Featured Image Fallback

Pendidikan Anak di Sekolah “Saja” Sudah Cukupkah???

/

Seksi Komsos

CATATAN HARIAN SEORANG ANAK SMA

Hari ini sekolahku libur….

Hari Jumat minggu kemarin adalah hari yang paling membuat setiap siswa di sekolahku deg-degan, karena pada hari itu laporan hasil belajar kami dibagikan dan jika laporan itu berisi nilai-nilai yang buruk, berarti kami harus tidak naik kelas, tapi jika sebaliknya maka kami naik kelas. Di saat semua teman-temanku sudah mendapatkan laporan itu, aku bingung karena aku tidak mendapatkannya. Setelah aku selidiki ternyata aku belum bayar uang sekolah. Kutelepon orangtuaku yang sedang berada di luar kota, mereka mengatakan akan segera mentransfer uang sekolahku  hari itu juga,mereka lupa atau karena apa – aku tidak tau . Maka selasai sudah masalah uang sekolah.

Keesokan harinya aku bangun sekitar jam 08:30 dan segera berangkat ke sekolah dengan semangat. Karena aku sudah tidak sabar ingin melihat hasil kerjaku selama 1 semester ini. Tetapi setibanya aku di sekolah aku sungguh kecewa karena meskipun uang sekolah sudah kubayarkan, aku masih juga belum bisa mengambil raport. Aku masih harus menunggu seseorang  untuk dapat mengambil raportku tersebut. Aku menunggu dia sejak jam 09:00 sampai jam 13:00. Betapa bosannya aku menunggu  lama sekali, tapi apa boleh buat demi raportku, aku rela menunggu.


Setelah raport kuambil, aku pun berusaha daftar ulang. Tapi salah satu orang di Tata Usaha berkata daftar ulang sudah tutup sejak jam 12:00. Aku kesal memang. Karena sudah terbayang liburanku akan tertunda dua hari lagi.

Setahuku, daftar ulang tidak mutlak siswa sendiri yang harus melakukan, dan menyerahkan formulir yang telah diisi kepada petugas daftar ulang. Apalagi setelah aku melihat orang tua murid dari salah satu siswa di Sekolah ini yang mendaftar ulangkan anak mereka. Aku pun menjadi tenang dan gembira karena akhirnya aku menemukan solusi. Akhirnya akupun pulang ke rumah dan menyuruh supir untuk datang dan meminta tolong padanya untuk menyerahkan formulir yang telah kutandatangani dan kuisi tersebut kepada wali kelasku untuk di serahkan kepada petugas daftar ulang. Akhirnya setelah aku tenang, akupun ingin liburan bersama teman–temanku.

Namun pada hari Senin setelah aku sudah tiba di tempat berlibur, betapa terkejutnya aku ketika menerima telephon dari supir keluargaku. Dia mengatakan masih ada beberapa faktor yang belum aku lengkapi dalam daftar ulang ini. Aku pun bingung, sepertinya sudah semua aku isi dan aku penuhi, namun betapa teledornya aku bahwa aku lupa mengumpulkan foto! Sebetulnya aku tidak lupa, namun aku hanya malas untuk foto-foto lagi dan kupikir jika foto menyusul tidak apa-apa. (karena saat aku duduk di Kelas X fotoku nyusul dan teman-temanku juga mengatakan bahwa foto menyusul tidak masalah). Memang pada hari sabtu aku juga sudah bertanya pada Pak Wakil Kepala Sekolah Bidang Administrasi bahwa apakah foto dapat nyusul atau tidak, dan Beliau memang mengatakan tidak. Namun mengapa aku tidak percaya dan begitu bodoh dengan mengelakkan fakta yang ada dengan keyakinanku sendiri yang belum tentu benar?

Aku merasa sangat  menyesal kepada  supir yang kadang menjadi teman baikku itu, apalagi setelah  bercerita bahwa dia dimarah-marahi oleh  guru atau wali kelasku. Seharusnya aku yang dimarahi, akan tetapi supirku yang akhirnya menjadi sasaran luapan emosi Pak guru karena kesalahanku. Aku merasa berdosa karena membiarkan orang lain yang menanggung  kesalahanku. Aku merasa lari dari masalah dan menarik orang lain kedalam masalahku hanya demi keinginanku sendiri. Aku merasa mengorbankan seseorang demi kepentinganku sendiri.  Aku menyesal namun semua sudah terlambat.

Terlebih lagi mengapa aku suka melakukan hal itu semua? Padahal aku sudah mengucapkan janji di depan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, bahwa aku tidak akan membuat masalah lagi di kemudian hari dan memperbaiki sikapku. Namun dalam waktu beberapa jam atau hari saja, aku melanggarnya kembali. Oh iya…, aku sampai lupa, memang sudah beberapa kali aku dipanggil bagian kesiswaan ini karena iseng dan membuat kekacauan di sekolah, aku sudah tidak ingat lagi karena sudah sangat sering…..

