Banyak pahlawan nasional yang kita kenal. Untuk menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, kami sajikan 2 Pahlawan Nasional Indonesia yang beriman Katolik untuk lebih menyadarkan kita akan tugas dan kewajiban kita sebagai Warga Negara Indonesia. Jadilah 100% Katolik, 100% Indonesia!
Ignatius Slamet Riyadi lahir di Surakarta, 26 Juli 1927. Setelah tamat dari Sekolah Pelayaran Tinggi, ia sempat menjadi navigator kapak kayu.
Pada 1942, saat Jepang menduduki Indonesia, Slamet Riyadi meninggalkan pekerjaannya untuk mengobarkan perlawanan. Setelah diangkat sebagai Komandan Resimen I Divisi X, ia bertugas merebut kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda, taktik gerilya yang diterapkannya membuat Belanda kewalahan.
Perjuangan Slamet Riyadi terus berlanjut. Pada 07-10 Agustus 1949 ia memprakarsai “Serangan Umum Kota Solo”. Ia pun pernah menumpas pemberontakan PKI Madiun, APRA Westerling di Jawa Barat, pemberontakan Andi Aziz di Makasar, dan RMS Maluku/
Slamet Riyadi gugur di gerbang Victoria Ambon pada 04 November 1950. Atas jasanya, ia mendapat kenaikan pangkat menjadi Brigadir Jenderal TNI Anumerta dan gelar pahlawan nasional pada 06 November 2007. Ia pun dikenal sebagai pencetus pasukan khusus TNI yang kelak disebut Kopassus. (WSP)
Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda Anumerta, adalah anak pertama dari 4 bersaudara pasangan Roewidodarmo dan Latifatun. Ia lahir di Salatiga, 03 Juli 1916. Impiannya menjadi penerbang sempat terpendam ketika ayahnya menginginkannya menjadi dokter dan memasukkannya ke Geneeskundige Hooge School (GHS), Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta (1939).
Saat bersekolah di GHS, diam-diam ia mendaftarkan diri ke Militaire Luchtvaart Opleidings School (MLOS), Sekolah Pendidikan Penerbang Militer Hindia Belanda di Kalijati. Ia pun diterima sebagai kadet dan diwisuda pada tahun 1941.
Ketika Agresi Militer Belanda I, Adisutjipto dan Abdulrahman Saleh diutus ke India untuk mengambil obat-obatan dari Palang Merah Internasional. Pada 29 Juli 1947, saat pesawat Dakota VT-CLA yang mereka tumpangi hendak mendarat, muncul 2 pesawat P-40 Kitty Hawk Belanda yang memberondong Dakota hingga jatuh di Ngoto, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
Semula Adisutjipto dimakamkan di pemakaman Katolik Kuncen Yogyakarta, kemudian dipindahkan ke Monumen Perjuangan di Ngoto pada 14 Juli 2000. Untuk mengenang jasanya sebagai pahlawan nasional, sejak 17 Agustus 1952, Lanud Maguwo diganti namanya menajdi Lanud Adisutjipto (kini bandara internasional). (WSP)
Sumber: Majalah Utusan No. 08, Tahun ke-61, Agustus 2011