“Engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu”
(Yer 17:5-10; Luk 16:19-31)
“Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. Jawab orang itu: Tidak, Bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.” (Luk 16:24-31), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
- Apa yang telah kita nikmati selama hidup di dunia ini? Apa yang telah kita nikmati di dunia nanti ketika meninggal dunia alias hidup di akhirat tidak akan dapat menikmati lagi dan hanya boleh menikmati apa yang belum pernah kita nikmati selama hidup di dunia ini. Dengan kata lain apa yang akan dapat kita nikmati di akhirat nanti adalah kebalikan dari apa yang telah kita nikmati di dunia ini. Misalnya: ketika di dunia ini kita hidup disiplin, maka di akhirat dapat hidup seenaknya, semau gue, sebaliknya ketika di dunia kita tidak disiplin, maka di akhirat nanti terus menerus dilatih hidup disiplin; di dunia ini kita tidak jujur, maka di akhirat dilatih jujur, dst.. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian selama hidup di dunia ini untuk hidup baik dan berbudi pekerti luhur alias sungguh menghayati keutamaan iman, harapan dan cinta. Dari ketiga keutamaan ini yang terbesar adalah cinta, maka marilah selama hidup di dunia kita saling mencintai satu sama lain, tanpa pandang bulu/SARA. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah ‘yang terkasih’ atau ‘buah kasih’, hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya saat ini karena cintakasih. Jika selama di dunia ini kita saling mengasihi satu sama lain, maka di akhirat nanti kita dapat hidup seenaknya. Mengasihi berarti memboroskan waktu dan tenaga bagi yang dikasihi.
- “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk.Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!” (Yer 17:5-7), demikian firman Tuhan melalui nabi Yeremia. Marilah kita renungkan apa yang difirmankan oleh Tuhan ini. Kita diharapkan untuk ‘mengandalkan Tuhan, menaruh harapan pada Tuhan, bukan mengandalkan manusia atau kekuatan diri sendiri’. Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan dan menaruh harapan pada Tuhan. Marilah kita sadari dan hayati bahwa diri kita maupun aneka kekuatan yang kita miliki saat ini adalah anugerah Tuhan, tanpa Tuhan kita tidak dapat hidup serta memiliki semuanya itu. Dengan kata lain hendaknya menyikapi sesama manusia maupun aneka kekuatan manusia sebagai ‘sarana’ untuk semakin beriman atau berbakti kepada Tuhan, yang utama adalah Tuhan bukan sarananya. Maka kepada orang kaya, pandai, cerdas, berkedudukan, tampan, cantik, dst.. kami harapkan tidak menjadi sombong, melainkan rendah hati: ketika anda menerima pujian dan sorak-sorai dari banyak orang hendaknya dihayati sebagai ‘tangan-tangan Tuhan’ yang menuntun anda untuk semakin rendah hati atau berbakti kepada Tuhan. Kita semua dipanggil sampai tingkat spiritual, tidak hanya manusiawi apalagi hartawi. Memang ketika kita manusia maka ada kemungkinan atau kemudahan untuk meningkat ke spiritual, maka kepada mereka yang masih bersifat materialistis kami harapkan segera meningkatkan diri ke manusiawi. Marilah di masa Prapaskah ini kita perdalam dan tingkatkan hidup spiritual atau keimanan kita, sehingga dengan semangat iman kita hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” (Mzm 1:1-3)