Cerita lain, mantan istri Brad Pitt, Jennifer Anniston, yang baru saja dikabarkan bubaran dengan kekasihnya, penyanyi John Mayer. Lalu dunia berspekulasi bahwa memang sang dewi asmara selalu tidak berpihak kepadanya, bahwa dia memiliki nasib yang kurang beruntung dalam dunia cinta (dilihat dari kegagalan relasinya dengan Brad Pitt dan Mayer). Lagi-lagi, komentar yang agaknya bernada sok tau… Well, kita bukan dia, kita tidak bisa tau persis apa yang dialami. Kenapa sampai putus ato sampai pisah dari suaminya. Selebritis itu capek sekali ya kalo setiap hari harus menghadapi dan menjawab komentar-komentar bernada sok tau begitu…
Dalam dunia nyata….
Elo pergi ke suatu pesta. Di pesta itu elo lihat mantan boss-lo dengan perempuan muda dan cantik yang bukan istrinya. Dalam hati, langsung elo berpikir, “ Dasarrr, si boss, mata keranjang, lihat daun muda cantik dan segar, langsung aja hajarrr!” Gak lama, teman lo datang dan bilang, “ Lihat itu si mantan boss dan anaknya yang baru pulang kuliah dari Amerika,“ Elo lalu terdiam. Agak tidak enak hati. Untung tidak bilang siapa-siapa. Tuduhan itu…Penghakiman itu…Lagi-lagi sotoyyyy alias sok tau. Ohhh!
Sering, hanya dengan melihat, qta langsung menilai sesuatu. Dan tanpa sadar qta menjadikan hal itu sebagai kebiasaan.
Tontonan infotainmen turut membentuk pola pikir pemirsanya. Gue bukan seseorang yang anti infotainmen. Malah dulu mungkin gue cukup menikmatinya, sewaktu di Indonesia, pasti gue tonton sesekali, buat penghilang stres dan seru-seruan, juga biar update kalo ada orang yang nanya-nanya ato ngobrol-ngobrol dikit, jadi gak ketinggalan zaman. Tapi, setelah pindah ke Singapura, akses menonton berkurang jauh. Tidak pernah. Untunglah. Jadi, tidak ikut hanyut dalam dunia pergossipan lagi.
Dan mungkin kasus Dewi ‘Dee’ Lestari yang menikah dengan Reza Gunawan sedikit banyak mengingatkan gue untuk tidak langsung tuduh atau menghakimi apalagi sok tau dalam suatu kondisi. Reza dalam blognya menuliskan bahwa infotainmen memberikan beberapa kebebasan dalam menulis, bahkan termasuk wawancara imajiner, di mana sang artis tidak pernah diwawancara, tujuannya untuk meningkatkan nilai berita yang dihasilkan. Belum lagi masalah dalam salah menerjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia yang sering berakibat misinformation, dsb.
Sekali lagi, gue gak anti infotainmen, gue cuma mikir, terkadang… kalo saja artis itu qta-qta ini, qta di posisi artis itu, apa gak pusinggg?? Untung deh bukan selebritis. Privacy tidak ada…Mungkin itu resiko? Iya, tapi koq ya kadang rasanya keterlaluan… Dan opini publik terkadang dibentuk sedemikian rupa, padahal kenyataannya? Belum pasti seperti apa yang terlihat. What you see – sometimes- isn’t really exactly what has happened… Dari situ gue semakin kuat berkesimpulan: jangan terlalu gegabah dalam menilai sesuatu, seseorang, suatu masalah. Sikap sok tau, qta buang jauh-jauh. Be low profile. Soalnya, apa yang qta pikir, belum tentu sesuai kenyataan.
So, daripada sibuk-sibuk urusin urusan orang lain, lebih baik benahi diri sendiri. Daripada sibuk sepertinya serba tahu dan sok tau, mungkin keingin-tahuan itu diarahkan ke hal yang lebih positif. Membaca buku-buku positif yang memperkaya diri, mendengarkan lagu-lagu yang memberikan ketenangan diri, dan mencari Dia dengan sepenuh rasa ingin tau. With the same excitement as we watch infotainment.
Bagi yang bekerja di bidang media, khususnya infotainmen, peace mannn!
Gue gak pernah bermaksud menyudutkan pihak tertentu, hanya berusaha untuk tidak menjadi orang yang judgmental, karena apa? Sering salahnya daripada benernya. Dan coba kalo qta yang dihakimi, di-judge? Apa enak? 🙂
(Fonny Jodikin, tinggal di Singapura)