Featured Image Fallback

Cerdas Ber-Facebook

/

Seksi Komsos

Tak ada yang meragukan kegunaan Facebook (FB). Tapi, tak dapat diingkari pula bahwa tak sedikit orang terkena dampak buruknya. Sementara itu, para remaja terlalu naif menggunakannya dengan mengunggah foto atau komentar yang seharusnya tak pantas dipublikasikan. Dan banyak di antara mereka merasakan akibat buruk unggahan itu sendiri.

 

Saya pengguna FB yang hanya mempunyai 130 “teman”. Jumlah ini tergolong sedikit karena banyak orang yang mempunyai 1.200 “teman”. Marilah kita cermati apa arti teman. Kalau kita menjawab teman berarti seseorang yang menemani kita dalam suka dan duka, apakah 1.200 teman FB kita bisa berperan semacam itu? Sebaliknya, jika kita termasuk teman dari FB seseorang, bisakah kita memberikan diri menemani dia dalma suka dan duka? Bila tidak, lalu, apakah arti teman sesungguhnya? Apakah penambahan jumlah teman dalam FB hanya sekedar kontes popularitas?

Orang Kristiani percaya, teman adalah anugerah Tuhan yang harus kita syukuri dan pelihara dengan baik. Dalam Perjanjian Lama dituliskan: sahabat setia tiada ternilai, dan harganya tidak ada tertimbang (Sirakh 6:15). Saya mengenal teman-teman FB saya. Perkenalan dengan mereka ada yang secara langsung atau melalui tanggapan yang mereka berikan atas tulisan saya melalui dunia maya. Bagi beberapa yang lain lagi, saya menjadi mentor menulis.

Saya dengan cukup telaten mengamati unggahan-unggahan mereka. Ada yang tentang hal-hal sepele dan lebay. Tapi, ada juga yang inspiratif, mengusik pemikiran, atau informasi yang berguna. Namun, makin lama saya makin khawatir. Misalnya, seorang remaja putri, katakanlah namanya Santi. Untuk menunjukkan belangsukawa atas korban Badai Irene yang menghantam pantai timur Amerika pada akhir Agustus 2011, Santi menulis:

“Ikut berduka cita atas meninggalnya seorang anak umur 11 tahun dalam Badai Irene karena tertimpa pohon saat tidur nyenyak di rumahnya. Teruskanlah pesan ini jika kalian ingin dia meninggal dalam damai. Jika kalian tidak meneruskannya, artinya kalian orang yang tak beradab dan aku doakan kalian juga tertimpa pohon seperti anak itu.”

Wow! Bagi saya, itu sungguh ungkapan belangsungkawa yang mengerikan. Tak hanya saya, banyak orang lain yang berpendapat seperti itu. Seorang guru sekolahnya kemudian memanggilnya dan menasihati. Karena menyesal dan malu, ia pun meminta maaf dalam FB. Di situ ia mengaku bahwa sesungguhnya bukan dia yang membuat tulisan itu. Ia sekedar meng-copy tulisan orang lain tanpa memperhatikan keseluruhan dengan cermat.

Ah, sangat disayangkan kecerobohannya itu karena unggahan semacam itu bisa mengganggu reputasi dan masa depannya. Patut diketahui, FB tidak hanya dimanfaatkan antar-teman untuk sharing tetapi juga digunakan lembaga-lembaga untuk menyaring. Pada tahun 2008, sebuah penelitian menemukan bahwa satu dari 10 karyawan universitas secara rutin mengunjungi akun FB para calon mahasiswa yang mendaftar. 38% di antaranya mendapatkan unggahan yang tidak patut, baik berupa foto atau komentar. Dan atas dasar itulah, mereka melakukan penolakan.

Tak hanya universitas, perusahaan-perusahaan juga melakukan hal yang sama untuk rekrutmen karyawan, partner kerja, maupuan konsumen. Sekali lagi, 35% perusahaan melakukan penolakan berdasarkan akun FB yang bersangkutan, terlebih bila ditemukan ungkapan tentang pengguna minuman keras atau narkoba, atau komentar vulgar.

Seorang teman saya, perempuan muda, mendapatkan pekerjaan yang cukup baik setelah sebuah perusahaan tertarik untuk merekrutnya berdasarkan FB-nya. Namun, suatu hari, saya mendapati ia mengunggah komentar vulgar. Tak ayal, selang beberapa waktu saya mendengar ia dipecat karena unggahannya itu. Sebab itu, rasanya benarlah seloroh ini: “95% anak muda menggunakan FB untuk mendapatkan pekerjaan. Dan 5% yang lain kehilangan pekerjaanyang telah mereka dapatkan karena FB-nya.”

Barack Obama sendiri mengingatkan ketika berpidato di sebuah sekolah: “Janganlah kalian mengumbar hal-hal pribadi dan emosional dalam FB karena itu bisa saja menghalangi kalian mendapatkan pekerjaan yang baik.”

Maka, cerdaslah dalam ber-FB! Jangan sampai FB merugikan diri kita atau melukai hati orang lain. Pikirkanlah baik-baik sebelum kalian menggunggah sesuatu. (Disadur oleh fpw dari “Facebook Follies”, Canadian Messenger, Februari 2012, Dennis McCloskey, penulis buku, tinggal di Ontario, Kanada.)

Sumber: Majalah Utusan No. 03, Tahun ke-62, Maret 2012

Artikel Serupa

Featured Image Fallback

Cukupkah Dengan Chatting?

/

Seksi Komsos

“Sungguh menyedihkan apabila hasrat untuk mempertahankan dan mengembangkan persahabatan online mengorbankan kesempatan untuk keluarga, tetangga, serta mereka yang kita jumpai dalam keseharian.” (Paus Benediktus XIV)
SELENGKAPNYA
Featured Image Fallback

Dia Yang Menemani Aku

/

Seksi Komsos

Di suatu tempat, ada satu keluarga atheis. Mereka mempunyai seorang anak perempuan berusia 7 tahun. Suatu malam, pasangan suami istri itu bertengkar. Pertengkaran itu menghebat, ...
SELENGKAPNYA