Featured Image Fallback

Bolehkah memasukkan barang-barang ke peti mati?

/

Seksi Komsos

Dalam tradisi Tionghoa, saat anggota keluarga meninggal, sering ke dalam peti jenazah dimasukkan barang-barang yang biasa dipakai orang yang meninggal, seperti baju, buku, kacamata, pulpen, tas, sepatu, dan lainnya.

Memasukkan barang-barang ke peti mati dapat dibenarkan sejauh itu merupakan ungkapan kasih (berbuat yang terakhir bagi yang meninggal), dan bukan sebagai bekal perjalanan di dunia sana, atau karena kita takut diganggu oleh yang meninggal.

Perlu juga disinggung di sini, paham orang Tionghoa tentang kehidupan setelah mati.  Bahwa orang Tionghoa meyakini hidup setelah mati adalah seperti kehidupan di dunia ini.  Ada bos, ada pembantu, ada mobil, ada rumah, dan sebagainya.  Hidup setelah mati adalah kelanjutan hidup di dunia ini.  Maka ritus pemakaman dimaksudkan untuk mengantar arwah yang meninggal itu ke dunia sana beserta dengan segala perlengkapannya.  Bila ada sesuatu yang kurang, arwah itu akan mengganggu yang masih hidup.  Sebaliknya, bila segala kebutuhannya terpenuhi, maka si arwah akan melimpahkan berkah/hoki bagi keluarga yang masih hidup di dunia ini.

Sedangkan paham Katolik tentang kehidupan setelah mati adalah kehidupan roh.  “Manusia tidak lagi kawin dan dikawinkan, melainkan hidup seperti malaikat di surga.” (Matius 22:30).  Harta yang dimiliki tidak dibawa serta, tetapi ditinggalkan bagi orang lain (lihat Mazmur 49:11 ; Lukas 12:16-21).  Mereka yang mati sama sekali tidak berbuat apa-apa, termasuk berdoa dan memuji Tuhan (Yesaya 38>18), “Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepadaMu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau, orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaanMu,” apalagi mencelakai orang yang hidup.  Mereka yang berada di api penyucian justru mengharapkan doa-doa kita.  Bila mereka sudah berbahagia di surga, kita bisa memohon doa mereka.

 

Sumber:  Bahan Diskusi “Iman Katolik dan Tradisi Tionghoa” Lingkungan Beato Damian, Wilayah 21, yang dipandu oleh Bapak Johanes K. Handoko, Katekis Paroki Cengkareng, 2009.   

Artikel Serupa

Featured Image Fallback

7 Sakramen dalam Gereja Katolik

/

Seksi Komsos

Mengapa dalam Gereja Katolik ada 7 Sakramen?  Angka 7 lambang apa?  Adakah dalam Kitab Suci yang menyatakan 7 Sakramen?  Apakah ketujuh Sakramen wajib diterima oleh ...
SELENGKAPNYA
Featured Image Fallback

Membungkuk di Bagian Syahadat Iman – Gerak Baru?

/

Seksi Komsos

Ajakan membungkuk ketika mengucapkan ”yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria” dalam Syahadat Para Rasul sempat menimbulkan pertanyaan. Apakah ini tata gerak baru ...
SELENGKAPNYA