Kiranya kita boleh kagum dan menghormati, bagaimana saudara-saudara Muslim menjalankan salat 5 waktunya. Misalnya, ketika waktu menunjukkan pukul 12.00 siang, di mana pun mereka berada, mereka selalu menyempatkan diri untuk berdoa. Sejenak mereka mengundurkan diri dari pekerjaan, kesibukan atau pembicaraannya, untuk meluangkan waktu bagi Tuhannya. Hal yang sama dibuatnya di saat-saat salat yang lainnya.
Sebagai orang Katolik, sesungguhnya ktai juga mempunyai kebiasaan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan dan kesibukan kita untuk menghadap Tuhan dan menyadari kehadiranNya, yakni dengan mendoakan “DOA ANGELUS”.
“Angelus” – Bahasa Latin – artinya “Malaikat”. Doa Angelus adalah Doa Malaikat Tuhan, yang sudah berabad-abad didoakan oleh Gereja. Sejak abad ke-13, datangnya saat doa itu didahului atau ditandai dengan bunyi lonceng-lonceng gereja. Demikian isi dari Doa Malaikat Tuhan:
Maria diberi kabar gembira oleh malaikat Tuhan, maka ia mengandung dari Roh Kudus. Salam Maria…
Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu. Salam Maria….
Sabda sudah menjadi daging, dan tinggal di antara kita. Salam Maria…
Marilah kita berdoa (hening sejenak): Ya Tuhan, karena kabar malaikat kami mengetahui bahwa Yesus Kristus PuteraMu menjadi manusia. Kami mohon, curahkanlah rahmatMu ke dalam hati kami, supaya karena sengsara dan salibNya, kami dibawa kepada kebangkitan yang mulia. Oleh Kristus, Tuhan kami, Amin.
Dulu umat Katolik amat rajin mendoakan doa Malaikat Tuhan tersebut 3 x sehari pada pagi (pkl. 06.00), siang (pkl. 12.00), dan petang (pkl. 18.00). Ketika hari mulai merekah di pagi hari, ketika hari sedang mencapai puncaknya di siang hari, dan ketika hari hendak berangkat menuju malam, dulu lonceng-lonceng gereja dibunyikan, dan umat pun mendoakan doa Malaikat Tuhan. Sekarang tanpa conceng gereja, kiranya kita masih bisa mendoakannya setiap kita menengok arloji kita yang sedang menunjukkan pukul 06.00 pagi, 12.00 siang, atau pukul 18.00 petang.
Dengan doa itu, kita diajak untuk selalu sadar, bahwa Tuhan menjadi manusia, artinya Ia menjadi salah satu dari diri kita. Sepanjang waktu Dia hadir dan berada di sisi kita. Karena itu di tengah kesibukan apa pun, dan di tengah tenggelamnya kita dalam masalah-masalah kerja dan tugas hidup kita sehari-hari, Tuhan selalu datang, mencintai dan menebus kita. Maka kita tidak hilang dalam kesibukan dan beban kita. Kita tidak usah takut, gemetar dan khawatir, karena Tuhan sungguh beserta kita. CintaNya menggendong dan menanggung kita. Itulah inti sari dari doa Malaikat Tuhan. Karena itu kalau kita mendoakannya, kita pun akan dikuatkanNya selalu, kendati kita merasa lelah, hilang dan terbenam dalam pekerjaan dan tugas kita.
Makna doa Malaikat Tuhan itu dilukiskan dengan amat indah dan bagus oleh pelukis Perancis abad ke-19, Jean Francois Millet dalam karyanya “L’angelus”, yang kini tersimpan dalam museum Gare d’Orsay di kota Paris. Dalam karyanya itu digambarkan, seorang lelaki dan perempuan yang sejenak undur dari kerjanya di ladang kentang, ketika mereka mendengar lonceng gereja berbunyi pada siang hari. Mereka berhenti dan berdiri dalam sikap doa, mendoakan doa Malaikat TUhan.
Pelukis Millet berasal dari lingkungan petani. Maklum jika lingkungan pertanian dan pedesaan menjadi latar belakang bagi lukisannya. Para pengamat mengatakan, betapa kedua petani, lelaki dan perempuan itu, terangkat dalam keindahan, karena mereka sedang berdoa. Mereka menyadari kehadiran Allah, PenciptaNya, dalam ladang dan pekerjaan mereka.
Kehadiran dan kedatangan Allah, kerelaan Allah untuk menjadi manusia seperti mereka, itu semua mereka rasakan dan sadari, ketika sejenak mereka menghentikan kerjanya di ladang kentang, lalu hening mendoakan doa Malaikat Tuhan. Karena doa itu, ada suatu harkat dan sinar yang memancar dari petani-petani yagn sederhana itu. Mereka menjadi indah. Memang inilah yang hendak disampaikan oleh pelukis Millet: Doa itu membuat indah.
Doa Malaikat Tuhan kiranya boleh disebut sebagai praktik yang paling nyata dari agama. Karena menurut teolog terkenal Johann Baptist Metz, seperti dikutip oleh penulis Hubert Streckert, “Definisi terpendek dari agama adalah Unterbrechung.” “Unterbrechung” artinya adalah “sejenak berhenti dari kegiatan kita.” Karena kita beragama, maka kita diajak untuk sejenak mundur, mengambil jarak dari segala kesibukan dan kepadatan agenda kita. Kita mundur untuk kembali ke dalam, merasakan misteri yang mengalir dalam hidup, tugas, dan kerja kita, yaitu merasakan bahwa Allah sungguh datang dan menebus kita, membuat hidup kita bermartabat dan indah.
Karena itu, kendati lonceng gereja tak lagi kita dengar, marilah kita berhenti sejenak, setiap pkl. 06.00 pagi, pkl. 12.00 siang, dan pkl. 18.00 petang, untuk mendoakan doa Malaikat Tuhan. Kiranya, dengan doa yang pendek dan sederhana itu, ktia akan dikuatkan, diteguhkan, dan dihibur oleh Tuhan sendiri, di saat kita merasa begitu jenuh, capai dan bosan dengan hidup dan pekerjaan kita sehari-hari. (Romo Gabriel Possenti Sindhunata, SJ)
Sumber: Majalah Utusan No. 02, Tahun ke-61, Februari 2011