Mengisi Minggu Panggilan tahun ini, Seksi Panggilan Paroki Trinitas, Cengkareng, mengundang sejumlah Romo, Suster, Bruder, dan Frater untuk membagikan pengalaman mereka sebagai ‘yang terpanggil’ atau ‘yang mendapat panggilan khusus’ kepada seluruh umat. Berikut adalah bagi pengalaman dari Sr. Theresia Ika Damayanti, DD dari Tarekat Donum Dei, Perancis beserta orangtua Beliau, Bapak Markus Husein dan Ibu T.A. Murbawati:
“Nilai yang paling penting dan berharga yang saya rasakan dalam menjalani panggilan ini adalah nilai cinta kasih. Memang ada pergulatan batin setiap hari, karena komunitas kami adalah komunitas internasional. Anggotanya berasal dari mancanegara seperti dari Indonesia, Singapura, Filipina, hingga Burkina Faso di Afrika. Inilah tantangan yang kami hadapi, yaitu bagaimana kami harus dapat hidup bersatu dan berdampingan dengan orang-orang yang berbeda bangsa, kebudayaan, dan bahasa. Sehari penuh kami dipersatukan untuk berdoa bersama, bekerja bersama. Tidak mudah untuk dapat menyesuaikan diri setiap waktu, tetapi kunci untuk mengatasi hal ini adalah dengan selalu berpikir bahwa saya berada dalam komunitas ini bukan karena kehendak saya sendiri, melainkan karena kehendak Tuhan. Dia yang memanggil saya dan tujuan saya adalah melayani Yesus Kristus. Dengan demikian, saya dapat semakin merasa bisa melihat dengan jelas semua karya Tuhan dalam hidup saya. Saya pun diberi rahmat olehNya untuk dapat mengerti bahwa kita semua selalu dicintai oleh Tuhan, dan kita harus membalasnya dengan mencintai sesama kita. Harapan saya bagi Paroki ini: Setiap anggota keluarga perlu selalu merasa penting akan keberadaan keluarganya. Tidak ada keluarga yang sempurna, ada masa sedih, senang, susah, dan lainnya. Tetapi keluarga perlu selalu dipersatukan dengan cinta kasih. Inilah yang akan terus dikenang dan akan memunculkan bibit-bibit panggilan baru. Perlu sejak dini – sejak kecil – ditanamkan betapa pentingnya saling mengasihi itu. Satu hal yang saya ingin tidak terjadi di Paroki ini adalah rasa individualistis umat. Saat saya baru tiba di Perancis, hal ini sungguh sangat saya rasakan dan membuat saya kaget. Sedangkan yang paling saya rasakan saat saya berada di Indonesia adalah rasa kebersamaan, ikatan yang kuat dalam keluarga,” demikian Sr. Ika berbagi pengalaman.
“Panggilan dibentuk oleh lingkungan hidup di mana umat itu berada. Kalau sejak dini telah diikutsertakan dalam kegiatan menggereja, dekat dengan lingkungan Gereja, benih-benih panggilan mudah tumbuh. Saya merasakan pengaruh orang-orang baik seperti Alm. Bapa Kardinal atau Romo yang sering mampir ke rumah saya. Bahkan Alm. Bapa Kardinal menasihatkan saya untuk mengajak serta anak-anak ke gereja setiap Minggu, jangan menunggu hingga anak-anak besar. Orang sukses bukanlah orang yang memiliki harta kekayaan melimpah. Orang sukses adalah orang yang baik hati, yang berkenan kepada sesama dan masyarakat. ‘Anakmu bukanlah milikmu’, itu yang ditulis Khalil Gibran dalam bukunya ‘The Prophet‘. Kata-kata ini sungguh menyentuh saya. Sr. Ika memang lahir dalam keluarga kami, tetapi dia adalah milik Tuhan, jadi terserah Tuhan untuk memakainya, yang penting, semoga ia selalu menjadi orang yang baik,” demikian Bapak Markus Husein.
Sedangkan Romo Treka Permonosidi, Pr yang memimpin Misa ke-2 mengatakan: “Kita semua diberi kemampuan untuk menjadi gembala yang baik di tengah keluarga. Pengalaman saya sebagai Imam dan pendidik di Seminari membawa saya kepada suatu pengertian bahwa anak-anak dari keluarga baik-baik, harmonis, aktif di Gereja – lah yang biasanya mendapat panggilan khusus. Mari bersama-sama kita tunjukkan bahwa kita sebagai orangtua mempunyai kemampuan sebagai gembala yang baik; sebagai anak-anak, kita juga adalah gembala yang baik – yang menuruti nasihat orangtua, yang belajar dengan tekun, dsb. Sebagai gambaran, di Keuskupan Agung Jakarta sendiri ada sekitar 300-an Imam Praja (Pr), tetapi jumlah umat di KAJ sudah sangat banyak – di Cengkareng saja ada sekitar 20 ribu, di Bojong Indah 10 ribu – maka seringkali keberadaan gembala atau imam dirasakan penting sekali. 24 jam rasanya kurang bagi saya dalam menjalankan pelayanan sebagai imam – memimpin Misa, pemberkatan rumah, konseling, belum lagi hal-hal dadakan yang perlu pelayanan segera. Maka menjadi tuntutan bagi kita semua untuk dapat menyediakan sendiri seorang imam atau bruder – yang semoga dapat berasal dari keluarga kita masing-masing.” (t)