bahagia, mengapa mereka tidak mencoba memahami keyakinan palsu mereka? Ada dua alasan yaitu: Pertama, mereka tidak pernah melihatnya sebagai sesuatu yang salah, bahkan sebaliknya, malah melihat keyakinan palsu itu sebagai fakta dan realitas. Kedua, mereka takut kehilangan satu-satunya dunia yang mereka kenal, yaitu dunia keinginan, kelekatan, ketakutan, ketegangan, ambisi, kekuatiran rasa bersalah yang disertai dengan percikan kesenangan dan kegembiraan sesaat.  Kita mengetahui bahwa luka batin, iri hati, benci, dan dendam dapat membuat kita menderita, tapi mengapa kita kerapkali masih mau mempertahankannya kalau kita ingin bahagia?! Sebabnya mungkin hanya satu, yaitu karena kita takut kehilangan dunia satu-satunya yang kita miliki yaitu dunia kebencian, iri hati, dendam. Bukankah begitu ?!!

 

Jalan Setapak Menuju Kebahagiaan

Lalu apa yang bisa kita lakukan agar kita bisa memahami keyakinan-keyakinan palsu itu sehingga kita benar-benar menjadi bahagia, mengalami damai sejahtera dan keselamatan sebagaimana direncanakan dan dikehendaki oleh Allah?

1.  Kita hendaknya menyadari dan menyakini bahwa semua keyakinan palsu itu adalah tidak benar. Yang benar adalah bahwa Allah sumber kebahagiaan sejati. Hanya dalam Dia-lah sukacita kita menjadi penuh.  Maka hanya orang yang mencari dan mengandalkan Dia sajalah yang berbahagia dan bersukacita, karena dalam Dia ada kasih sempurna, kasih tak bersyarat, kasih yang tidak menuntut balas, kasih yang membebaskan, yang dirindukan oleh setiap orang.

2.  Berani melepaskan dunia keinginan, kelekatan, dan lain sebagainya dengan jalan: tidak menolak atau menyangkalnya, tetapi dengan jalan mengamati kebusukan sifat kelekatan itu sendiri. Kalau biasanya kita hanya memusatkan perhatian pada getar kegembiraan yang ditimbulkan oleh kelekatan, maka sekarang marilah kita renungkan tentang kecemasan, kepedihan, dan ketidakbebasan yang diakibatkannya. Mari kita renungkan juga kegembiraan, kedamaian, dan kebebasan yang menjadi milik kita setiap kali kita melepaskan kelekatan kita.

 

Saat untuk memutuskan

Setiap orang telah “ditentukan” oleh Allah untuk menjadi bahagia, mengalami damai sejahtera dan keselamatan sehingga Allah Bapa sendiri berkenan mengutus Yesus PuteraNya menjadi Juruselamat bagi kita. Namun demikian, semuanya kembali pada masing-masing kita, apakah kita mau menyambutNya atau menolakNya; apakah kita ingin tetap hidup dalam keyakinan-keyakinan palsu kita atau menjadi manusia merdeka yang berani melepaskan kelekatan dan memeluk keyakinan sejati – bahwa sumber kebahagiaan sejati hanyalah Allah. Selamat merenungkan dan memutuskan!!

 

Selamat Natal dan Tahun Baru

Terpujilah Yesus Kristus dan Maria Imakulata

 

(Penulis: Romo Ignatius Wasono Putro, OMI, Pastor Rekan Paroki Trinitas, Cengkareng)