Halangan Umur
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menetapkan batas umur minimal pria 20 tahun dan wanita 18 tahun untuk dapat dinikahkan secara Katolik. Negara menetapkan batas minimal pria 19 tahun dan wanita 16 tahun, Hukum Kanonk menetapkan batas minimal pria 16 tahun dan wanita 14 tahun (karena berlaku untu di seluruh dunia). Maka atas pertimbangan dan kewenangan, Gereja Katolik di Indonesia memakai ketetapan dari KWI di atas.
Halangan Impotensi
Yaitu impotensi yang terjadi sebelum perkawinan dilaksanakan dan impotensi itu sifatnya tetap (tidak dapat disembuhkan). Impotensi yang dimaksud entah diketahui atau tidak tetap membuat perkawinan tidak sah secara Katolik. Sedangkan kemandulan tidak melarang atau menggagalkan perkawinan Katolik.
Halangan Ikatan Nikah
Ikatan perkawinan sah menjadi halangan untuk dapat melangsungkan perkawinan secara sah dengan orang ketiga, bila ikatan (yang pertama) belum diputuskan atau bila ikatan (yang pertama) tidak dapat diputuskan.
Meski perkawinan yang dahulu (yang pertama) tidak sah atau telah diputuskan atas alasan apa pun, perkawinan baru tidak boleh dilangsungkan, sebelum ada kepastian yang jelas menurut hukum bahwa perkawinan tersebut tidak sah atau telah diputuskan.
Halangan ini didasari atas sifat perkawinan Katolik yang tunggal dan tidak dapat diceraikan.
Halangan Tahbisan Suci
Tahbisan tinggi diakonat dan imamat (yang menuntut hidup selibat) menjadi halangan, bila tahbisan itu sah dan diterima dengan bebas. Hanya dengan dispensasi dari Bapa Paus maka tahbisan itu dapat dianulir.
Halangan Kaul Religius
Kaul kekal dalam hidup membiara menjadi halangan yang menggagalkan perkawinan. Demikian, Kaul ini hanya dapat dianulir dengan dispensasi dari Bapa Paus.
Halangan Kejahatan
Jika demi perkawinan yang baru seseorang membunuh jodohnya sendiri atau jodoh dari orang yang hendak dikawini. Atau jika 2 orang yang ingin kawin, bekerjasama secara fisik atau moral melakukan pembunuhan terhadap suami atau istri mereka.
Halangan ini didasari atas perlindungan akan keluhuran Sakramen Perkawinan, perlindungan kesetiaan dan keselamatan suami-istri, agar tidak ada orang yang ingin kawin dengan nekat merusak perkawinan yang sudah ada, dan agar menjadi hukuman bagi perbuatan kejahatan berat yang dilakukan. Dispensasi dari halangan ini hanya dapat diperoleh dari Bapa Paus.
Halangan Hubungan Darah
Hubungan darah garis lurus dalam semua tingkat (baik ke atas maupun ke bawah; baik yang sah maupun tidak ayah-anak-cucu-cicit-dst). Halangan ini tidak akan pernah mendapatkan dispensasi.
Hubungan darah garis menyamping, sampai tingkat keempat (kakak-adik, paman/bibi-kemenakan, saudara sepupu). Sepupu masih menjadi halangan, selebihnya sudah tidak; sampai pada hubungan darah garis menyamping tingkat dua tidak pernah akan mendapat dispensasi.
Dasar dari halangan ini adalah demi keturunan, supaya cinta tidak hanya berputar di sekitar keluarga saja, dan agar cinta persaudaraan tetap murni sebagai cinta persaudaraan. Lihat juga Kitab Imamat 18:6-18.
Halangan Hubungan Semenda
Semenda adalah persaudaraan antara suami dengan saudara-saudari istrinya, dan sebaliknya. Yang menjadi halangan hanya pada garis lurus dan untuk semua tingkat (suami/istri dengan mertua atau mertua tirinya; suami/istri engan anak tirinya, dll).
Halangan Kelayakan Publik
Halangan ini timbul dari perkawinan tidak sah setelah hidup bersama dan diketahui secara umum. Konkretnya, A hidup bersama dengan B tanpa menikah sah. Maka hubungan antara A dengan saudara B baik garis lurus (anak, orangtua) maupun garis menyamping (kakak, adik) terhalang.
Halangan Pertalian Hukum
Pertalian hukum timbul dari adopsi. Ini menjadi halangan, dalam garis lurus (orangtua anak angkatnya), dalam garis menyamping hanya untuk tingkat dua saja (anak kandung anak angkat).
Halangan Beda Agama
Orang yang telah dibaptis Katolik mau menikah dengan orang yang belum/tidak dibaptis. Lihat Kitab Nehemia 13:23-27, Imamat 21:13-15, 1 Korintus 6:14-15)
Halangan Beda Gereja
Orang Katolik dengan orang yang telah dibaptis (non-Katolik), perlu minta izin.
Keterangan:
Untuk halangan-halangan yang bersifat gerejani seperti kaul religius, tahbisan imam, halangan kejahatan, hubungan semenda, kelayakan publik, pertalian hukum, dapat diberikan dispensasi oleh mereka yang memiliki kuasa berdasarkan batas-batas kekuasaannya.
Sumber: Bina Iman – Sakramen Perkawinan, F.X. Wibowo Ardhi, Kanisius, 1993