Tak ada lagi yang dapat kulakukan sekarang tetapi aku meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah aku rugikan. Untuk supirku aku menyesal dan meminta maaf yang sebesar-besarnya karena telah membuatnya menjadi sangat kerepotan, sangat capek, sangat bosan, karena harus bolak-balik ke sekolah untuk mengurus urusan yang bukan urusannya. Untuk Wakil Kepala Sekolah Bidang Administrasi dan Bagian Kesiswaan aku minta maaf karena telah melanggar janji, membuat masalah baru,  menambah-nambahi pekerjaan , menganggu liburan  dan membuatnya  marah . Untuk sekolah aku juga meminta maaf karena telah mengacaukan sistim yang berlaku.

Kesalahan terbesarku yang aku sangat sadari sekarang adalah betapa aku mengacaukan sistem administrasi di sekolah ini. Aku mengacaukan sistem daftar ulang yang seharusnya sudah selesai dari kemarin-kemarin, tapi harus diundur karena ulah tingkah kebodohan dan keegoisan diriku. Hanya karena satu individu yaitu aku. Aku juga telah membuat segala rencana para petugas karyawan terganggu dan mungkin juga gagal. Yang seharusnya mereka bisa berlibur dengan lebih cepat, menjadi gagal karena seorang individu diriku. Aku sadari aku mengacaukan segalanya. Aku benar-benar menyesal. Dan aku sangat berharap orang tuaku memperhatikan diriku, menemani aku, mengarahkan aku, menasehati aku atau memarahi aku yang akan aku terima dengan sangat senang hati…. tetapi semua itu tidak aku dapat dari orang tuaku yang sangat aku sayangi.

Segala masalah telah diselesaikan orang tuaku dengan uang dan orang–orang yang dipercayainya karena banyak urusan ke banyak kota dan bahkan ke lain negara yang katanya demi masa depanku…..

Catatan harian anak yang telah kita baca diatas merupakan sebuah refleksi akan perbuatanya di sekolah, dan juga catatan tentang kesendiriannya menghadapi hari–hari sebagai seorang anak. Kebiasaan berefleksi sangat baik dibiasakan oleh lembaga pendidikan, terutama Lembaga Pendidikan Katolik, Agar para murid semakin menjadi orang baik yang beriman yang sudah semakin sulit ditemukan.

Titik Pusat Pendidikan Katolik

“Orang yang menjadi murid Kristus berhak menerima Firman Iman (Rm. 10:8) bukan dalam bentuk yang timpang, palsu atau berkurang, tetapi utuh dan menyeluruh. Sekolah Katolik kususnya menjadi suatu komunitas yang memancarkan nilai–nilai kehidupan. Karyanya harus nampak sebagai promosi hubungan iman dengan Kristus karena di dalam diriNya-lah segala nilai mendapat kepenuhan. Namun iman terutama harus berasimilasi melalui hubungan dengan orang–orang yang sehari–hari berkarya demi kesaksian iman itu dan inilah peranan orang tua,  juga sekolah.

Berefleksi tentang nilai iman Katolik serta peran penting guru dan pendidikannya, perlu ditekankan apa yang menjadi titik pusat Pendidikan Iman Katolik itu sendiri. Pendidikan Iman Katolik terutama menyangkut upaya untuk mengkomunikasikan Kristus  serta bantuan untuk membentuk Citra Kristus di dalam kehidupan sesama manusia.

Tuhan menghendaki agar dunia baik adanya, orang bahagia, dan masyarakat sejahtera. Tetapi manusia suka  menuruti kemauan sendiri dan bahkan merusaknya. Seperti  misalnya melakukan tindak korupsi, merusak lingkungan, melakukan tindak kekerasan, dan berperilaku semau sendiri dengan mengabaikan prinsip hidup yang baik dan benar. Bahkan masyarakat menghambat dan mengancam anggotanya menjadi orang baik. Jadilah kekacauan, ketidakadilan, kemiskinan, dan kesengsaraan.

Diperlukan banyak orang baik dan beriman yang mau menyuarakan dan memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih adil, bersaudara, lebih menghargai martabat manusia, memelihara pelestarian lingkungan hidup, dan memperjuangkan kesejahteraan bersama. Paradigma Pendidikan Reflektif akan menjawab ini semua, tetapi akan berhasil dengan baikkah tanpa dukungan para orang tua?

PARADIGMA  PEDAGOGI REFLEKTIF MENJAWAB PENDIDIKAN IMAN ANAK

Dalam sebuah pelatihan mengajar dan seminar pendidikan, penulis mendapatkan bebarapa hal penting, di antaranya bahwa pendidikan itu bertujuan luhur dan perlunya membimbing siswa agar memahami relevansi pendidikan yang didapat dengan kehidupannya kelak. Tugas lembaga pendidikan untuk menumbuh-kembangkan pengetahuan dan sikap batin siswa agar mampu melihat korelasi antara ilmu pengetahuan yang didalaminya, sehingga memiliki kepedulian kepada masyarakat dan alam lingkungan tempat anak hidup dan memberi kehidupan, memiliki motivasi untuk bertindak atas dasar pengetahuan yang telah dialaminya dan mampu  mewujudkan dalam aksi yang bermanfaat bagi sesamanya.

