Oleh: Romo Johanes N. Hariyanto, SJ
Konon semua orang Katolik melakukan KKN. Betapa tidak? KKN orang Katolik tidak main-main, koneksinya langsung ke surga. Tak percaya? Buktinya, setiap orang Katolik punya seorang Santo/Santa Pelindung yang dipakai sebagai nama baptisnya. Orang Katolik paling sering berdoa kepada Orang Kudus sebagai pengantara kepada Yesus Kristus. Yang paling sering adalah kita berdoa kepada Bunda Maria, Bunda Tuhan sendiri. KKN bukan?!
Kita punya seseorang yang bisa diandalkan di surga. Orang-orang itu kita sebut ‘Orang Suci’. Tidak mudah untuk menjadi orang suci, apalagi untuk zaman sekarang ini – dan untuk hidup di kota besar seperti Jakarta. Sering kita melihat kesucian itu secara simbolik, melihat apa yang langsung ada di depan mata kita. Berdoa dan rajin ikut Misa Kudus, misalnya, adalah cerminan sikap dan semangat hidup kita untuk menjadi suci. Selain unsur-unsur simbolik kesucian, Tuhan Yesus ingin mengajak kita untuk melihat ke hal-hal kesucian lainnya.
“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah….”
Bagaimana kita melihat peran uang dalam hidup kita? Beranikah kita berkata “cukup” untuk apa yang telah Tuhan berikan kepada kita sekarang ini? Ingatlah akan apa yang dikatakan Kristus: “Di mana hartamu, di situ hatimu berada.”
“Berbahagialah orang yang berdukacita…”
Hiburan macam apa yang kita cari? Mana yang lebih penting, ikut kegiatan doa di Lingkungan atau menonton sinetron di rumah?
“Berbahagialah orang yang lemah lembut…”
Sementara orang mengatakan kita harus menjadi keras kalau mau bertahan hidup di Jakarta. Lingkungan sekitar kita telah mengancam kita untuk kehilangan kepekaan dan kelembutan, padahal kalau ada kelembutan hati pada diri kita, maka stress tidak mudah menghinggapi kita.
“Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran….”
Kebenaran macam apa yang kita inginkan? Sudahkah kita belajar mendengarkan Tuhan? Sudahkah kita berani membaca Kitab Suci?
“Berbahagialah orang yang murah hatinya…”
Murah hati itu identik dengan kelemah-lembutan. Kita perlu selalu peka dan menyadari bahwa apa yang kita terima adalah semata-maa karena kemurahan hati Tuhan.
“Berbahagialah orang yang suci hatinya…”
Kebanyakan dari kita melihat segala sesuatu dari hati yang iri. Tetangga memiliki sesuatu, kita pun ikut-ikutan ingin memiliki barang yang sama dengan tetangga kita.
“Berbahagialah orang yang membawa damai….”
Kedamaian adalah masalah kita bersama sebagai bangsa. Damai itu mahal, maka haruslah kita usahakan bersama. Kita perlu menjadi pembawa damai, perlu selalu belajar berdamai dengan yang ada di sekitar kita.
“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran…”
Sebagai seorang Katolik, hadirlah dalam masyarakat secara wajar. Jangan malu membuat tanda salib saat ingin berdoa makan – meskipun kita hanya makan di warteg.
Menjadi suci pada akhirnya bukanlah sesuatu yang mustahil bagi kita. Menjadi suci berarti berani untuk membuat tangan kita menjadi kotor dengan hati yang bersih. Menjadi suci berarti mau selalu repot dalam hidup kita ini. Menjadi suci bukan berarti berdoa 24 jam sehari di depan Sakramen Maha Kudus – itu bagian dari sementara orang yang memang berkaul demikian. Menjadi suci adalah menjadi seorang ayah, seorang ibu, seorang anak, seorang anggota masyarakat secara sepenuhnya.
Buatlah tangan-tangan kita menjadi kotor untuk menolong sesama, mengupayakan perdamaian, membangun persaudaraan, dll. Karena dengan hal-hal demikianlah maka hati kita menjadi bersih dan pada saatnya nanti, kita pun bisa bersatu dengan para kudus di surga abadi.