You are here : Home Kalangan Orang Beriman Masturbasi, Dosakah?

Masturbasi, Dosakah?

Masturbasi berarti mencari kesenangan seksual bagi diri sendiri, dengan seorang diri mengaktifkan alat kelaminnya.  Pada intinya, masturbasi bertentangan dengan pandangan Kristiani mengenai seksualitas, yang dihayati sebagai perjanjian cinta.  Di dalamnya tidak terdapat apa pun tentang saling memberi kesuburan dari Kristus dan Gereja.  Dorongan kesanggupan seksual dilaksanakan tak tertuju ke salah satu pasangan, sehingga dalam hal masturbasi, seseorang dalam kenikmatan diri sendiri tertuju pada diri sendiri.  Baik secara manusiawi maupun psikologis dikenal bahwa masturbasi terutama muncul dalam fase narsis masa pubertas, atau apabila kegagalan-kegagalan atau kesusahan yang kurang baik dicernakan, mendorong seseorang untuk berasyik-asyik dengan diri sendiri.  Karena tidak ada cinta yang sesungguhnya, maka orang yang membiarkan diri terperosok ke dalam praktek masturbasi sering kali merasa tidak puas sama sekali.  Akhirnya hanya mendatangkan kekosongan, bahkan perasaan muak.

Kita harus memiliki keyakinan untuk berani mengatakan bahwa melakukan masturbasi adalah suatu perbuatan buruk.  Sering kita mendengar argumentasi-argumentasi yang hendak membuktikan, bahwa perbuatan seperti itu tidak apa-apa, tidak salah, layaknya orang makan, minum, atau berkeringat.  Hendaklah kita pandai-pandai mencermati argumentasi palsu itu.

Kalau sekiranya ada orang berkata, jika seorang pemuda tidak melakukan masturbasi, ia akan kehilangan sperma oleh mimpi basah; mengapa ia tidak diperbolehkan melakukan sendiri secara bebas.  Jikalau tekanan itu sudah terlalu besar, alam akan berbuat demikian baginya.  Akan tetapi, tidak selalu baik sifatnya untuk melakukan sesuatu dengan pilihan bebas, yang spontan dilakukan oleh alam biologis.  Mimpi basah (pengeluaran sperma tidak sadar waktu tidur) tidak mengandung suatu kecenderungan psikologis dan rohani ke dalam diri sendiri, maupun kecenderungan moral, sedangkan masturbasi yang dengan bebas dilakukan, dan biasanya disertai dengan bayangan-bayangan tertentu, adalah suatu tindakan egosis yang mencemari jiwa dan mengacaukan hati.

Orang juga dapat mengatakan "masturbasi adalah gejala yang normal, yang berhubungan dengan perkembangan kedewasaan seorang pribadi atau dengan suatu keadaan frustasi."  Masalahnya adalah apa arti kata 'normal' itu?  Kalau yang dimaksud adalah bahwa masturbasi merupakan suatu gejala yang sering kali terjadi, dan karena itu dapat disusun norma-norma statistik, maka hal ini dapat disetujui.  Namun sejak kapan norma-norma moral didasarkan pada statistik?  Kita tidak akan mengatakan suatu ketidakadilan itu baik dan kita tidak akan menyebut ketidakadilan itu 'norma' kehidupan masyarakat, karena secara statistik tindakan ketidakadilan di dunia ini pada kenyataannya banyak terjadi.  Di sini terdapat masalah yang sama.  Meski dalam kenyataan masturbasi sering sekali dilakukan, namun hal itu tidak merupakan ukuran yang benar, suatu 'norma' pembenaran bagi seksualitas manusia.  Dalam pengertian ini masturbasi sama sekali tidak normal.  Di samping itu, ada kaum muda - dalam jumlah minoritas - yang berhasil mengelakkannya dan orang-orang itu sama sekali bukan hanya orang yang pernah frustasi.

Secara obyektif, masturbasi merupakan penyimpangan serius, yang sungguh-sungguh bertentangan dengan pandangan manusiawi dan Kristiani tentang seksualitas dan cinta.  Di tingkat kesadaran dari pengalaman yang ada, dipandang secara subyektif, benarlah adanya, bahwa tingkah laku yang memprihatinkan ini sering kali diperkecil artinya oleh keadaan, terutama pada masa pubertas atau masa rasa depresi.

Kematangan psikologis yang belum tercapai, kekacauan dalam diri pribadi atau dikarenakan oleh kuatnya kebiasaan-kebiasaan, dapat memperkecil tanggungjawab pribadi.  Dahulu orang tergoda untuk menyalahkan diri sendiri secara berlebihan.  Sama kuatnya sekarang ini, kecenderungan untuk meremehkan masalah yang sama, seakan-akan masturbasi sama seperti membuang ingus tanpa merasa bersalah sama sekali.

Yesus berkata tentang setan, bahwa "ia adalah pendusta dan bapa segala dusta" (Yoh 8:44).  Penggoda itu menipu dan menggoda banyak orang muda - bahkan kaum muda Kristiani sekali pun - apabila setan mengilhami, bahwa masturbasi bukanlah perbuatan dosa.  Memang dosa itu bukan dosa terberat yang dapat kita lakukan.  Namun hal itu tidak memperkecil bahaya bahwa kita kecanduan, bahwa kita membiasakan diri dengan suatu seksualitas yang egois dan seketika, dan bahwa kita memadamkan kehidupan rohani kita sendiri.

Dapatkah kita membebaskan diri jika kita telah menjadi tawanan masturbasi?

Obatnya adalah apa yang berlawanan dengan kesalahan itu.  Melakukan masturbasi mengandung sifat mengingini diri sendiri.  Jadi, bantuan untuk membebaskan diri dari padanya terletak dalam pengembangan hidup kita dengan sikap-sikap atau tindakan-tindakan yang mengalihkan perhatian kita dari diri kita sendiri.  Bukalah diri kita kepada Allah, kepada dunia, kepada manusia yang lain dan kepada kewajiban-kewajiban kita.  Semua hal yang meningkatkan semangat kerja kita, keterlibatan kita, dan memperbaiki relasi kita dengan orang lain, akan sangat membantu.  Menjalani hidup yang seimbang, tidak terlalu banyak atau kurang tidur, cukup waktu untuk rekreasi atau olah raga dapat menjadi sarana untuk mencegah kecenderungan untuk lari ke rangsangan seksual sebagai jalan keluar atau obat tidur.  Mengenai kelemahan-kelemahan yang ada, dan faktor gelap yang turut berperan dalam rangsangan spontan yang dapat kita jumpai, terutama pada saat kita merasa letih atau dalam ketakutan, percayakanlah semuanya dengan penyerahan diri dalam kemurahan hati Allah.

(Sumber: Yesus dan Tubuhmu, Tuntunan Moral Seksual Bagi Kaum Muda, Mgr. Andre Leonard, Obor, 2002)