Pada saat Rekoleksi para Calon Baptis Dewasa, Minggu, 01 Maret 2015, saya membuat pertanyaan refleksi bagi para perserta. Pertanyaannya adalah “pengalaman apa yang membuat Anda memutuskan menjadi Katolik?” Jawaban dari 70 peserta Rekoleksi adalah sebagai berikut:
- Menjadi Katolik setelah melihat dan menyaksikan orang Katolik hidupnya baik, kekeluargaan lebih erat dan jiwa sosial lebih tinggi (21 orang)
- Gereja Katolik mempunyai cara doa yang lebih tenang dan membuat hati terasa nyaman ( 17 orang)
- Sejak kecil sekolah di sekolah Katolik (10 orang)
- Karena pernikahan ( 5 orang)
- Alasan lain (7 orang)
- Tidak menjawab (10 orang)
Dua pengalaman dominan di antara para Ketekumen yang kemudian mendorong mereka menjadi Katolik adalah pertama, kesaksian hidup orang Katolik; Kedua, tata liturgi Gereja Katolik. Dua hal inilah yang akan saya refleksikan pada tulisan ini.
Hidup Orang Katolik Itu Baik
Mengalami kebaikan dari orang Katolik menjadi pengalaman terbesar dari para Katekumen. Sebagian besar Katekumen merasakan perasaan nyaman bila dekat dengan orang Katolik. Mereka melihat kehidupan orang Katolik itu baik. Mereka menyaksikan orang Katolik itu memiliki kepedulian sosial yang tinggi – termasuk di dalamnya adalah para Katekumen yang menikah secara Katolik. Mereka mau menjadi Katolik karena calon pasangan hidupnya memiliki hidup yang baik. Hidup yang baik disebut secara lebih detil sebagai sikap sederhana, aktif dalam kegiatan sosial, keluarganya rukun, ke Gereja bersama-sama, selalu ceria. “Hidup yang baik” seperti pelita yang menerangi banyak orang. “Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang yang di dalam rumah itu “ (Mat 5:15) Sebagai identitas orang Katolik, hidup yang baik menjadi panggilan setiap orang yang dibaptis. Hidup yang baik adalah pola hidup orang Katolik. (bdk Kis 4:32-37) Hidup yang baik sekaligus menjadi cara yang paling efektif untuk mewartakan Kerajaan Allah. Tindakan dan teladan memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan khotbah dan perkataan. Dengan hidup yang baik, sesungguhnya setiap orang menjadi pewarta Injil.
Terpesona pada Perayaan Ekaristi
Pengalaman kedua yang mendorong banyak orang menjadi Katolik adalah cara bedoa orang Katolik. Yang dimaksud cara berdoa di sini adalah liturgi Perayaan Ekaristi. Seorang peserta mengungkapkan “di dalam Gereja Katolik ada ketenangan dan umatnya terlihat khusyuk saat mengikuti Misa Kudus” dan bahkan karena kekhusyukan itu, ada peserta yang jika mengikuti Misa Kudus sampai meneteskan air mata. Termasuk ke dalam bagian ini adalah lagu-lagu yang digunakan di Gereja Katolik yang jauh dari kesan heboh. Pengalaman para Ketekumen ini menyadarkan kita akan kekayaan Gereja Katolik, warisan yang teramat luhur dari Gereja Perdana terkait dengan tata perayaan liturgi. Kita sering mendengar keluhan, kritik atau “gugatan” dari sebagian umat bahwa liturgi Gereja Katolik itu monoton dan kering. Mereka berusaha memodifikasi bagian liturgi Ekaristi dengan tarian dan lagu-lagu yang bercorak “modern”.
Pengalaman para Katekumen menyadarkan kita bahwa liturgi Ekaristi – yang menurut sebagain umat monoton dan membosankan itu – justru membuat hati para Katekumen terpesona dan damai. Paus Benediktus XVI mengeluarkan Surat Apostolik “Sacramentum Caritatis” yang berbicara mengenai “ars celebrandi” yang isi pokoknya yaitu cara utama untuk memacu partisipasi umat Allah dalam ritus kudus adalah dengan merayakan ritus secara tepat. Ars celebrandi adalah buah dari kepatuhan kaum beriman kepada kaidah-kaidah liturgis dalam segala kekayaannya; sungguh, selama dua ribu tahun cara perayaan ini telah menopang kehidupan iman semua orang beriman, yang dipanggil untuk ambil bagian dalam perayaan sebagai umat Allah, suatu imamat rajawi, bangsa yang kudus ( bdk. 1 Ptr 2:4-5:9 ) Perlu disadari bahwa seluruh pengaturan perayaan Ekaristi yang sering terasa ketat itu aslinya untuk membela dan mempertahankan makna kekudusan Ekaristi yang tiada tara itu. Partisipasi dan keterlibatan selalu berlangasung menurut fungsi dan tingkatan masing-masing orang.
Hidup baik orang Katolik yang disaksikan dan dialami oleh para Ketekumen bersumber dari Perayaan Ekaristi yang dirayakan sesuai dengan kaidah-kaidah liturgi yang mampu menyentuh hati, perasaan, dan pikiran para umat. Ekaristi seperti itu menggerakkan hati untuk bertindak kasih dan membangun kekeluargaan di dalam masyarakat. Tutur kata yang baik, pelayanan kepada orang menderita, perhatian kepada orang lain yang dilakukan oleh orang-orang Katolik merupakan buah dari Ekaristi. Ekaristi yang khusyuk, dengan doa dan nyanyian dan urutan yang kita miliki sekarang ini merupakan kekayaan Gereja yang telah terbukti menghantar jutaan manusia menjadi selamat, jutaan manusia berdosa menjadi bertobat dan menjadi orang kudus. Hidup yang baik hanya mungkin dihasilkan oleh Perayaan Ekaristi yang khusyuk, khidmat dan indah. Jika kita ingin hidup kita baik – karena itu menjadi salah satu cara pewartaan kita akan Kerajaan Allah – Ekaristilah sumbernya. Ekaristi adalah puncak dan sumber hidup orang beriman. Tanpa Ekaristi tidak ada keselamatan, tidak ada lagi anggota-anggota baru Gereja.
(Agustinus Purwanto, Katekis Trinitas)