Pendidikan di sekolah  menjadikan dan menonjolkan bertumbuh-kembangnya  siswa menjadi anak yang baik, yang diharapkan kelak menjadi orang baik yang beriman. Memang sampai menyelesaikan pendidikan di suatu sekolah atau lembaga  mereka belum tentu menjadi orang baik. Namun bertahun–tahun setelah menyelesaikan pendidikan barulah menjadi orang dewasa yang baik, karena pembiasaan–pembiasaan baik yang diberikan waktu sekolah. Di sekolah siswa ditumbuhkan-kembangkan menjadi anak baik yang beriman. Anak yang baik memiliki ciri utama antara lain: Pertama, Anti korupsi, Anti kekerasan, dan Anti perusakan lingkungan yang dikembangkan dengan mengembangkan sikap budaya  tidak menyontek, persaudaraan sejati, dan mencintai lingkungan hidup. Kedua, lawan dikendalikan kepentingan sendiri, ditumbuhkembangkan melalui sikap budaya Kemanusiaan kritis dan Religiositas terbuka. Yang ketiga, kepemimpinan ditumbuh- kembangkan dengan penalaran , explorasi, kreatif, kemandirian dan kemampuan berbicara.

  • Menyontek adalah embrionya korupsi. Menyontek adalah mengakui yang bukan prestasinya sendiri, merugikan siswa lain, dan bertindak tidak adil. Siswa lain yang bekerja keras mungkin hanya dapat nilai 70, tetapi yang menyontek dapat nilai 90. Karena tidak belajar, seharusnya si penyontek dapat 40, tetapi dengan menyontek seolah–olah berprestasi hebat. Tidak menyontek berarti siswa tidak berminat menyontek dan tidak mau menyontek. Ada kesempatanpun, tidak berminat dan tidak mau menyontek. Tekad tidak korupsi dilatih dengan tidak menyontek. Tidak menyontek sekarang, besok, kelak dewasa, tidak korupsi diharapkan menjadi karakter siswa.

Agar orang dapat mengendalikan diri dengan prinsip–prinsip hidup bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa yang benar, siswa dibimbing menemukan prinsip–prinsip tersebut, memahaminya dan meyakininya. Siswa dibimbing untuk memahami bahwa prinsip utama dalam bernegara adalah menyelenggarakan kepentingan bersama.

  • Religiositas Terbuka, siapa yang mau secara konsisten mengakui dan yang punya kemauan untuk menolak korupsi pasti terbersit dalam pikiranya, apakah dengan menolak korupsi hidupnya akan terjamin? Maka sejak muda para siswa perlu ditumbuhkan kepercayaan yang kokoh pada Penyelenggaraan Ilahi. Di samping itu religiositas mesti terbuka, sehingga orang bisa bergaul dan bekerjasama dengan orang yang beragama dan berkepercayaan lain. Keterbukaan ini perlu dikembangkan dan sedapat mungkin menjadi sikap/karakter mereka dalam keseharian.
  • Kepemimpinan yang mendasar adalah kemampuan penalaran, eksplorasi, kreativitas, di samping kemampuan menyampaikan pemikiran secara lisan maupun tertulis dengan runtut, logis, mengena dan menarik.

PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF merupakan kerangka berfikir atau pola pikir pendidikan berdasarkan reflektif. Suatu istilah yang bagi kebanyakan orang tidak banyak berarti. Cara  ini dapat menumbuh-kembangkan siswa menjadi anak yang baik dan beriman dengan dinamika lima langkah yang dapat dilakukan oleh guru yaitu: KONTEKS, PENGALAMAN, REFLEKSI, AKSI DAN EVALUASI tanpa menambah atau mengurangi bahan ajar yang menjadi hak siswa, namun dapat menjawab kebutuhan perkembangan iman dan kepribadian anak di masyarakat. Namun perlu diingat pula bahwa anak juga belajar kehidupan dari lingkungan dan keluarga yang kelak akan mewarnai pola kehidupanya.

Sekolah  yang  menggunakan cara ini diharapkan akan menghasilkan anak–anak yang beriman dan menumbuh-kembangkan siswa menjadi siswa yang  baik, yang nantinya  menjadi orang baik yang mampu memperjuangkan kehidupan bersama yang semakin adil, bersaudara, semakin menghargai martabat manusia, yang memelihara pelestarian lingkungan hidup, dan yang memperjuangkan kesejahteraan bersama. (Yustina Dwi Suhantini, Kepala Sekolah TK Seraphine Bakti Utama, Cengkareng Indah)

Sumber: Majalah Sabitah Edisi 49, Juli-Agustus 2011

Artikel Serupa

Featured Image Fallback

Tantangan Keluarga Katolik di Zaman Sekarang

/

Seksi Komsos

Romo Alexander Erwin Santoso, MSF, Ketua Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Agung Jakarta, beberapa waktu yang lalu sempat bertandang ke Gereja Stasi Santa Maria Imakulata untuk ...
SELENGKAPNYA